Lebaran dan liburan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan ketika sebagian besar orang merayakannya. Lebaran kali ini kami mudik ke tempat yang berubah wajahnya dari desa biasa menjadi sebuah desa wisata. Desa wisata itu bernama Kalibiru yang terletak di desa Hargowilis kecamatan Kokap, Kulon Progo.
Dulu saya selalu menantikan lebaran di Kalibiru karena suasananya yang sangat khas. Masjid mengumandangkan takbir dan anak-anak mulai berkumpul di malam hari untuk takbir bersama. Orang dewasa atau orang tua mengunjungi orang yang disebuh “pak kaum” untuk memberikan amplopan yang kata nenek saya disebut fitrah. Gema takbir rasanya menyejukkan hati tetapi malam ini saya tidak merasakan kesejukkan hati yang biasanya saya dapatkan.
Pada hari H biasanya setiap orang yang masih bisa ke masjid, berkumpul di masjid bahkan kadang masjid sampai penuh ketika akan melaksanakan sholat idulfitri. Tapi kali ini masjid tidak terasa penuh sampai ke samping halaman masjid. Ada fenomena apa? Padahal lebaran kali ini pemerintah mengumumkan hari raya jatuh pada tanggal 6 Juli 2016, tidak ada perbedaan antara satu kelompok dengan yang lain. Biasanya setelah sholat idulfitri, banyak orang datang bersilaturahmi dari rumah ke rumah tetapi saat ini tinggal sedikit orang saja yang melakukannya.
Jumlah pengunjung yang banyak ini membuat petugas wisata alam sangat sibuk, membuat pemilik warung-warung makan juga ikut sibuk dan akhirnya penjualan makanan/minuman meningkat. Sebagian besar warga senang jika tempat wisata ini dibilang “rame” tetapi ada suatu hal yang menggelitik di relung hati saya yaitu sampah yang dibuang sembarangan di sepanjang jalan menuju daerah wisata.
Warga yang memiliki warung sudah menyediakan tempat sampah bahkan saudara saya yang membuka kantong parkir pun menyediakan tempat sampah agar para pengunjung membuang sampahnya di tempat sampah yang telah disediakan. Untuk tempat sampah di kawasan wisata sudah disedaiakn juga dan petugas kebersihan sering terlihat beberapa kali memeriksa sampah dalam sehari.
Kami berusaha untuk menjaga lingkungan kami bebas dari sampah karena hijaunya pepohonan dan rumput di sekitar tidak boleh ditambah dengan sampah plastik atau botol bekas. Akan terlihat sangat tidak menarik ketika pinggir jalan banyak sampah tercecer. Sampah adalah tanggung jawab masing-masing individu bukan tanggung jawab petugas kebersihan.
Petugas kebersihan hanya orang yang membantu kita membersihkan lingkungan dari sampah tapi bukan orang yang full 100% menjaga kebersihan lingkungan kita dari sampah. Masyarakat sekitar dan pengunjung wisata alangkah baiknya bekerjasama mengenai sampah yang merupakan tanggung jawab individu agar tempat wisata ini tidak ternodai oleh adanya banyak sampah. Ketika wajah sebuah desa berubah menjadi desa wisata alangkah baiknya jika semuanya dijaga yang dimulai dari hal kecil yaitu mengenai “membuang sampah tidak boleh sembarangan”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H