Aku suka Andi sudah lama. Semenjak kami sekelas di SMA. Aku suka lesung pipitnya, caranya tertawa, dia juga murid yang rajin dan sopan dengan orang lebih tua. Bagi orang lain mungkin Andi biasa-biasa saja, tapi bagiku dia luar biasa.
Sekarang sudah mau kelulusan, dan aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku di hari tersebut. Aku sudah membeli coklat pahit, cetakan bentuk hati serta susu dan berencana memberikannya coklat buatan tangan. Aku juga beli riasan wajah baru, lip tint oranye serta giwang yang manis.Â
Katanya perempuan harus menunggu laki-laki yang mengajak kencan duluan. Kuabaikan pemikiran tua itu. Kukira kalau aku tak memberitahunya dalam waktu dekat, aku akan kehilangan kesempatan. Bahkan kalau kemungkinan bersatunya kami itu kecil, aku ingin lega melalui mengutarakan perasaanku.Â
Nanti kami seangkatan akan menyaksikan pertunjukan di gedung di luar sekolah. Acara kelulusan resmi ini dihadiri para orang tua murid juga. Aku nekat bersiasat membeberkan hatiku pada Andi di depan orang tuanya. Jadi jika aku ditolak, orang tuanya paling tidak akan selalu ingat aku siapa.
Andi diterima di kampus di luar kota kecil kami. Sedangkan aku akan berkuliah di kampus lokal sini. Akibat jarak pasti kami bakal putus kontak dan akan renggang dengan alaminya. Aku tak bisa membiarkan itu terjadi, aku bisa sulit tidur karena bertanya-tanya tentang perasaannya. Aku tak mau menyesali tak mencoba dulu.
Ibu sampai bingung melihatku sibuk di dapur. Aku berkali-kali gagal membuat coklat berpadu susu bentuk hati yang kuinginkan. Ada yang gosong ketika kucairkan di kompor, bentul hatinya tidak rata, aku letih tapi aku memaksakan diri lanjut. Ibu tahu aku tidak terbiasa bekerja di dapur, aku tipe perempuan yang lebih suka baca novel daripada memasak. Tapi demi Andi, aku tak mau menyerah.
"Mau dibantu?" Ibu menawarkan diri. Kasihan melihat gumpalan coklat berasap yang berusaha kubuat lunak terlebih dahulu sebelum ditaruh di cetakan. Aku bilang, "Inggrid bisa sendiri kok, bu." Aku menyeka keringat dan tersenyum riang.
Ibu terkekeh, "Untuk cowok ya?"
Pipiku kontan memanas, "Darimana ibu tahu?"
"Insting seorang ibu." Ibu melambaikan tangannya. "Kapan kamu mau kasihnya?"
"Nanti di hari kelulusan, bu. Kutunjukkan deh siapa dia. Ibu pasti suka. Orangnya baik." Sahutku sembari memasukkan sisa coklat ke kulkas dan berdoa.