4. Pendekatan Religi. Ingin saya katakan bahwa pendidikan  inti yang diterapkan orang tua kami adalah pendidikan agama lebih utama dari ilmu umum. Istilah lainnya, beliau menyerahkan semua wawasan keilmuan umum (llmu keduniaan) kepada lembaga sekolah, dan kepada tingkat keingintahuan  kami masing-masing akan ilmu tersebut.
Namun soal ilmu agama, beliau akan sangat ketat dan keras menerapkannya, sampai tidak segan memukul apabila ada dari kami yang tidak melaksanakan sholat lima waktu, dan tidak mau mengaji. Beliau mengatakan membengkokkan lidi muda lebih aman, daripada lidi tua yang jelas akan patah saat itu juga.
5. Suri tauladan terbaik. Ibu memang pantas mendapat gelar suri tauladan terbaik dan Ibu Sekolah Pertamaku. Mengapa? Karena begitu banyak hal yang beliau lakukan yang semata-mata agar dicontoh dan  sebagai kaca pendidikan bagi anak-anaknya.
Saat kami masih kecil, yang beliau lakukan memang layaknya mendidik anak kecil yang masih pantas diajarkan dengan cara keras, seperti dipukul, dicubit, atau bentuk lain agar kami tetap melaksanakannya meskipun dengan berat hati. Namun diusia kami yang sudah dewasa, yang sudah tidak pantas lagi diperlakukan layaknya anak kecil, beliau mengajarkan kami dengan melaksanakannya sendiri.
Ibu meminta kami sholat lima waktu, dengan melakukannya. Ibu meminta kami sholat sunnah rawatib, sunnah Tahajud, sunnah Dhuha, dengan melakukannya. Ibu meminta kami puasa Sunnah Senin&Kamis juga tidak dengan perintah saja, namun dengan melaksanakannya terus-menerus tanpa lelah dan tanpa menyerah sampai kami tergugah ikut melaksanakan. Bahkan apabila kami belum juga tergugah, beliau tetap melakukannya sendiri. Luar biasa!
6. Dorongan atas harapan. Keberadaan Ibu selama hidupku, mengajarkanku bahwa tiada Ibu yang tidak ingin anaknya tumbuh jauh lebih baik darinya. Agar anak-anaknya menjadi anak yang sholih-sholihah, menjadi anak yang berguna untuk bangsa dan Negara, serta memiliki mimpi yang tinggi yang mampu dicapainya. Maka setelah dididik dengan keras saat masih kecil, kini yang masih bisa mereka berikan adalah suri tauladan selama masih menjadi tanggung jawabnya, lalu juga dorongan penuh atas harapan yang kami miliki. Saya pribadi bersyukur memiliki Orangtua yang tidak terlalu memaksakan kehendak, dan selalu mendukung apapun keputusan anaknya, selagi itu untuk kebaikan.
7. Doa. Sekali lagi saya  menanyakan pada Ibu, apa modal utamanya dalam mendidik dan membesarkan kami? Kunci utamanya adalah DOA. Ibu mengatakan, "Saya lakukan dengan suri tauladan, dan saya perkuat dengan DOA. Hanya itu modal utama untuk semuanya. Dan saya sangat bersyukur untuk dewasanya kalian hari ini".
Ibu melanjutkan, "Selama belum menikah, kalian adalah tanggungjawab orangtua. Maka akan kami memberi suri tauladan terbaik,  memarahi bila ada tindak tanduk  yang kurang sesuai. Serta, selama masih hidup, DOA tidak akan pernah berhenti dipanjatkan".
Biarlah saya mengakhiri tulisan ini dengan peribahasa " Tak jauh rebung dari rumpunnya", tabiat anak tidak jauh berbeda dari tabiat orangtuanya. Kurang lebih saya tumbuh hari ini tidak jauh dari tabiat dan perilaku Bapak  Ibu, sebagai hasil dari pengajaran mereka selama ini, serta lingkungan pergaulan yang telah dan sedang saya pijaki.
Namun, rumah tetap tempat kita pulang dan berperan menyeleksi semua hal yang kita bawa dari luar. Rumahku pendidikan abadiku.
Sekian,
Jepara, 25 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H