Ahjumma dan Ajusshi keduanya sama saja, (kecuali yang kelihatannya mereka teman sebayaku cewek dan cowok. Aku hampir tidak pernah sejauh ini menyapa mereka seperti yang kulakukan kepada Ahjumma dan Ajusshi. Aku tidak mau kecewa karena tidak direspon balik oleh mbak-mbak Korea. Dan kepada mas-mas ganteng korea, maaf aku takut jatuh cinta). Lalu adakah yang tidak menyambut baik? Ada dong. Jadinya aku senyam-senyum sendiri sama angin.
Terkadang juga, Ahjumma-Ahjusshi tidak segan mengajakku bicara dengan kecepatan tinggi yang membuat aku keteteran memahami maksud mereka. Yang sampai saat ini masih aku ingat kebaikan mereka adalah, aku dan temanku pernah pulang dari pasar terjebak hujan. Lalu kami berdua berteduh di depan sebuah toko. Dan tidak menyangka Ahjussi pemilik toko meminjami kami 2 payung. Terimakasih banyak Ahjussi!
Satu lagi, waktu itu peralihan dari musim gugur ke musim dingin. Kami bertiga yang masih belum menguasi situasi lapangan malam itu, pergi ke luar tanpa pakaian hangat. Masih ingat, tangan kami memerah serasa memegang bongkahan es batu besar dari kulkas.
Tidak dinyana, muncul 2 Ahjumma dari belakang kami. Mungkin mereka amat peka melihat kami yang saling memasukkan tangan ke dalam saku, satu sama lain, berbagi kehangatan. Kami benar-benar menggigil. Dan tidak dinyana juga, salah satu Ahjumma memberikan kami 2 (dua) hotpack (=kantung persegi, di dalamnya terdapat butiran-butiran seperti pasir. Hotpack akan mengeluarkan panas jika diremas dan akan bertahan selama 3-4 jam). Huhuhu, terharu.
Ya, jadi teman-teman. Sebenarnya aku ingin bercerita bahwa semua penilaian negatif orang-orang yang kudengar sebelum keberangkatan (diatas) itu benar.
Orang korea rasis terhadap orang Asia Tenggara? Sementara ini jawabanku, iya benar. Kemarin banget, aku berbincang dengan teman asrama cewek dari Vietnam. Dia mahasiswa S1 semester akhir di Universitas kota Busan yang sama denganku dan artinya dia telah 3,5 tahun belajar sekelas dengan Orang Korea. Ini kali kedua aku mendengar cerita dari teman Vietnam bahwa selama kuliah sekelas dengan orang Korea, orang Korea tersebut tidak begitu ingin dekat dengan orang asing.
Menjalin pertemanan dengan mereka amat sulit karena mereka lebih suka bergerombol dengan sesama orang Korea, kecuali untuk proyek tugas kelompok. Tapi sebaliknya, Orang Korea terlihat memiliki tendensi untuk senang berteman dengan orang-orang dari Negara Eropa dan Amerika, katanya.
Orang Korea memandang aneh orang berhijab? Jawabannya juga iya. Ini pengalaman pribadi yang tidak mungkin Aku lupa seumur hidup. Beberapa bulan lalu, aku potong rambut. Aku sangat excited karena bakal merasakan bagaimana untuk pertama kalinya potong rambut di Salon Korea. Kalau melihat gaya rambut muda-mudi Korea yang keren, aku jadi tidak memerdulikan seberapa mahal biayanya dibandingkan di kampung halaman. Untuk sebuah pengalaman dan hasil yang bagus, aku tidak akan perhitungan. Tapi, siapa yang mengangka bahwa aku malah mendapat penolakan dari bebarapa salon yang aku datangi.
Aku datang bersama seorang temanku yang juga berhijab. Kami juga datang dengan Bahasa Korea yang sudah cukup baik untuk memahami apa yang mereka katakan. Tapi 2 (dua) salon yang kami datangi menolak. Salon pertama, menolak dengan alasan itu hanya untuk Pria. Oke, kami bisa menerima itu, sebab yang bertugas memang seorang laki-laki, lalu kami pergi darisana dan mencari salon khusus Wanita. 1x ditolak, tidak masalah bukan?
Kami merasa ada yang tidak beres Ketika kami juga mendapat penolakan dari salon ke-2 yang kami datangi. Jawaban mbak salonnya hanya “an dwae yo (=ngak bisa)”, tanpa alasan. Padahal salon itu buka dan sedang melayani seorang pelanggan. Bagaimana kami tidak bertanya-tanya?
Saat itu pukul 2 siang. Cuacanya sangat panas tidak biasanya. Ditambah panasnya hati ini karena menyimpan tanya yang tak tahu cara mencari jawaban, maka kami memutuskan untuk menuju salon ke-3 yang berlokasi paling dekat dengan asrama, sekalian pulang. Dan kami telah membuat rencana untuk menanyakan alasan apabila kami mendapat penolakan lagi. Tapi sayang, salon itu tutup. Maka kami memutuskan langsung pulang ke asrama dengan perasaan yang tidak jelas.