Asupan anak perlu diperhatikan bukan hanya di rumah tetapi juga di Sekolah. Jajanan memberikan kontribusi rata-rata asupan energi sebesar 13,2% (Hapsari, et al., 2013). Menurut data penelitian Jauhari (2022) terdapat 78,9% siswa memiliki kebiasaan jajan di sekolah dengan frekuensi 2-4x dalam sehari. Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM menunjukkan Terdapat 872 kasus keracunan pada anak di Indonesia dan sebanyak 7,63% disebabkan oleh Makanan. Terdapat 872 kasus keracunan Jajanan ini bisa berupa jajanan kaki lima ataupun kantin sekolah. Menurut data penelitian Nuruzzaman et al (2016) pemilihan jajanan yang salah juga dapat berdampak pada kesehatan dan menimbulkan beberapa penyakit seperti tifus, dan diare. Anak yang memiliki kebiasaan jajan sembarangan berisiko 3 kali lebih besar dibandingkan anak yang jarang jajan. Â Â
Banyak hal yang mempengaruhi keputusan anak untuk memilih jajanan, salah satunya peran orang tua dan tingkat pengetahuan anak. Pengetahuan anak menjadi faktor yang essensial dalam hal ini dikarenakan memiliki dampak yang besar dalam keputusannya dalam memilih makanan. Anak yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi memiliki tingkat kehati-hatian yang lebih besar. Berdasarkan penelitian Fitiyah (2019) didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan perilaku konsumsi jajanan sehat pada anak SD. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Febriyanto (2016) menyatakan hal yang sama, bahwasannya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kebiasan mengonsumsi jajanan.
Dibutuhkan berbagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan siswa mengenai jajanan sehat, salah satunya dengan melakukan edukasi gizi. Menurut data penelitian, edukasi gizi dapat memberikan pengarih yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Briawan (2016) praktik memilih jajanan sehat terdapat peningkatan sebesar 7,4% sikap siswa dalam memilih jajanan setelah dilakukannya intervensi edukasi gizi mengenai jajanan sehat. Hal ini diperkuat dengan hasil review dari 10 artikel menunjukan bahwa edukasi gizi berpengaruh pada pengetahuan anak terhadap jajanan sehat, 6 artikel diantaranya menyatakan adanya pengaruh antara edukasi jajanan sehat dengan peningkatan sikap dalam memilih jajanan (Amira, et al., 2016).
Faktor lain yang juga memiliki pengaruh besar adalah peran orang tua. Orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap proses tubuh kembang dan pembentukan karakter anak. Banyak hal dan keputusan anak yang didasarkan pada perintah ataupun larangan dari kedua orang tua. Orang tua merupakan sosok yang paling dekat dengan anak, selain memberikan aturan orangtua juga paling memiliki peran yang sangat besar dalam mengawasi dan menentukan makanan yang hendak dikonsumsinya. Â Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akbar, H, et al., (2021) menyatatakan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua dengan sikap anak usia Sekolah Dasar (SD) dalam memilih jajanan sehat. Dalam penelitian tersebut dijelaskan sebesar 34,9% orang tua yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai jajanan sehat dan berperan sangat baik dalam menentukan jajanan yang dikonsumsi anaknya. Sedangkan 15,5% diantaranya memiliki pengetahuan yang baik namun kurang bijak dalam menentukan jajanan untuk anaknya. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua yang memiliki pengetahuan tinggi dapat menentukan jajanan yang baik bagi anaknya.
Dalam memilih jajanan sehat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah kebersihan pedangang. Higiene dan sanitasi pedagang dapat menjadi salah satu pertimbangan utama apakah jajanan tersebut layak dikonsumsi atau tidak. Pasalnya pedagang berperan dalam proses pembuatan jajana mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, bahkan pemasaran. Sebagai konsumen tentunya kita memiliki keterbatasan untuk melihat langsung bahan baku yang dipilih pedagang. Menurut hasil penelitian rizky (2019), terdapat cemaran bakteri salmonella sp. yang ditemukan pada jajanan sekolah. Menurut hasil penelitian lain menunjukkan 50% pedagang tidak memenuhi syarat dalam pengolahan, 32,5% tidak memenuhi syarat dalam peralatan yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1096/Menkes/Per/VI/2011. Dari sampel tersebut saat diuji laboratorium ditemukan 13 jajanan positif mengandung salmonella sp. (Rulen,B, T, et al., 2022). Maka dari itu ada beberapa hal yang bisa kita amati mulai dari proses pengolahan sampai pemasaran.
Salah satu hal yang dapat kita waspadai adalah memilih jajanan yang dijual dipinggir jalan. Debu jalanan mengandung banyak kuman dan bakteri yang membahayakan Kesehatan. Makanan yang dijajahkan di pinggir jalan tanpa ditutup dapat tekontaminasi dengan debu dan bakteri sehingga tidak memenuhi standar hygiene dan sanitasi yang baik. Selain itu konsumen juga harus memperhatikan minyak yang digunakan, jika minyak sudah hitam dan tidak layak dikonsumsi (warnanya hitam dan kental) sebaiknya tidak tipilih, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti batuk, radang tenggorokan, dan alergi pada anak.
Konsumen juga harus mewaspadai bahan tambahan pangan yang digunakan oleh pedagang. Banyak bahan tambahan pangan berbahaya terdapat pada jajanan anak SD yang dilakukan oleh oknum pedagang nakal. Bahan tambahan pangan berbahaya yang kerap kali ditemukan yaitu boraks, formalin, rhodamine b, dan methalin yellow. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wariyah et al (2013) menunjukkan jajanan anak sekolah yang diedarkan terindikasi mengandung sodium benzoate, asam sorbat, sodium siklamat, dan borax. Jika kandungan bahan-bahan tersebut masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati, ginjal dan memicu penyakit kanker.
Ada beberapa ciri jajanan yang tidak sehat menurut kemenkes (2018) menyebutkan beberpa ciri jajanan tidak sehat dan harus dihindari diantaranya berwarna indah mencolok, kental awet menyolok, terlalu gurih dan terlalu manis. Jajanan yang berwarna indah mencolok dapat menjadi kewaspadaan indikasi bahwa jajanan tersebut menggunakan pewarna buatan seperti bahan-bahan yang sebelumnya disebutkan, yaitu bahan pewarna yang berbahaya (boraks, formalin, rhodamine b, dan methalin yellow). Kental dan awet dapat menjadi kewaspadaan bahwa jajanan tersebut menggunakan bahan pengawet buatan yang berbahaya (sodium benzoate, asam sorbat, sodium siklamat, dan borax). Jajanan yang terlalu manis dan meninggalkan kesan pahit diakhir dapat menjadi kewaspadaan bahwa jajanan tersebut menggunakan pemanis buatan, sedangkan rasa asin mengindikasikan kadar garam yang tinggi ataupun penggunaan msg.
Makanan yang terlalu manis dan gurih juga dapat meningkatkan risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) pada anak, salah satunya Diabetes Mellitus (DM). berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa pada tahun 2023 kasus diabetes anak di indonesia sebanyak 1.645 anak menderita Diabetes Mellitus (DM) di indonesia. Angka tersebut meningkat 70 kali lipat  jika dibandingkan data pada tahun 2010.  Prevalensi tersebut ditemukan lebih banyak diderita pada anak perempuan disbanding anak laki-laki. Anak perempuan yang menderita DM sebanyak 59%. Salah satu penyebab tingginya lonjakan angka tersebut adalah karena gaya hidup serta pola makan anak yang tidak sehat. Kebiasaan anak mengonsumsi makanan yang manis, asin, dan gurih berlebihan menjadi salah satu penyebabnya. Oleh karena itu memperhatikan jajanan yang akan dikonsumsi anak perlu pemantauan orangtua secara berkala.
Â
Referensi:
Akbar, H., Alexander, N., Paundanan, M., & Agustin, A. (2021). Hubungan pengetahuan dengan sikap orang tua dalam memilih jajanan sehat pada siswa di SDN 1 Upai Kecamatan Kotamobagu Utara. Promotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(1), 24-29.
Amira, K. A., & Setyaningtyas, S. W. (2021). Pengaruh Edukasi Gizi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Anak Sekolah Dasar dalam Pemilihan Jajanan Sehat: Literature Review. Media Gizi IndonesiaÂ
Briawan, D. (2016). Perubahan pengetahuan, sikap, dan praktik jajanan anak sekolah dasar peserta program edukasi pangan jajanan. Jurnal gizi dan pangan, 11(3), 201-210.
Fitriyah, S. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Konsumsi Jajanan Sehat di SD Negeri Margadadi III. Seri Ilmu-Ilmu Alam Dan Kesehatan, 3(1), 23-27.
Wariyah, C., & Dewi, S. H. C. (2012). Penggunaan pengawet dan pemanis buatan pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) Di Wilayah Kabupaten Kulon Progo-DIY. Agritech, 33(2), 146-153.
Hapsari, R. N., Muwakidah, S., & Rustiningsih, S. K. M. (2013). Kontribusi Makanan Jajanan terhadap tingkat Kecukupan Asupan Energi dan Protein Pada Anak Sekolah yang Mendapat PMT-AS Di SD Negeri Plalan 1 Kota Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Mukhammad, A.B.F. 2016. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Konsumsi Jajanan di Mi Sulaimaniyah Jombang. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1).
Nuruzzaman, H., & Syahrul, F. (2016). Analisis risiko kejadian demam tifoid berdasarkan kebersihan diri dan kebiasaan jajan di rumah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1), 74-86.
Rulen, B. N., Subarniyanti, T., & Fitria, E. (2022). Gambaran Higiene Sanitasi Jajanan Gorengan Dan Kandungan Bakteri Salmonella Sp. Di Kota Pekanbaru. Jurnal Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan, 3(1), 30-35.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H