Mohon tunggu...
Nifala Rizki
Nifala Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Mahasiswi

Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bapak Kami Seorang Veteran

17 Agustus 2021   11:03 Diperbarui: 17 Agustus 2021   11:08 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen: Pinterest (jalandamai.org)

Aku tiba-tiba terbangun dari tidur lelapku. Setelah kutengok jam di dinding ternyata sudah pukul setengah 5 pagi. Aku beranjak dari tempat tidurku yang empuk ini dan berjalan menuju jendela. 

Kegiatan ini adalah kebiasaan pagiku yang selalu memandang langit fajar lewat jendela kamar setelah bangun, dan terlihat diluar sana masih sangat gelap dan udara yang masuk ke kamarku pun masih sangat dingin. Kupandangi anak dan istriku masih tertidur pulas, tak tega aku membangunkan mereka. Aku langsung menuju kamar mandi dan bersiap-siap menuju ke surau sebelum terlambat.

Setelah selesai melakukan kegiatan sholat di surau, aku berbincang-bincang sedikit dengan Pak Mamat tetangga samping rumahku dan kami mengobrol tentang pertandingan bola tadi malam sambil berjalan pulang. 

Tak terasa aku sudah sampai didepan rumah, Pak Mamat pun langsung pamit menuju rumahnya. Kulihat Aya anakku sudah bermain di depan teras dengan mainan yang ditaruh dengan sembarangan.

"Ayah dari mana?" tanya aya ingin tahu

"Ayahkan dari surau, habis subuhan tadi." Aya hanya memanggut-manggutkan kepala dan melanjutkan permainannya tadi.

Kubiarkan aya bermain di teras depan rumah dengan peralatan masak-masaknya. Aku langsung masuk ke dalam rumah, karena setelah ku ingat ternyata hari ini adalah hari selasa dan aku harus tetap bekerja walaupun dari rumah. 

Sebelum itu, aku menuju dapur untuk mengambil segelas air putih dan ternyata istriku Cahya sudah mulai menghidupkan kompor sambil memotong-motong bawang. Dia sangat serius sampai tidak tahu aku berada dibelakangnya.

"HMMM...." aku berdehem

"Eh mas, udah pulang dari surau ya? Maaf aku lagi masak jadi nggak tau kalo ada mas disini." jawab Cahya merasa bersalah tapi tetap tersenyum.

"Nggak papa kok, aku juga cuman ambil air putih."

Cahya melanjutkan potong-potong bawang dan aku tetap berada dibelakangnya memandangi dapurku yang berukuran 4x6 ini. Saat aku memandangi detail dapurku ini, terlihat kalender yang bertengger di samping lemari kulkas. Selepas melihat kalender tersebut aku merasa ada yang mengganjal dan aku terus mengingat apa yang lupa dengan hari ini. 

Dan setelah teringat, ternyata hari ini adalah Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-76. Aku baru tersadar betapa pelupanya aku dengan hari.

"Dek... hari ini ternyata hari kemerderkaan, kita ke rumah bapak ya hari ini?"

"Aku kira mas udah ingat, makanya aku masak lebih pagi."

"Aku lupa, ya udah nanti habis upacara virtual kita ke rumah bapak."

Pukul 7 pagi aku sudah siap dengan seragam PNS ku dan langsung membuka laptop acer berwarna merah maroon ini. Setelah ku pencet link google meet yang telah di share, ternyata disana sudah ramai orang-orang kantor yang akan mengikuti upacara virtual. Aku mengikuti jalannya upacara dengan khidmat hingga selesai dan upacara virtual ini berakhir pada pukul 9 pagi. 

Cukup melelahkan memang, karena memandang laptop selama itu, menjadikan mataku langsung merah berair. Tapi tidak papa, karena pahlawan kita dulu perjuangannya lebih melelahkan dan lebih mati-matian. Dan kita harus menghargai dan menghormati jasa-jasa pahlawan kita.

"Ayah..." panggil anaku mengagetkan lamunanku.

"Kenapa ya?"

"Ayok kita kerumah kakek, aku udah kangen sama kakek."

"Okeyy kita ke rumah kakek sekarang." Jawabku sambil menggendong aya.

Jarak rumahku ke rumah bapak cukup dekat, membutuhkan waktu 20 menit saja, kita sudah sampai di halaman rumahnya. Motor vespa matic putihku sudah terparkir rapi di halaman rumah dan disana sudah ada 2 kakak kembar perempuanku yang datang lebih awal.

"Loh mba yani sama mba yuni udah sampai?"

" Udah dong, emang kamu? Yang lama banget." Becanda kakak-kakaku

"Iya dong aku kan orang sibuk." jawabku santai diikuti tawa kakak kembarku

"Pras, tak tunggu-tunggu kok nggak dhang masuk?" tanya bapak mengagetkan

"Hehehe... iya pak, lagi ngobrol sama kakak-kakak kembarku ini?" jawabku sambil merangkul mba yani dan mba yuni.

"Yowes ayo dhang masuk."

Aku memasuki rumah masa kecilku dulu, tak banyak yang berubah memang dan itu keinginan bapak sendiri yang tak ingin merubah bentuk asli dari rumahnya hingga sekarang ini. Bapak adalah orang yang tegas, berani menjawab ketika ada yang salah, dan selalu bertanggung jawab dengan yang telah dilakukan. 

Dan itu juga yang menjadi prinsip aku selama ini, apalagi aku sudah berkeluarga. Dan kenapa kita sekeluarga berkumpul ke rumah Bapak? Jadi tradisi keluarga kita saat Hari Kemerdekaan adalah datang ke rumah bapak untuk berkumpul dan menceritakan cerita sejarah yang kita ketahui, baik anak-anaknya ataupun cucunya. 

Dan biasanya cucu-cucu bapak mengadakan lomba-lomba sederhana untuk dimainkan agar tidak merasa bosan.

Banyak yang bertanya kenapa keluarga kita melakukan tradisi ini, ya jawabannya adalah Bapak kami dulu adalah seorang veteran hebat pada masanya. Walaupun usianya sekarang mencapai 85 tahun, rambutnya pun sudah hampir memutih semua dan tubuhnya tidak sekuat dulu tapi semangatnya masih seperti anak muda. 

Dan yang paling seru dan ditunggu-tunggu dari tradisi keluarga kami adalah Bapak selalu bercerita tentang perjuangannya dulu, entah itu menembak para penjajah, bertemu dengan pahlawan hebat lainnya, bahkan sampai pernah ikut pasukan penjajah dulu.

Bapak menjelaskan itu semua dengan sangat rinci, seakan-akan ingatannya tentang hal itu masih tersusun rapi dalam dirinya dan tak pernah hilang. Aku banyak belajar dengan bapak tentang hal perjuangan dan betapa hebatnya orang zaman dulu, ya walaupun semua serba terbatas tapi mereka mampu mengusir penjajah dari Nusantara ini. Dan mereka semua berjuang tanpa ada rasa pantang menyerah.

"Pras... kok ngeliatin bapak kayak gitu to, ono opo?" tanya bapak saat pras melihatnya terus-menerus

"Gak papa pak, pras merasa kagum aja sama bapak dan pahlawan jaman dulu. Udah 76 tahun negara kita merdeka, dan pahlawan-pahlawan hebat kita termasuk bapak sudah memperjuangkan negara kita mati-matian, untuk kehidupan anak bangsa agar menjadi lebih baik. Pras merasa bangga aja pak sama bapak dan pahlawan-pahlawan lainnya."

"Iya pras, makanya kita semua harus menghargai dan menghormati jasa-jasa para pahlawan kita yang telah gugur, dengan hal-hal yang bisa membanggakan negara Indonesia di kancah dunia pras."

"Iya pak, pras juga akan melakukan hal yang sama, walaupun pras jabatannya hanya PNS dengan gaji sedang, tapi pras akan selalu melakukan yang terbaik dalam bekerja. Agar nantinya masyarakat umum mendapatkan hasil yang maksimal. Pras nggak akan neko-neko ataupun menyimpang kok pak."

"Iyo pras, bapak percaya."

Saking keasikannya mengobrol dengan bapak. Pras tak sadar bahwa percakapannya di dengarkan seluruh anggota keluarga.

"Loh sejak kapan kalian disini?" tanya pras bergurau pada anggota keluarga yang lain

"Kakek ayo cerita yang waktu itu kakek pernah ketemu sama.....?" tanya aya mengingat-ingat cerita kakeknya waktu itu.

"Soekarno" jawab Bapak spontan sambil mengelus rambut aya.

"Loh emang pernah pak?" tanya pras, mba yani, mba yuni bersamaan dan saling melihat satu sama lain.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun