Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Duality atau Terlalu Baperan?

25 Desember 2020   11:37 Diperbarui: 25 Desember 2020   11:42 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mataku terbuka. Mencoba fokus. Sayup-sayup mataku memandang, tempat ini tidak asing. Masih dalam sudut pandang yang sama. Masih dalam tata ruang yang sama. Oh aku ada di kamarku. Ternyata beberapa detik yang lalu hanya mimpi. Lagi-lagi dia muncul dalam alam ilusi.

"Semoga harimu menyenangkan dan sehat selalu."  

"Aamiin. Terimakasih. Begitu juga denganmu."

Tanpa komando, pikiranku langsung menuju pada momen perkenalanku dengan Amor. Lelaki dengan tatapan polos dan meneduhkan, berjiwa pemberani, dan humoris. Aku tidak bisa bohong bahwa aku tertarik padanya. Meski saat itu baru pertemuan yang ke-dua, tapi aku langsung tidak ragu untuk merespon virtual greetingnya. Aku tidak terlalu peduli darimana dia mendapat nomor WAku.

Diantara benci, rindu, dan rasa penasaranku, aku masih belum lelah untuk menemukan jawaban. Apa yang sebenarnya terjadi padanya. Mungkinkah benar dia seorang 'duality'? Sudah tepatkah sumber yang kudapatan ini kalau duality bisa disamakan dengan gangguan mental DID (Dissosiative identity disorder)? Atau aku sendiri yang terlalu cepat memberi nama. Heih. Mungkin benar,  aku terlalu sering mendengar istilah duality dari komunitas fandom.

society6.com
society6.com

"Zaya, kau disini juga?" 

"Hey, Amor. Iya aku sedang mencari buku ke-2 dari kisah inspiratif Mukhamad Ridwan yang sukses kuliah di Turki ituloh. Kamu sendiri sedang nyari buku apa?"

"Aku disini untuk nemenin kamu. Aku nyari kamu."

"Serius? Ada apa?"

"Iya serius. Nggak ada apa-apa sih. Aku hanya ingin di dekatmu. Mungkin sampai kamu keluar dari sini aku juga ikut keluar dan nemenin kemanapun kamu melangkah."

Pikiranku seperti telah terinstall PuTTY, hingga seseorang dari jauh dapat dengan mudah mengendalikan jalan pikiranku; untuk terus memikirkan dia, mengingat dia yang sampai detik ini belum kupahami mengapa bisa setiap hari menjadi pribadi yang berbeda. Benarkah ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Seperti bukan hal yang urgent untuk diselesaikan, tapi aku masih penasaran.

"What does duality of man mean? The intutitive and psychological confusing nature of mankind to be twofold. The state of being in two qualities, (Sifat membingungkan manusia yang intuitif dan psikologis menjadi dua. Keadaan berada dalam dua kualitas)."

Darimana lagi aku mencoba menggali informasi dengan cepat dan tepat kalau bukan dari mesin pencari. Syukurlah jaringan internet wifi tetanggaku sampai di kamarku hingga aku bisa dengan cepat search informasi melalui perangkat apapun yang kugunakan. Ternyata cukup rumit memahaminya. Istilah 'duality' yang berdiri sendirian, tidak cocok dengan makna kata yang kucari. Sehingga aku putuskan untuk menambahkan kata 'of man' dibelakangnya, supaya jelas yang kumaksud adalah istilah duality dari karakter seorang manusia. Bukan duality yang mengarah ke dualisme. Oh no, filsafat bukan makul favoritku.

"Zaya."

"Iya. Belum tidur?"

"Belum bisa tidur."

"Kenapa? Mikiran apa?"

"Mikirin kamu".

Aku juga tidak tahu mengapa aku belum lupa semua kata-kata manisnya itu. Bila dihubungkan dengan pernyataan dokter, katanya orang akan mudah lupa pada hal-hal yang dianggap kurang penting, atau pada saat terjadinya komunikasi, pikiran kita sedang tidak fokus. Jadi maksudnya aku selalu fokus saat bersamanya? Dan semua yang dikatakannya adalah penting bagiku?

"Selamat Malam, Amor."

"Hai, selamat malam juga, Zaya.

"Koq tumben sampai jam segini kamu tidak memberiku kabar? Kamu tidak rindu denganku?."

"Enggak".

Selesai tanpa respon lanjutan.

"DID disebut juga keribadian ganda. Kepribadian ganda adalah kondisi dimana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Umumnya disebabkan oleh pengalaman traumatis yang terjadi secara berulang-ulang di masa kanak-kanak."

Aku yakin ada yang salah dengan istilah yang kugunakan untuk memaknai perubahan sikapnya. Aku yakin sekali dia bukan pengidap DID. Aku cukup tahu siapa dia. Aku memang belum lama mengenalnya, tapi siapa dia dan latar belakang keluarganya sedikit sudah kuketahui. Tidak mungkin ada trauma masa kecil. Tambah tidak mungkin lagi kalau dia memiliki lebih dari dua kepribadian.

Lalu?

"Zaya, kamu berubah 270 derajat. Aku salah apa?"

"Kamu bilang aku yang berubah? Bukannya sebaliknya. Dari kemarin aku menunggumu. Kamu bilang ingin menelponku karena ada yang ingin kamu katakan. Tapi mana? Kamu malah tidak menghubungiku sama sekali seharian. Di kampus juga gitu. Kita bertemu, tapi kamu sama sekali tidak menyapaku. Aku salah apa? Bukankah jelas kalau kamu yang berubah?"

"Maafin aku, Zaya. Iya aku salah. Aku memang cuek. Aku sudah pernah bilang kan?"

"Kalau nyatanya kamu cuek, kenapa kemarin-kemarin kamu menaruh perhatian sama aku? Kamu mau menemaniku kemanapun aku pergi. Tak pernah ada hari kulewatkan tanpa kabarmu. Tapi sekarang kenapa berubah?"

"Iya, Zaya. Aku akan berusaha untuk memperbaiki kesalahanku. Besok kamu libur kan? Aku telpon beneran ya."

 Besok paginya....tanpa kabar.

Malam harinya...tanpa kabar.

Jam 20.30 ...masih tanpa kabar.

"Amor, kamu jadi menelponku?"

"Sepertinya tidak jadi."

"Oh, ya sudah."

Ucapan perpisahan satu bulan lalu yang kukatakan padanya juga masih jelas teringat. Aku sudah terlanjur mengatakan itu, yang sebenarnya sangat aku sesali sampai kini. Aku seperti terjebak dalam dua bongkahan batu yang hampir membelah. Keduanya akan sama-sama menyelamatkanku, namun tetap meninggalkan luka dimasing-masing pilihan. Bila aku tidak mengatakannya, maka aku akan terus terjebak dalam perasaan cinta dan harapan yang kuciptakan sendiri. Tapi bila aku mengucapkannya, kini aku mungkin akan kehilangan dia untuk selamanya. Lelaki pilihan yang kudamba dalam setiap untaian sholawatku.

Ah, mungkin karena aku sudah terlanjur menaruh harap padanya. Apa itu namanya? Baperan bukan? Siapa yang tahu bila beberapa waktu lalu dia hanya sedang melakukan percobaan menjadi sosok Dilanku di dunia nyata yang hanya hadir untuk menciptakan keromantisan sementara. Sebagaimana Milea yang hanya bahagia sesaat atas kehadiran Dilan dalam hidupnya. Akhirnya mereka tidak berjodoh bukan?

Tapi setidaknya Dilan tidak pernah sengaja menyakiti hati Milea dan sengaja membuatnya menyimpan berjuta tanya. Semua hanya tentang kesalahpahaman.

Lalu bagaimana dengannya?

Aku masih ingin tahu. Oleh karenanya saat ini aku masih sibuk mencari jawaban. Begitupun tentang 'duality', sepertinya aku sangat membutuh sosok ahli untuk mengartikannya dan untuk ketepatan penggunaan mengistilah ini untuknya.

Ah sudahlah, lebih baik aku kembali tidur saja. Ini masih terlalu petang untuk lanjut memikirkannya.

***

Hanya coretan Liburan H2,

Selamat Natal bagi yang merayakan.

Jepara, 25 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun