Sebuah janji suci yang telah diucapkan oleh dua insan manusia di depan Tuhan akan membuka sebuah kehidupan baru yang akan dijalani bersama hingga maut memisahkan. Dalam perjalanannya, akan ada berbagai tantangan termasuk tantangan untuk belajar menjadi orang tua.Â
Tidak lama setelah mengucap janji suci itu, kami berdua diberikan berkah yaitu adanya seorang calon anggota keluarga baru yang masih di dalam kandungan. Sebuah karunia yang sangat membahagiakan sekaligus membuat kami harus belajar singkat untuk menjadi orang tua.Â
Gragapan, itulah kata yang tepat untuk kami saat mulai belajar. Beruntung saat ini adalah jaman yang sangat mudah untuk mendapatkan informasi parenting. Bermodalkan smartphone dengan kuota full atau numpang wifian kita sudah bisa dapat informasi apapun yang kita inginkan, walaupun semua informasi tersebut harus disaring sendiri.
Berbekal rasa kesal dengan diri sendiri, pada awal trisemester kedua saya memantapkan diri  "harus bisa makan". Pertama yang saya lakukan adalah membuat infus water menggunakan mentimun, jadi setelah makan saya akan minum infus water tersebut agar tidak merasa mual. Sugesti terus menerus mengenai "harus bisa makan" ini saya kumandangkan kedalam diri saya sampai akhirnya mual dan muntah itu hilang.
Pemberian asam folat dan tambah darah juga rutin saya minum sesuai anjuran bidan puskesmas. Memasuki akhir trisemester kedua, bidan puskesmas mengundang para ibu hamil di wilayah kecamatan Kalasan untuk mengikuti senam ibu hamil. Gerakan senam tidak terlalu sulit sehingga senam hamil dapat saya praktekkan di rumah.
Pada awal trisemester ketiga, saya mencoba untuk melakukan USG di RSKIA Sadewa karena penasaran dengan jenis kelamin calon bayi. Â Hasil USG menunjukkan bahwa janin saya perempuan dan posisinya masih sungsang. Sebuah roman wajah khawatir nampak di muka sehingga dokter Arif Sp.Og menenangkan saya dengan berkata, " nggak apa-apa masih usia segini kan dia masih berputar-putar, nggak usah khawatir nanti juga cari jalan kok".
Semakin mendekati persalinan, saya melakukan kontrol kehamilan semakin rutin sesuai anjuran dari bidan puskesmas. Tetapi pernah saat saya kontrol di puskesmas dengan wajah khawatir bidan senior berkata bahwa bayi saya masih sungsang dan menjelaskan segala resiko yang akan saya alami jika bayi sungsang.Â
Langkah lunglai menemani saya pulang, bersamaan dengan itu sumai membuat saya merasa bagaikan tersambar petir. Atas saran yang diperoleh dari temannya, suami menawarkan untuk "pijat" ke dukun bayi untuk membetulkan posisi janin. Saya berpikir resiko terbesarnya adalah bagaimana jika  kami meninggal saat dipijat. Setelah melalui perdebatan sengit, akhirnya suami mengalah dan saya sering mengajak calon putri saya untuk berputar saat melakukan senam ibu hamil. Â