Mohon tunggu...
niken nawang sari
niken nawang sari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Ibu Rumah Tangga yang suka jalan-jalan ke bangunan kolonial, suka menulis hal berbau sejarah, dan suka di demo 2 ekor kucing. Blog pribadi www.nickenblackcat.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Harapan di Hari Kemerdekaan Indonesia dari Vastenburg

17 Agustus 2016   17:21 Diperbarui: 17 Agustus 2016   17:35 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="pelataran depan vastenburg"][/caption]

Aku, bangunan cagar budaya yang letaknya dekat dengan tempat-tempat penting di kota Surakarta atau Solo. Bank Indonesia, Keraton Surakarta Hadiningrat , PGS Solo, kantor walikota Solo dan Pasar Gede mengelilingiku. Letakku lebih tepatnya di kawasan Gladak, Surakarta. Namaku adalah benteng Vastenburg yang sudah masuk ke dalam daftar bangunan cagar budaya, walaupun tidak semua orang tau bahwa aku adalah bangunan cagar budaya.

[caption caption="gerbang depan vastenburg"]

[/caption]
Aku dibangun pada tahun 1775 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff dan selesai pada tahun 1779. Renovasiku yang pertama tahun1794, kemudian pad atahun 1832 berlangsung renovasi keduaku oleh pemerintah kerajaan Belanda. Fungsiku sebenarnya adalah untuk mengawasi gerak gerik penguasa di Keraton Surakarta Hadiningrat. Mirip dengan saudaraku di Yogya yaitu benteng Vredeburg, hanya nasib kami yang berbeda. Vredeburg menjadi museum yang bisa dikunjungi siapa saja dan lebih terawat daripada aku.

[caption caption="di dalam benteng vastenburg"]

[/caption]
Akan sedikit ku ceritakan padamu tentang keadaan di sekitarku pada masa kolonial. Pada masa itu, jembatan di gerbang depanku merupakan jembatan angkat. Jagang masih penuh dengan air dan bangunan di dalamku belum rata dengan tanah. Kereta kuda kadang melewati pelataranku mengantar tuan meneer atau noni belanda. Banyak orang berlalu lalang di dalamku terutama mereka para prajurit berkulit putih. Di tengahku terdapat lahan terbuka untuk apel para prajurit. Ketika sore hari para tuan meneer dan petinggi-petinggi militer akan duduk bersama minum teh di teras dekat gerbang utama. Sementara itu para prajurit akan berjaga di dekat bastion benteng. Kau masih bisa melihat bastion dan tempat untuk meletakkan meriam ditubuhku.
Kemudian setelah negara ini menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, penghuniku masih sama seperti sebelumnya. Setelah ku simak percakapan dan kegelisahan mereka dengan seksama bahwa sebenarnya negara dimana aku didirikan ini sudah merdeka dari kolonial Belanda. Kemudian menjelang tahun 1947 masyarakat dan prajurit berkulit coklat membawa bendera berwarna merah putih, memasuki pelataranku dan mulai terjadi pertumpahan darah. Mereka yang ku kenal dikemudian hari adalah pahlawan bagi bangsa Indonesia. Saat mulai memasuki pelataranku, ku lihat semangat yang berkobar terlihat dari raut wajah mereka. Aku mulai diduduki oleh prajurit berkulit coklat pada pertengahan tahun 1947.

[caption caption="prasasti"]

[/caption]
Lalu ketika kau memasukiku melalui gerbang utama, kau akan menemukan prasasti yang isinya menyatakan bahwa aku adalah basis batalyon IV yang mempunyai tugas amat penting bagi negara tercinta ini. Salah satu tugas mereka adalah mempertahankan kota Surakarta. Di dalamku pernah dilakukan diklat-diklat untuk mempertahankan kota ini. Diklat para pelajar dan laskar Putri Indonesia Surakarta pernah diselenggarakan disini. Presiden pertama negara ini yaitu Ir.Soekarno pernah datang mengunjungiku, selain itu Panglima Besar Jendral Soedirman juga pernah mengunjungiku. Aku sangat senang ketika mereka dapat memberikan sesuatu untuk negara ini.

[caption caption="bagian dalamku sudah rata dengan tanah"]

[/caption]
Tetapi pada tahun 1980-an aku mulai ditinggalkan, aku terbengkalai. Semak belukar yang tinggi seolah ingin menelanku bulat-bulat agar tidak terlihat lagi oleh orang yang ingin mengunjungiku. Tembokku kemudian mulai mengelupas tidak tahan terkena goresan alam. Pohon-pohon tumbuh dengan lebat seolah ingin menyembunyikanku dari hiruk pikuk kota. Yang paling menyakitkan bukan goresan-goresan dari alam, tetapi dari manusia yang mengaku memilikiku. Sakit mendengarnya, memiliki seperti apa jika mereka menghancurkan seluruh bangunan rata dengan tanah di dalam tubuhku. Memiliki itu tidak menghancurkan, aku ini masih bisa memberikan yang terbaik untuk negara dimana aku didirikan. Aku bahkan lupa pada tahun berapa bagian dalam ku dihancurkan rata dengan tanah. Ah mungkin aku sudah terlalu tua untuk mengingat hal semenyakitkan itu. Ku pikir sebagian manusia ini memang serakah, wacana aku akan dihancurkan rata dengan tanah membuatku miris, sengketa dan tukar guling sudah sering kudengar. Menyakitkan lagi ketika sebagian dari mereka berkata bahwa aku akan dihancurkan untuk dibangun hotel. Ah mereka tidak tahu bahwa aku ini saksi sejarah, yang mereka tau hanyalah uang uang dan uang. Belum lagi kabar mengenai keangkeranku mulai tersebar, padahal aku tidak pernah menakuti mereka, aku hanya menyimpan beberapa rekaman alam yang pernah terjadi disini. Hal-hal mistis yang beredar tentang ular besar, hantu dan berbagai gangguan yang kasat mata membuat orang semakin menjauhiku. Hanya para homeless yang mau mendatangiku itupun dengan satu tujuan yaitu berteduh. Para homeless ini ternyata membuatku semakin kumuh dan enggan dikunjungi. Sebagian dari mereka juga merasa memilikiku sehingga ketika ada orang datang akan mereka usir. Aku hopeless, merasa bahwa penantianku untuk dipugar adalah sia-sia.

[caption caption="rumput di dalam benteng"]

[/caption]
Kisahku ini ternyata didengar oleh masyarakat yang masih peduli denganku, hingga akhirnya suara mereka sampai kepada pak walikota. Kemudian mereka bersama walikota Solo saat itu Ir.H.Joko Widodo bergandengan tangan memperjuangkanku menjadi bangunan cagar budaya pada bulan November 2012. Perjuangan itu berhasil tetapi belum semua tanah menjadi milik pemerintah kota Surakarta. Masih ada orang-orang serakah yang menginginkan kehancuranku karena tanah ini ingin mereka gunakan untuk lahan bisnis. Mereka masih mempermasalahkan tanah dimana aku berdiri melalui jalur hukum sampai sekarang.

[caption caption="vastenburg dengan cat putihnya"]

[/caption]
Pada tahun 2014 atas perintah dari walikota, pemugaran mulai dilakukan. Pengecatan di tubuhku yang masih tersisa dengan warna putih membuatku terlihat bersih dan kokoh. Selain itu semak belukar dan rumput juga dibersihkan. Para homeless juga sudah tidak ada lagi disini. Sekarang beberapa festival sering diadakan di dalam tubuhku dan gerbang depan dibuka untuk masyarakat umum. Tetapi ada satu homeless yang membuat gubug di dekat gerbang belakangku, sebenarnya aku tidak suka karena membuat kotor. 

Aku tidak mempermasalahkan mengenai kambing yang kadang berlarilari di dalam lapangan karena mereka tidak menyakitiku, tetapi aku tidak suka dengan penggembala kambing yang selalu menakuti orang-orang yang ingin mengetahui sejarahku lebih dalam lagi. Penggembala itu selalu bilang bahwa aku milik perorangan, rasanya sedih mendengar dia bercerita kepada orang yang datang. Padahal aku yakin dia bisa disogok dengan sebungkus rokok, tapi aku tidak mau setiap orang yang datang nyogok kepada penggembala kambing.

Perjuanganku untuk bertahan belum berhenti hingga saat ini meskipun negaraku tercinta sudah merdeka sejak tahun 1945. Di usia negaraku tercinta yang ke 71 aku berharap bahwa aku tidak akan terbengkalai lagi dan banyak digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang berguna. Dirgahayu Republik Indonesiaku yang ke 71,walaupun bendera Indonesia di gerbang depanku sudah usang tetapi aku masih berharap semoga semakin banyak yang memperhatikan bangunan cagar budaya, karena aku masih bisa berguna untuk negara ini.

With love

Fort Vastenburg Surakarta

 

 

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun