Mohon tunggu...
Nihaya Suratno
Nihaya Suratno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 2023

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Danke JNE, Membantuku Berprestasi Lebih dari Merpati-Yang-Tak-Pernah-Ingkar-Janji

30 Juni 2024   14:12 Diperbarui: 30 Juni 2024   14:18 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nihaya Suratno mengikuti lomba story telling dalam bahasa Jerman tingkat SMA se-ASEAN yang diadakan oleh SEAMO-QITEP in Language. (Dok. Pribadi)

Oleh: Nihaya Mumtaz Suratno 

(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan 2023)

Menulis Untuk Berprestasi

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) dalam novel Rumah Kaca (1988) pernah menyatakan "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." Kutipan ini sangat menginspirasiku sedari kecil. Bagiku, menulis adalah cara terampuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan tanpa dibatasi oleh hal eksternal. Selain bagi diriku sendiri, tulisanku juga harapannya dapat berguna bagi orang lain. Passion yang aku miliki dalam bidang menulis ini membuat tulisanku tidak hanya berhenti pada buku harian saja yang sudah ku mulai sejak aku SD di Jerman tahun 2010, tetapi juga aku salurkan dalam berbagai kegiatan dan lomba yang ada setelah aku pulang ke Indonesia di tahun 2014.

Sejak SD, berbekal skill menulis yang aku dapatkan dari rutinitas menulis buku harian, orang tuaku mendorong aku untuk terus mengembangkan kemampuan menulis. Saat SD dan SMP, aku ikut pelatihan Reporter Cilik di koran Media Indonesia. Aku menulis banyak reportase, termasuk hasil wawancara dengan beberapa menteri di kabinet Presiden Jokowi yang dipublikasikan di Rubrik Media Anak yang terbit setiap hari minggu di koran tersebut. Selain reportase,  aku juga menulis beberapa opini yang dimuat di koran yang sama. Di SMP aku bergabung dengan ekstrakurikuler Majalah Dinding di SMPN 107 Jakarta sehingga beberapa kali mewakili sekolah dan menjadi juara dalam lomba menulis.

Aktivitas-aktivitas tersebut berlanjut hingga SMA. Saat itu aku ikut seleksi dan pelatihan Reporter Muda yang diadakan oleh koran Media Indonesia. Aku terpilih untuk mengikuti pelatihan tersebut dan bahkan hasil reportaseku berjudul Dari K-Pop Ke Filantropi menjadi karya terbaik dalam dan diterbitkan di koran Media Indonesia. Aku juga bergabung dengan Media Siswa di SMAN 8 Jakarta tempatku bersekolah dan beberapa kali mewakili sekolah serta menjadi juara dalam lomba menulis, reportase, membaca berita, dan story telling.

Nihaya Suratno mengikuti lomba story telling dalam bahasa Jerman tingkat SMA se-ASEAN yang diadakan oleh SEAMO-QITEP in Language. (Dok. Pribadi)
Nihaya Suratno mengikuti lomba story telling dalam bahasa Jerman tingkat SMA se-ASEAN yang diadakan oleh SEAMO-QITEP in Language. (Dok. Pribadi)

Lomba Story Telling Tingkat SMA Se-ASEAN

Saat aku SMA, Ibu Sri Rejeki, S.Pd, guru bahasa Jermanku yang biasa dipanggil Frau Kiki, menyarankan agar aku mengikuti lomba story telling dalam bahasa Jerman tingkat SMA se-ASEAN yang diadakan oleh SEAMO-QITEP in Language. Tanpa ragu, aku mengecek lebih lanjut informasi mengenai lomba tersebut. Ketentuan lomba adalah bahwa cerita yang digunakan idenya boleh mengambil dari cerita daerah tapi harus dimodifikasi dan naskah ceritanya harus dibuat sendiri. Wah, hal tulis-menulis lagi, nih, pikirku. Kemudian naskah itu harus aku ceritakan dalam sebuah pertunjukan yang direkam menjadi sebuah video. Untuk bisa mengikuti lomba tersebut aku harus mengirimkan naskah cerita dan rekaman video itu ke pihak panitia.

Saat mempersiapkan diri untuk lomba story telling tersebut, aku sadar bahwa aku harus gerak cepat karena kebetulan informasi yang aku dapatkan cukup mendadak. Setelah melakukan riset pendahuluan dengan googling sana-sini, seperti apa yang selalu aku lakukan saat ingin menulis, aku menemukan ide untuk naskah tulisanku. Menggabungkan cerita tradisional/legenda mitos dengan isu utama kekinian adalah caraku untuk menemukan ide tulisanku. 

Aku memilih cerita Legenda Dewi Sri yang sering ku dengar waktu kecil dan sangat menginspirasi karena selain sebagai dewi kesuburan, juga terkait dengan dewi padi sebagai tanaman inti pertanian di Indonesia. Lalu, aku memikirkan cara agar tulisanku tentang Legenda Dewi Sri menjadi cerita yang aktual dan menginspirasi. Dewi Sri, yang dianggap sebagai dewi padi, aku kaitkan dengan isu lingkungan yang saat itu sedang aktual karena adanya fenomena climate change (perubahan iklim). Aku juga mengkontekstualisasi Legenda Dewi Sri dengan tokoh muda inspiratif pejuang lingkungan terkenal dari Swedia dan kebetulan sebaya denganku, yakni Greta Thunberg.

Greta Thunberg yang lahir di Swedia pada tahun 2003, dengan usianya yang masih muda sudah sangat concern dalam menyerukan serta mengajak orang-orang untuk lebih peduli dan memberikan perhatian serius terhadap perubahan iklim dan juga kerusakan lingkungan yang semakin massif. Bahkan pada bulan Agustus tahun 2018, Thunberg membuat suatu gerakan mogok sekolah setelah melakukan aksi protes seorang diri di komplek gedung parlemen Swedia di kota Stockholm. Atas kiprahnya, Thunberg diakui dunia sebagai tokoh muda perempuan inspiratif yang turut menjaga keberlangsungan lingkungan di era sekarang, seperti halnya tokoh Dewi Sri di masa lalu yang selalu diceritakan dalam legenda cerita daerah yang aku dengar sejak kecil.

Danke JNE Membantuku Menjadi Juara

Dalam menyiapkan naskah cerita untuk lomba story telling berjudul Die Legende Von Dewi Sri: Die Gttin Des Reis und Frau Umwelt--Vorhut, berbagai sumber yang aku peroleh dari internet melalui googling ternyata belum cukup. Untuk memaksimalkan tulisanku, aku membutuhkan beberapa buku yang setelah tanya sana-sini ternyata dimiliki oleh teman papaku. 

Buku-buku tersebut adalah (1) Cerita Rakyat Anak Sentani Berbasis Lingkungan karya Wigati Yektiningtyas dan Henderite L. Ohee, (2) Cerita-Cerita Pelestarian Lingkungan: Cerita Rakyat Dari Berbagai Penjuru Dunia karya Margaret Read MacDonald, (3) Pendidikan Lingkungan Indonesia: Dasar Pedagogi dan Metodologi karya Dr. Ketut Prasetyo dan Drs. Hariyanto, M.S., serta (4) Studi tentang Transformasi Mitos Dewi Sri dalam Bentuk Sastra Indonesia Modern dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Ajar Berbasis Audio Visual di Perguruan Tinggi karya Aan Hasanah. 

Namun, teman papaku yang memiliki buku-buku tersebut dan bersedia untuk aku pinjam ternyata berdomisili di Yogyakarta. Hal tersebut cukup membuatku panik, mengingat tenggat waktu pengumpulan naskah lomba dan rekaman video yang tinggal tersisa beberapa hari. Saat itu juga rasanya aku ingin menyerah karena keterbatasan waktu dan kendala jarak sehingga tulisanku belum maksimal.

Seperti tersambar kilat di siang bolong, aku terpikir sebuah solusi yang dapat membantuku dalam memperoleh buku-buku tersebut secara cepat, yakni dengan jasa pengiriman logistik. Di Indonesia sendiri, ada berbagai jasa pengiriman logistik yang ditawarkan dengan kelebihan masing-masing. Bagiku, hanya satu jasa pengiriman yang menjadi langgananku dari dulu dan selalu bisa aku andalkan, yakni PT. Tiki Jalur Nugraha Eksekutif atau yang dikenal dengan JNE. 

PT JNE merupakan salah satu dari banyak perusahaan ekspedisi barang di Indonesia yang mencakup jangkauan area distribusi lebih dari 83.000 kota. Jangkauan tersebut bahkan sudah termasuk kabupaten, desa, dan pulau hingga pelosok. Ada 6 jenis paket pengiriman yang ditawarkan JNE, yaitu (1) YES atau Yakin Esok Sampai dengan paket sampai keesokan hari, (2) REG atau Reguler dengan paket sampai dalam kurun 1 - 7 hari kerja, (3) OKE atau Ongkos Kirim Ekonomis dengan tarif yang lebih murah dan ekonomis, (4) SS atau Super Speed yang mengutamakan kecepatan sehingga paket sampai sesuai waktu yang telah disepakati, (5) DIPLOMAT atau jenis pengiriman dokumen bernilai tinggi yang langsung dibawa oleh petugas JNE, serta (6) JTR atau JNE Trucking jika pengiriman berjumlah besar sehingga membutuhkan armada darat dan laut.

Tanpa berpikir panjang, aku segera mengontak teman papaku yang bersedia untuk aku pinjam buku-bukunya. Aku juga meminta beliau untuk mengirimkannya melalui JNE dengan jenis pengiriman YES atau Yakin Esok Sampai. Beliau bersedia sebagai bentuk dukungan terhadap persiapanku mengikuti lomba dan percaya dengan JNE yang dengan aman akan membawa buku-buku tersebut. Keesokan harinya, buku-buku yang aku butuhkan tersebut sampai di tanganku--- sesuai dengan komitmen dari jenis pengiriman YES yang aku gunakan.

Aku akhirnya dapat menyelesaikan naskah lomba dan membacanya dalam sebuah penampilan yang direkam. Sekitar 2 minggu setelahnya ada pengumuman bahwa aku lolos ke babak final dan harus menampilkan story telling secara live di hadapan dewan juri. Singkat cerita, aku berhasil dalam penampilan di babak final dengan menjadi juara 1 lomba story telling tingkat SMA se-ASEAN tahun 2021 yang diselenggarakan oleh SEAMO-QITEP in Language.

Juara 1 Lomba Story Telling. (Dok. Pribadi)
Juara 1 Lomba Story Telling. (Dok. Pribadi)

Penutup

Kalau ingat pengalaman di atas, aku jadi berpikir bahwa kendala jarak yang aku miliki untuk mendapatkan buku-buku sebagai referensi, ternyata dapat diatasi dengan bantuan JNE. Selain berterima kasih kepada Frau Kiki guru bahasa Jermanku di SMAN 8 Jakarta yang membimbingku, kepada teman papaku yang bersedia meminjamkan serta mengirimkan buku-bukunya kepadaku, aku juga berterima kasih kepada JNE yang membantu mengatasi kendala jarak dalam pengiriman buku-buku itu. Kalau aku, tentu juga sangat bahagia dan bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, begitu pula dengan orang tua dan teman-temanku. Jadi benar, ya, motto JNE, yakni connecting happiness karena berkat bantuannya aku bisa menjadi juara 1 dan membuat semua menjadi bahagia.

Satu hal lagi, selain connecting happiness, menurutku JNE juga disiplin dalam hal waktu atau durasi pengiriman. Waktu kecil di Jerman, disiplin waktu (pnktlich) menjadi hal yang biasa di sana. Saat aku kembali ke Indonesia, masyarakat kita ternyata masih harus banyak belajar disiplin waktu. Di tengah situasi itu, aku merasa salut dengan layanan JNE yang selalu bisa disiplin dalam waktu (pnktlich). Oleh karena itu selain connecting happiness, aku ingin menambahkan 1 lagi motto yang cocok untuk JNE yakni "Lebih Dari Merpati Yang Tak Pernah Ingkar Janji". Motto ini menurutku cocok karena merpati di jaman dulu digambarkan sebagai hewan yang disiplin dalam waktu dan janji. Kalau tidak salah juga pernah menjadi simbol jasa pengiriman. Danke--- terima kasih JNE!

#JNE #ConnectingHappiness #JNE33Tahun #JNEContentCompetition2024 #GasssTerusSemangatKreativitasnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun