Mohon tunggu...
Niken MS
Niken MS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia

Suka menulis dan membaca, itulah saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Legenda Jembatan Sewo Saedah dan Saeni di Indramayu

14 Oktober 2021   12:30 Diperbarui: 14 Oktober 2021   12:34 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Legenda Jembatan Sewo Saedah dan Saeni di Indramayu

Mungkin terdengar asing di telinga kalian tentang legenda Saedah dan Saeni ini.

Namun, legenda ini berkaitan dengan Jembatan Sewo dan para penyapu koin di jembatan itu. Jembatan sewo sendiri mungkin sudah ada beberapa yang tahu. Jembatan ini dilintasi untuk tujuan ke Cirebon, Subang-Indramayu.

Saedah dan Saeni adalah dua orang kakak adik yang hidup dalam garis kemiskinan. Mereka hidup bersama ayah dan ibu tirinya. Suatu ketika, sang ibu pergi ke pasar dan memberi amanah kepada mereka berdua agar tidak memakai beras dan uang yang ada di rumah. Namun, karena Saedah dan Saeni kelaparan, mereka memasak beras tersebut. Sampai akhirnya ibu tirinya tahu dan memarahi mereka. Saedah dan Saeni tidak terima dimarahi, hingga akhirnya mereka berdua memutuskan pergi dari rumah.

Akan tetapi, niat mereka berdua untuk pergi dari rumah terhalangi karena sang ibu berpura-pura minta maaf dan berniat mengajaknya pergi jalan-jalan. Padahal, sang Ibu ingin membuang Saedah dan Saeni. Saat mereka jalan-jalan, malam pun tiba. Mereka bertiga masuk ke dalam hutan. Dan sang Ibu beralasan ingin mencari kayu, kemudian sang Ibu meninggalkannya di hutan. Ada juga yang mengatakan, mereka meninggal dan salah satunya berubah menjadi buaya karena telah melakukan perjanjian ritual dengan buaya putih.

Kisah Saedah dan Saeni lah yang melatar belakangi adanya penyapu koin di Jembatan Sewo. Ada yang menyebut juga, bahwa ritual tebar koin ini untuk memberi saweran pada Saedah dan Saeni karena dulunya mereka berdua selalu mementaskan seni Ronggeng. Sekarang, kisah ini masih terus teringat di telinga masyarakat di sekitar sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun