Mohon tunggu...
Nikelaksmana
Nikelaksmana Mohon Tunggu... -

Girly but I like adrenaline sport

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Presiden Quick Count, Belum Tentu Presiden RI

10 Juli 2014   04:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:48 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini merupakan hari yang sangat bersejarah untuk Indonesia. Hari ini merupakan hari dimana rakyat Indonesia memilih calon pemimpin baru yang akan memerintah periode 2014-2019. Lembaga-lemaba survey pun berlomba-lomba menghitung suara yang biasa kita kenal dengan sebutan Quick Count atau Hitung Cepat

Quick Count adalah proses hitung cepat yang dilakukan lembaga-lembaga survey dengan mengambil sampel dari sejumlah TPS di seluruh Indonesia Lembaga survey paling banyak mengambil 5% dalam Quick Count. Total jumlah TPS Pilpres 2014 sebanyak 479.183 TPS, Quick Count paling banyak pakai sampel 5%, yaitu 23.959 TPS.

Melihat ketatnya hasil Quick Count, validitas Quick Count baru bisa lebih dipastikan kalau suara sudah masuk 95% ke atas. Selain itu, Margin of Error Quick Count itu rata2 paling besar adalah 3%. Jadi, bisa dibilang hasil Quick Count tidak bisa dijadikan pedoman untuk menentukan siapa yang memenangkan Pilpres 2014.

Salah satu contohnya yaitu hasil Quick Count Kompas adalah Prabowo Hatta 47% dan Jokowi JK 53%. Jadi kalau berdasarkan margin error 3% berarti belum ada pemenang karena masih ada kemungkinan imbang karena kalau margin of error 3% itu artinya, ketika si A 47%, memiliki range 44 - 50%, sedangkan si B 53% itu range 50 - 56%.

Quick Count Kompas selanjutnya suara masuk sudah 92%, Prabowo Hatta 48% dan Jokowi JK 52%. Selisih ke 50% hanya 2%. Prabowo Hatta 48%, rangenya 45 - 51% dan Jokowi JK 52%, rangenya 49 - 55%. Menariknya, Megawati langsung mengklaim Jokowi JK menang dalam konferensi pers. Sebenanya sih sah-sah saja jika PDI-P sudah mengklaim menang, tetapi dengan margin of error 3%, jangan kaget hasil bisa berbalik di KPU.

Lain halnya kalau hasil Quick Count sudah masuk suara 100% dan selisih perolehan suara ke batas tengah (50%) sudah minimal 3,1%. Misalkan, suara sudah masuk 100% dan Jokowi JK dapat 53,1% ke atas, itu boleh klaim menang. Masalahnya, klaim menangnya PDIP dilakukan saat suara masuk masih 80%.

Klaim menangnya PDI-P ini seperti ingin menggiring isu bahwa ada kecurangan jika hasil di KPU berbeda. Padahal penghitungan suara yang resmi dan valid itu dari KPU bukan Quick Count yang memiliki margin of error 3%. Kubu Jokowi JK seperti menganggap bahwa KPU tidak valid dan Quick Count adalah yang valid. Mendadak KPU akan dianggap tidak kredibel jika mengeluarkan hasil yang berbeda.

Perlu diperhatikan lagi bahwa Quick Count menggunakan sampel TPS bukan seluruh TPS. Contohnya, LSI (Lingkaran Survei Indonesia) yang menggunakan 2.000 TPS dalam Quick Count yang artinya 0,4% dari total 479.183 TPS. Quick Count juga memiliki margin error sampai 3%.

Hasil terbaru dengan selisih terbesar sekarang dari lembaga-lemaba survey adalah Prabowo Hatta 47,5% dan Jokowi JK 52,5%. Berdasarkan range error 3%, berarti hasil dari KPU ada 2 kemungkinan. Pertama yaitu hasil dari KPU adalah Prabowo Hatta 44,5% dan Jokowi JK 55,5%. Kedua yaitu hasil dari KPU adalah Prabowo Hatta 44,5% dan Jokowi - JK 55,5%. Jika hasil dari KPU merupakan yang pertama, kubu Jokowi JK pasti akan menganggap sah dan jika hasil dari KPU merupakan yang kedua pasti akan dianggap curang. Padahal hasil dari KPU merupakan hasil yang paling valid, tetapi jika KPU mengeluarkan hasil yang berbeda dengan Quick Count pasti akan dianggap ada kecurangan.

Klaim dari Megawati yang menyatakan Jokowi JK menang itu mirip dengan klaim yang juga dilakukannya pada Pemilu 2004.

14049153601981000103
14049153601981000103

Situasi tersebut sangat mirip dengan yang sekarang. Ketika Megawati sudah mengklaim dirinya bersama Hasyim menang berdasarkan hasil Quick Count dan ternyata hasil dari KPU memutuskan bahwa SBY-JK merupakan pemenangnya.

Satu yang dikhawatirkan adalah klaim kemenangan Jokowi JK berdasarkan Quick Count ini bisa menggiring masyarakat kepada isu adanya kecurangan yang berpotensi ke arah terjadinya kerusuhan jika hasil dari KPU tidak sesuai degan Quick Count. Ada unsur provokasi di dalam klaim tersebut karena jika hasil KPU berbeda, maka masa pendukung Jokowi JK akan berfikir bahwa ada kecurangan dan berpotensi melakukan protes berbentuk aksi anarkisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun