Pada masa Sultan Malikussaleh (1297–1326), pendiri Kerajaan Samudera Pasai di Aceh, pilar-pilar kebudayaan menunjukkan perkembangan yang signifikan. Islam menjadi landasan utama dalam pembentukan kebudayaan di Samudera Pasai. Sultan Malikussaleh berperan besar dalam menjadikan kerajaan ini sebagai pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Tradisi keagamaan seperti pendidikan agama, pelaksanaan hukum syariah, dan ibadah kolektif sangat menonjol. Hal ini membuat Samudera Pasai menjadi daya tarik bagi ulama dan pedagang Muslim dari Timur Tengah, India, dan wilayah lain.
Bahasa Melayu mengalami perkembangan pesat pada masa ini, dipengaruhi oleh bahasa Arab. Naskah-naskah keagamaan dan sastra mulai ditulis dalam aksara Jawi, yang memperkuat identitas budaya Melayu-Islam. Samudera Pasai menjadi tempat penyebaran karya-karya sastra Islami.Â
Seni Islam mulai berkembang dengan dominasi motif geometris dan kaligrafi. Bangunan-bangunan keagamaan seperti masjid dan makam dihiasi dengan ornamen khas Islam. Makam Sultan Malikussaleh sendiri menunjukkan pengaruh budaya Persia dan India dengan ukiran yang indah.
Kesimpulan
Kasus-kasus kebudayaan di Aceh mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat tradisional di tengah modernitas. Meski demikian, pilar-pilar kebudayaan Aceh tetap menjadi fondasi yang kuat dalam menjaga identitas masyarakat. Dengan pendekatan yang inklusif dan adaptif, konflik budaya dapat dikelola menjadi harmoni yang memperkaya keberagaman Indonesia. Keseluruhan, masa pemerintahan Sultan Malikussaleh mencerminkan perpaduan harmonis antara Islam dan tradisi lokal, yang membentuk fondasi kebudayaan Melayu-Islam di Nusantara. Pilar-pilar kebudayaan ini kemudian menjadi inspirasi bagi kerajaan-kerajaan Islam lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H