"Aah, apa benar yang dikatakan lelaki ini? Mereka terlihat sangat muda. Wajah mereka sangat lugu. Seperti wajah anak SMA yang penurut. Bukan tampang anak pembangkang,"batinku.
"Kalau pagi mereka kerja di pabrik. Kerja sebagai karyawan pabrik gitu,"
Kami memperhatikan laki-laki ini sesaat.
Wajahnya serius. Â Terlihat kalau ia tak berbohong.
"Kalau sudah habis Isya gini...ya seperti itu...nunggu pelanggan,"
Aku dan temanku saling pandang. Kedua alis temanku terangkat. Wajahnya terlihat terkejut. Seperti ingin penjelasan.
Wajar kalau dia kaget. Aku belum membeberkan dengan gamblang dia sedang kuajak apa saat ini. Tadi aku cuma bilang, ngaku saja kita sedang mengerjakan tugas Sosiologi.
Dia tak berbohong sewaktu dia bilang mahasiswa. Memang dia masih mahasiswa. Dia hanya berbohong mengatakan ini tugas kuliah. Faktanya bukan. Dia belum lulus. Skripsinya masih mau sidang. Aku memaksanya menemaniku ke sini.
"Nah, itu!"
Kami kembali mengikuti arah telunjuknya.
"Laki-laki yang baru datang itu mucikarinya!"
Mataku membesar. Mencoba mengamati laki-laki yang baru datang mengendarai motor itu. Tak terlihat wajahnya. Ia tak melepas helmnya.