Mohon tunggu...
Nie Gautama
Nie Gautama Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang memiliki hobi jalan-jalan dan mendokumentasikan hasil jalan-jalannya, baca, juga karena sedang merantau mau tidak mau jadi hobi memasak ^_^\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perburuan Buku

23 Januari 2011   17:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merengut, bersungut-sungut, gelisah dan kebingungan tak tahu apa yang harus dilakukan, jika sudah tidak ada lagi buku yang bisa dibaca.  Itulah kebiasaan gadis sulungku yang saat ini berusia 11 tahun.  Sebenarnya, tidak ada masalah dalam pencarian buku-buku untuk seusianya.  Di kota tempat kami tinggal, di Perancis bagian selatan  ini banyak sekali gerai besar  yang menjual segala jenis buku, untuk segala usia.  Masalah timbul ketika saat akan membeli, kalkulator rupiah akan beraksi dengan sendirinya di benak menteri keuangan negara alias ibunda tercintanya.  Tetapi tentu saja hal ini tidak menjadi penghalang  bagi minat membaca gadis kami yang mulai beranjak remaja.  Maka dengan rasa penuh tanggung jawab akan keberlangsungan pemuasaan keingintahuan dari si sulung, dengan tanpa mengganggu kestabilan moneter negara, bu menteri mulai memutar otak mencari buku bermutu dengan harga yang tidak menjadikan kalkulator rupiah yang senantiasa bertengger di benak  menjadi membunyikan alarmnya.

Di suatu daerah tertentu agak ke pinggiran kota, setiap minggu pagi ada pasar barang bekas/flea market yang berlangsung di suatu lapangan besar.  Letak lapangan ini sangat strategis, berada di ujung dari jalur perjalanan tram dan bus, transportasi publik yang digunakan di kota tempat kami tinggal.  Lama tempuh perjalanan dari apartemen tempat kami tinggal sekitar 30 menit.  Pada saat pertama kali diberi tahu lokasi ini, teman kami yang sudah lebih lama berada di sini memberi petunjuk yang sangat sederhana : naik tram jalur satu, duduk jangan turun sampai tempat pemberhentian terakhir. Kemudian turun, dan jalan lurus ikuti orang-orang yang tentunya akan berbondong-bondong menuju lapangan tersebut. Ya, sederhana dan berhasil membuat kami tidak tersasar, untungnya karena kami tidak pernah tahu arah tujuan sebenarnya dari rombongan orang-orang yang kami ikuti :D.

Di pasar barang bekas tersebut, mulai dari jarum jahit sampai mesin pengering baju, dari sendok plastik kecil sampai mobil bisa kita temukan.  Ternyata tidak hanya barang bekas, banyak pula yang menjual barang-barang baru.  Tidak jarang orang-orang yang akan pindah atau yang baru membereskan rumah/apartemennya menjual barang-barang yang sudah tidak diperlukannya di sana, tentu saja dengan harga yang jauh lebih murah, dan biasanya dengan kondisi yang layak pakai.

Merupakan keasyikan tersendiri berjalan-jalan di pasar barang bekas tersebut, sambil mencari barang-barang yang masih bagus, menawar dengan harga semurah-murahnya, dan menenteng pulang belanjaan dengan bahagia.  Bahkan bagi salah satu teman kami,  mengunjungi pasar barang bekas ini merupakan jadwal mingguannya yang wajib dilaksanakan. Dia pencinta hiasan barang antik berbahan kuningan, yang tentu saja di pasar barang bekas ini merupakan surganya :)

Kembali ke misi utama dari menteri keuangan negara, ada beberapa penjual buku yang selalu hadir di pasar tsb.  Ada yang khusus hanya menjual buku-buku bekas. Ada juga yang menjual buku-buku baru tapi terbitan lama, dengan harga jual bisa  mencapai 25% dari harga toko. Biasanya buku-buku baru ini berkondisi rapih lengkap masih berbungkus segel plastik.

Selain penjual buku tetap tersebut, banyak juga penjual dadakan. Tidak jarang ada buku-buku yang bercampur dengan mainan, biasanya penjualnya adalah gadis cilik yang baru membereskan kamarnya dan mengeluarkan barang-barang yang sudah tidak diperlukan. Dapat dipastikan bahwa meja tempat berjualan si gadis cilik bersebelahan dengan meja ibunda yang juga berjualan. Bukan merupakan keanehan jika saat kita memilih barang kemudian bertanya harganya ke penjual cilik tadi, maka dia akan menoleh ke arah meja sebelahnya dan bertanya  "maman, saya jual berapa ya barang ini?" :D

Dalam perburuan buku ini, biasanya kami langsung menuju penjual buku tetap yang biasa menjual buku bekas, karena dapat dipastikan buku-buku yang di jual di sana berkondisi bagus, tinggal kita mencari buku sesuai dengan keinginan. Satu hal yang pasti, jika kita sudah menemukan buku yang diinginkan, langsung amankan dengan memegangnya, meskipun masih akan memilih buku-buku lainnya. Jika dibiarkan tergeletak, saat kita sibuk mencari buku lainnya, buku incaranpun bisa sudah berganti kepemilikan.

Saat-saat seperti inilah yang membuat adrenalin biasanya meningkat (lebay sekali :D). Mata menajam, tangan bergerak cepat. Setelah tangan kiri dan kanan penuh dengan buku-buku, barulah dimulai sesi pemilahan, buku ini cocok tidak dengan yang diinginkan, buku itu ada coretannya, dan seterusnya. Tetapi biasanya dengan berbagai pembenaran, hampir tidak ada buku yang sudah di tangan dikembalikan ke tempatnya semula. Rasa sayang akan 'harta karun' yang didapatkan dari 'hasil perjuangan' membuat enggan melepaskannya kembali.

Setelah meyakinkan diri akan jumlah buku, mulailah sesi tawar- menawar.  Tetapi biasanya tidak seseru seperti menawar di pasar di Indonesia. Satu sampai dua kali tawar sudah tercapai kesepakatan. Karena biasanya kami membeli dalam jumlah banyak, jadi penjual pun sudah memberikan harga 'bagus'.  Selain itu kekurangan buku biasanya kami tunjukkan, seperti adanya tanda tangan ataupun coretan-coretan di buku tersebut.  Meski sebenarnya hal itu tidak merubah satu titikpun isi dari buku bersangkutan, tetapi dengan memperlihatkannya kepada penjual, lumayan bisa menambah turunnya harga buku.

Pertama kali berburu buku, kami berhasil mendapatkan 16 buah buku dengan harga total pembelian sepuluh euros. Nilai ini setara dengan harga satu buku baru di toko buku.  Tentu saja ini membuat bu menteri tersenyum bahagia, karena kalkulator rupiah di benaknya memberikan lampu hijau kebiruan.  Dengan demikian, maka disepakati, jika buku bacaan si gadis sulung sudah habis, akan dijadwalkan kunjungan perburuan berikutnya.

Sampai saat ini sudah lumayan banyak koleksi buku hasil perburuan di pasar barang bekas tersebut.  Salah satu prestasi besar perburuan ini berlangsung sekitar dua minggu yang lalu, saat si sulung mendapatkan satu seri buku "Les Miserables", maha karya  salah seorang sastrawan Perancis, Victor Hugo dengan harga 5 euros  untuk tiga buku.  Dan sekali lagi, buku yang pernah dibaca, pernah dimiliki orang lain ataupun ada coretannya, tidak merubah isi buku tersebut walau sehuruf bahkan setitikpun.

* sumber foto : WRAL.com

Ð

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun