Mohon tunggu...
Nike Nailul Author
Nike Nailul Author Mohon Tunggu... Lainnya - Jadi pribadi yang lebihbaik? Semoga saja:')

membaca adalah dunia kedua saya, dan semoga kedepannya tulisan saya kelak menjadi dunia baru bagi semua orang yang membacanya. _nai.a10

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Ekonomi Syariah pada Masa Kini

30 November 2022   22:49 Diperbarui: 30 November 2022   23:14 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Salah satu masalah Hukum Ekonomi Syari'ah yang viral

Saya angkat dari segi muamalah yang pernah bahkan sering terjadi pada masyarakat yaitu 'SENGKETA WARIS' 

Kasus bermula ketika seorang ibu bernama Kalsum kehilangan suaminya yang meninggal dunia. Dia mendapat warisan berupa tanah seluas 4.000 meter persegi. Tanah itu lalu dijual oleh anak semata wayangnya yang bernama Mahsun senilai Rp240 Juta. 

Dari hasil penjualan, Mahsun hanya memberi sepeda motor senilai Rp15 juta kepada Kalsum. Pada suatu saat, sepeda motor itu lalu dipinjamkan Mahsun ke sanak saudara yang lain. Dengan kata lain, sepeda motor pemberian Mahsun tidak hanya dipakai oleh Kalsum saja. 

Tetapi, BPKB masih dipegang Mahsun. Mahsun tidak terima ketika sepeda motor pemberiannya dipakai sanak saudara lainnya. Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah, NTB AKP Priyo Suhartono mengatakan Mahsun meminta kembali sepeda motor tersebut. Mahsun lalu melaporkan sang ibu, yakni Kalsum ke kepolisian. Namun Polres Lombok Tengah dengan alasan kemanusiaan memilih penyelesaian secara kekeluargaan.

Hingga kemudian, Kalsum melaporkan Mahsun ke kepolisian. Pengacara Kalsum, Anton Hariawan mengatakan kliennya tidak diberikan uang hasil penjualan tanah sesuai dengan tatanan ilmu faraid atau pembagian warisan. Mestinya, Kalsum mendapat setengah dari nilai harta suaminya.

Alih-alih memberikan uang ke ibunya dari hasil penjualan tanah sesuai pembagian warisan, Mahsun justru meminjam lagi uang sebesar Rp15 juta. "Uang itu pun diminta kembali oleh Mahsun dengan alasan beli motor," ucap Anton. Kalsum, sang ibu, lantas melaporkan Mahsun ke kepolisian terkait dugaan pelanggaran tindak pidana penggelapan harta warisan. Berkaitan dengan pembagian harta warisan, Anton juga berencana untuk melanjutkan perkara ini ke ranah perdata.

Selain itu, Mahsun juga dilaporkan terkait dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Itu dilakukan karena Mahsun diduga sempat mencemarkan nama baik di media online. Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) bakal menerapkan konsep restorative justice dalam menindaklanjuti kasus pembagian warisan itu. Kasus tersebut tidak akan diusut dengan kaca mata hukum saja.

2. Kaidah hukum yang terkait dengan kasus yang diangkat 

Kaidah hukum yang terkait dengan sengketa waris yakni perintah Allah yang terdapat dalam Al-Qur'an yang salah satunya termaktub dalam surat an-Nisa ayat 11. Juga dalam beberapa hadis Rasul yang diriwayatkan oleh para sahabat-nya, serta hasil dari ijma' para sahabat setelah berpulangnya sang Rasul, dan pengqiyasan para ulama dalam memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan perkara-perkara waris yang terus bermunculan dalam hukum Islam.

3. Norma hukum yang terkait dengan kasus yang diangkat

Salah satu norma hukum yang terkait dengan sengketa waris yakni bahwa pada dasarnya menurut Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang berhak menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau isteri yang hidup terlama.

4. Aturan hukum yang terkait dengan kasus yang diangkat

Aturan hukum yang terkait dengan sengketa waris banyaknyaa terdapat pada hukum islam dimana pembahasannya meliputi hak-hak waris, pewaris, yang diberi warisan dan lain sebagainya. Adapun salah satu contoh aturannya yakni perihal pembagian harta warisan baik menyangkut siapa ahli waris dan berapa bagian masing-masingnya Al-Qur'an telah menjelaskan secara rinci dan jelas yaitu pada surat an-Nisa ayat 11, 12, 13 dan 179. 

Ayat-ayat tersebut membahas perihal pola pembagian harta warisan antara anak laki-laki dan perempuan. Di dalam surat an-Nisa ayat 11, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:  yang artinya "Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.

Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan).

Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. 

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 11).

5. Pandangan aliran positivism dan sosiological jurisprudence dalam menganalisis kasus yang diangkat 

Pandangan Aliran Positivism, mengenai permasalahan sengketa waris yang sering terjadi pada masyarakat umum tersebut, aliran positivism berpendapat bahwa hak-hak yang tertulis pada Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) harus dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan aliran ini sangat berpatokan dan menjunjung tinggi hukum yang tertulis dan menganggap tidak ada norma hukum daripada selainnya atau diluar hukum positif tersebut.

Pandangan Sosiological Jurisprudence, dikarenakan aliran Sosiological Jurisprudence menganut paham hukum yang baik adalah hukum yang berlaku di masyarakat, maka perkara sengketa waris ini diserahkan kembali pada hukum yang ada pada daerah atau yang dilakukan oleh masyarakatnya masing-masing. Hal tersebut dikarenakan bahwa sengketa waris juga berkaitan dengan hukum adat yang berlaku pada masing-masing perorangan yang melaksanakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun