Mohon tunggu...
Nie Gautama
Nie Gautama Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang memiliki hobi jalan-jalan dan mendokumentasikan hasil jalan-jalannya, baca, juga karena sedang merantau mau tidak mau jadi hobi memasak ^_^\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Flamenco di Sacromonte

25 Januari 2011   11:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:12 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuaca yang kembali mendingin akhir-akhir ini membuat rasa kangen akan kehangatan matahari di tanah air tercinta semakin menguat. Dan entah kenapa, ingatan kembali ke saat kami sekeluarga melakukan perjalanan liburan akhir tahun 2009.  Saat itu pilihan untuk berlibur jatuh ke negara Spanyol, yang tentunya cuacanya lebih bersahabat saat musim dingin seperti sekarang ini. Kota tujuan kami adalah Granada dengan Alhambra sebagai tempat wisata utama, yaitu istana tempat tinggal para khalifah pada jaman kejayaan Islam di Eropa, masa kekhalifahan Bani Ummayah. Tetapi ternyata tidak hanya Alhambra yang menarik. Banyak sekali tempat wisata yang bisa dikunjungi di sini.  Saya ingin berbagi cerita saat kami menikmati makan malam sambil disuguhi tarian dan musik flamenco, di Sacromonte. Sejak kami datang, petugas hotel tempat menginap dan beberapa pemilik rumah makan yang kami datangi telah merekomendasikan daerah Sacromonte untuk dikunjungi.  Mereka mengatakan bahwa daerah ini unik, merupakan perkampungan lama yang terkenal dengan pertunjukan tarian flamenconya. Kami sepakat menyediakan satu sore untuk mengunjungi Sacromonte,  menikmati makan malam sambil melihat tarian terkenal tersebut.  Ada paket wisata yang ditawarkan, diantar oleh pemandu wisata, berikut transport dan makan malam.  Tetapi kami berpikir akan lebih leluasa jika berjalan sendiri, karena hari-hari sebelumnya pernah mengitari daerah Albaicin, yang letaknya bersebelahan dengan daerah Sacromonte tersebut tanpa menemui kesulitan. Albaicin merupakan perkampungan yang termasuk ke dalam world heritage site UNESCO. Kami menumpang bis dengan tujuan langsung daerah Sacromonte.  Kepada pengemudi bis kami sampaikan bahwa kami ingin berjalan menyusuri Sacromonte, dan meminta dia memberitahu kapan harus turun. Jalan yang dilalui  tidak terlalu besar. Di bagian kanan, sungai mengalir di bawah tebing yang curam. Di sebelah kiri pemandangan berganti antara rumah penduduk, toko souvenir, dan dinding batu.  Tidak lama kemudian pengemudi memberitahu bahwa kami telah tiba di daerah Sacromonte. Saat turun, kami agak kebingungan karena jalanan terlihat sepi.  Di depan terbentang sungai, dan di belakang tampak tebing dengan jalan kecil menanjak berkelok-kelok tajam. Kami mulai menapaki jalan yang membentuk anak tangga tersebut. Meskipun kecil, jalan berbatu ini begitu rapih dan bersih.  Belum jauh berjalan, mulai terasa lelah karena posisi jalan yang curam. Kami berhenti sejenak dan mengedarkan pandang, mendapati keindahan alam yang begitu cantik. Tebing yang bersemburat keemasan ditimpa matahari senja. Sungguh, harmoni keindahan yang membuat kami berdecak kagum. [caption id="attachment_85657" align="aligncenter" width="637" caption="Sacromonte"][/caption] Di tengah perjalanan, kami melihat petunjuk menuju museum Sacromonte. Tetapi melihat jalan berbatu yang masih panjang dan berkelok, kemudian waktu yang semakin sore membuat kami memutuskan untuk menunda kunjungan ke museum tersebut. Kami kembali menapaki jalan tersebut. Sepertinya kami sudah berada di puncak ketinggian. Terlihat bayangan Alhambra di kejauhan berlatarbelakang matahari  yang mulai mulai merubah warnanya dari kuning keemasan menjadi jingga kemerahan.  Kamipun menikmati pemandangan terbenamnya matahari. Tak terasa jalan mulai mendatar, pemandangan di  kiri kananpun mulai berubah. Kami memasuki perumahan penduduk. [caption id="attachment_85659" align="aligncenter" width="645" caption="Alhambra saat matahari terbenam dari arah Sacromonte"]

12959543401069737113
12959543401069737113
[/caption] Kami terus menyusuri jalan tersebut. Tetapi lama-kelamaan kami merasa kehilangan arah. Awalnya, di depan ada rombongan pengunjung wisata juga yang turun dari bis bersamaan dengan kami, dan saat ini  sudah tidak tampak lagi. Kami mulai merasa ketar-ketir, karena sepertinya jalan ini meskipun merupakan jalan yang kiri kanannya penuh rumah, tetapi suasananya sepi sekali.  Ada sesekali motor lewat, dan ada satu atau dua mobil yang parkir di jalan kecil ini. Saat ada persimpangan, kami mulai bingung. Kami bertanya kepada seorang ibu yang kebetulan lewat, arah mana jalan menuju jalan besar.  Karena kami beranggapan, kalau sudah tiba di jalan besar, bisa dengan mudah mencari bis untuk pulang ke arah hotel. Ibu tersebut menunjukkan arah yang harus kami lalui. Kami mengikuti petunjuk tersebut.  Setiap berpapasan dengan orang lain, kami selalu mengulang pertanyaan yang sama. Hari yang semakin gelap membuat kami bertekad harus segera menemukan jalan besar.  Sebenarnya jam baru menunjukan sekitar pukul 06.00 sore. Tetapi di musim dingin, matahari memang lebih cepat terbenam. Kami sudah tidak tertarik lagi dengan tarian flamenco. Tiba-tiba kami muncul di satu lapangan besar, dan sepertinya kami pernah melewati daerah ini hari-hari sebelumnya.  Lampu-lampu jalan mulai menyala, membuat hati lebih tenang. Setelah melintasi lapangan tersebut, melihat ada satu bangunan dengan papan petunjuk bertuliskan restaurante. Ah, tempat makan, tentunya tidak jauh dari jalan utama.  Segera kami memasuki tempat tersebut. Ternyata mereka belum menerima tamu, masih melakukan persiapan.  Setelah kami amati dan tanyakan namanya, ternyata ini merupakan salah satu tempat yang menawarkan pertunjukan tarian flamenco. Niat awal kami untuk segera kembali menuju hotel jadi berubah. Setelah mendapatkan tempat yang dicari, sayang tentunya kalau dilewatkan begitu saja.  Kami memesan tempat untuk berempat dan meminta untuk dicarikan posisi yang paling pas, terutama karena kami membawa anak kecil, supaya tidak terhalang pemandangannya oleh tamu-tamu lain. Mereka menyatakan bahwa resto siap jam 07.00 malam, tetapi kami dapat menunggu di situ.  Kami berbincang sejenak sambil menyampaikan kondisi kami yang tersesat. Kami ingin mengetahui jam berapa pertunjukan usai dan dimana bisa mendapatkan bis untuk pulang ke arah pusat kota. Dengan berbaik hati pemilik resto tersebut mengantar kami untuk menunjukkan langsung letak halte bis terdekat, yang ternyata berjarak tidak sampai 200 meter, sambil membantu mencari tahu jadwal bis tersebut. Setelah kami melihat waktunya cocok dan mengetahui kami masih memiliki waktu sekitar satu jam, kami berniat untuk berjalan-jalan dulu *ga kapok-kapok ya :)*. Kami menanyakan tempat yang bagus untuk didatangi dalam durasi waktu satu jam dengan berjalan kaki. Pemilik resto tersebut menyebutkan plasa San Nicolas.  Ahaa... kami sudah pernah ke plasa San Nicolas, tetapi di pagi hari. Tentu saja kami tergoda ke sana di malam hari. Setelah anak-anak menyetujuinya, kami segera menuju plasa tersebut, yang ternyata dengan berjalan kaki dicapai dalam waktu sekitar lima belas menit. [caption id="attachment_85662" align="aligncenter" width="635" caption="Alhambra di malam hari dari arah plasa San Nicolas"]
1295954649372790714
1295954649372790714
[/caption] Plasa San Nicolas yang termasuk ke dalam daerah Albaicin merupakan satu lapangan terbuka. Posisinya tepat berhadapan dengan istana Alhambra yang terletak dibagian tebing seberamg. Tempat ini sangat strategis untuk melihat Alhambra secara keseluruhan. Ternyata kondisi plasa San Nicolas di malam hari tidak lebih sepi dari pada pagi hari.  Bahkan mungkin lebih penuh, karena memang pemandangan Al Hambra di malam hari sangat menakjubkan.  Bercahaya diterangi lampu yang sudah diatur sedemikian rupa, di tengah-tengah kegelapan malam sekelilingnya.  Begitu indah. Begitu memukau. Segera kami manfaatkan dengan mengambil gambar.  Bukan hal yang gampang mengambil gambar diantara kerumunan orang-orang yang ingin mengabadikan hal yang sama. Sama-sama mencari tempat paling strategis, sama-sama menginginkan tempat terbaik untuk hasil fotonya.  Selain itu tanpa bantuan tripod semakin sulit rasanya mendapatkan gambar yang bagus. Untung saya berhasil menyelinap di antara kerumunan orang-orang tersebut, dan bisa menyimpan kamera di benteng pengaman setinggi pinggang.  Lumayanlah, saya mendapatkan beberapa foto yang tidak blur. Setelah puas, kami kembali menuju resto. Kami berjalan santai tidak terburu-buru karena sudah mengetahui jarak dan arah jalan yang harus dilalui. Saat kami tiba kembali di sana, ternyata resto sudah mulai penuh. Untungnya kami sudah memesan tempat. Dan langsung menuju ke sana setelah ditunjukkan oleh pemilik resto tersebut. Posisi kami bukan yang terdepan.  Tetapi kami bisa leluasa melihat ke tengah arena kecil yang diset di tengah-tengah, dikelilingi oleh meja-meja makan para tamu pengunjung. Setelah duduk nyaman, kami mulai memesan makanan dan minuman.  Beberapa saat menunggu, anak-anak mulai bertanya-tanya siapa yang akan menari flamenco. Mata kami menyapu sekeliling, berharap melihat wanita berpakaian khas tari flamenco. Dengan baju ketat dan rok berjumbai-jumbai, membawa kipas dan berhiaskan bulu-bulu cantik di kepala.  Tetapi sampai minuman pesanan kami datang, kami belum melihatnya. Kami menduga mereka masih berhias mempersiapkan diri. [caption id="attachment_85647" align="aligncenter" width="300" caption="pemusik flamenco"]
1295952418554900355
1295952418554900355
[/caption] Tidak lama berselang, tiga orang yang sama sekali jauh dari keglamouran penari flamenco, naik ke panggung tersebut dan memberi hormat.  Seorang pria muda gagah yang  menenteng gitar, seorang pria berkemeja dan berpantalon hitam serta seorang wanita muda nan cantik duduk di tiga kursi yang disediakan. Mulai terdengar petikan gitar. Musik dengan alunan lembut. Permainannya begitu menawan, semua terpukau mendengarkan. Di tengah-tengah petikan gitar tersebut, wanita muda mulai melantunkan suaranya. Suaranya begitu dinamis berpadu alunan gitar tersebut. Kadang melengking lepas, kadang melembut seperti tertahan.  Pria satunya menimpali dengan tepukan tangan dalam ritme tertentu. Suguhan ini merupakan pertunjukkan pertama.  Kami berfikir bahwa ini merupakan musik pembuka sebelum 'tokoh utama'  si penari flamenco tampil. Sambil menikmati musik tersebut, makanan disajikan.  Kemudian kembali terdengar petikan gitar.  Kali ini tanpa ditimpali suara penyanyi wanita muda tersebut.  Sajian yang sangat indah. Menemani kami menikmati makan malam.  Saat melihat waktu sudah mendekati pulul 08.00 malam, kami menduga bahwa pertunjukan yang sedang berlangsung ini merupakan bagian dari pertunjukkan tari dan musik flamenco yang kami nanti-natikan.  Benar saja, setelah musik dari petikan gitar ini selesai, mereka menyampaikan akan segera ditampilkannya tarian flamenco. Beberapa saat kembali terdengar petikan gitar. Kemudian pria muda yang tadi menggunakan tepuk tangannya untuk menimpali nyanyian wanita muda tersebut mulai berdiri. Sosoknya yang gagah dan tinggi membuat saya sedikit menyangsikan.  Rasanya tidak mungkin dia melakukan tarian flamenco yang gemulai. Saya menduga dia akan berpasangan dengan wanita muda. Tetapi wanita muda tersebut ternyata tetap duduk dan mulai bertepuk dengan ritme tertentu untuk mengimbangi musik dari petikan gitar. [caption id="attachment_85654" align="aligncenter" width="300" caption="penari flamenco"]
12959534861746230496
12959534861746230496
[/caption] Setelah tarian dimulai. Sangsi saya hilang. Ternyata tarian flamenco itu tidak segemulai yang dibayangkan. Pria ini menari dengan gagah, tidak membuat dia terlihat feminin, tapi juga tidak menghilangkan keindahan tariannya. Gerakan- gerakan yang menghentak perlahan, berpadu serasi dengan musiknya.  Pandangan mata, ekspresi, gerakan tangan serta hentakan kakinya memukau para pengunjung.  Sayangnya kami tidak diperkenankan untuk mengambil rekaman gambar. Kami hanya diperbolehkan memotret saja. Gerakan yang asalnya perlahan,  berubah menjadi semakin menghentak, dan diakhiri dengan tarian kaki yang begitu dinamis.  Tarian ditutup bersamaan dengan habisnya petikan gitar. Benar-benar mempesona.  Gemuruh tepuk tangan kembali terdengar. Sempat terlihat pria mudah yang baru selesai menari bersimbah keringat. Rupanya tarian yang terlihat mudah itu dilakukan dengan sepenuh tenaga. Setelah pertunjukkan selesai kami melanjutkan makan yang tertunda. Beberapa orang yang melayani makanan membawa kotak peti kecil ke masing-masing meja. Kotak itu cantik sekali bentuknya, berukuran kecil sekitar 10x5x5 cm.  Kami sempat bingung, untuk apa kotak ini. Tetapi kemudian kami melihat ada pengunjung yang memasukkan uang ke dalam kotak kecil tersebut, dan menutupnya.  Rupanya kotak itu merupakan kotak saweran untuk para pemain tari dan musik flamenco tersebut.  Hmm, suatu cara saweran yang sopan. [caption id="attachment_85649" align="aligncenter" width="328" caption="kotak saweran nan cantik"]
12959525751571084723
12959525751571084723
[/caption] Waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 malam. Saatnya kami bersiap untuk pulang, jika tidak ingin tertinggal bis. Kami segera beranjak dan menuju halte bis yang sudah ditunjukkan pemilik resto.  Benar saja, tidak lama menunggu, bis datang dan kami segera naik. Akhirnya, kami tiba kembali ke hotel tempat kami menginap dengan berbekal tambahan pengalaman dan kesan. Dan kembali bersiap untuk mendapatkan pengalaman baru di esok hari. *sumber foto-foto : dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun