Sugeng rawuh ing pasareyan dalem para nata, begitu tulisan yang ada di gerbang pemakaman Imogiri yang artinya dalam bahasa Indonesia kira-kira Selamat datang di makam para raja. " makam digunakan sebagai tetenger (pengingat) akan siapa nenek moyang kita", kata suami saat itu. Sebagai penduduk yang lahir, hidup bahkan sampai berkeluarga di wilayah DIY yang dahulunya merupakan bumi Mataram tidak afdol rasanya bagi jika belum pernah berziarah ke makam para raja di Imogiri.
Makam para raja di Imogiri merupakan makam yang diangap suci, bagaimanapun juga yang bersemayam disana adalah para raja yang pernah memerintah kerajaan Mataram Islam. Ya kerajaan Mataram Islam dikenal sebagai kerajaan besar pada masanya, sudah tercatat dalam sejarah bangsa ini bahwa Sultan Agung dari kerajaan Mataram pernah menyerang VOC sebanyak 2x di Batavia.Â
Dahulu Mataram Islam sendiri wilayahnya hampir menguasai sebagian besar pulau Jawa jadi bisa dibayangkan bagaimana besarnya kerajaan ini.
Kompleks pemakaman Imogiri dibangun pada tahun 1632 oleh raja ketiga Mataram bernama Sultan Agung Hanyokrokusumo. Sumber-sumber teretulis yang lain seperti Babad Momana dan Babad Ing Sangkala menyebutkan bahwa Sultan Agung mulai membangun makam Imogiri pada dekade ketiga sampai dekade keempat abad XVII.
Letak pemakaman Imogiri ini di bukit Merak yang merupakan wilayah dari pegunungan Seribu di sebelah selatan DIY. Untuk letak administratif, pemakaman Imogiri berada di dusun Pajimatan, kelurahan Girirejo, kecamatan Imogiri, kabupaten Bantul. Jarak dari kota Yogyakarta kira-kira 12 km  kearah selatan kemudian ke timur.Â
Dibawah bukit Merak ini terdapat rumah-rumah penduduk yang sebagian besar adalah juru kunci dan abdi dalem keraton Yogyakarta yang bertugas merawat makam. Selain itu mereka juga bertanggung jawab atas kelangsungan upacara-upacara adat seperti upacara Nguras Enceh.
Tapi sebenarnya dibalik mitos itu tersimpan pesan untuk berhati-hati saat menaiki anak tangga makam dikarenakan jumlahnya yang sangat banyak, jika tidak hati-hati bisa saja terjatuh.
Lanjut ke anak tangga yang berjumlah 45 dihitung dari pekarangan masjid sampai ke tangga terpanjang melambangkan bahwa Sultan Agung wafat pada tahun 1645. Masih ada lagi anak tangga terpanjang berjumlah 346 yang berarti bahwa usia pemakaman ini dibangun selama 346 tahun. Yang terakhir anak tangga di sekitar kolam yang berjumlah 9 melambangkan wali songo.