Mohon tunggu...
Nidya Utami
Nidya Utami Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis bagiku kayak berenang, kita harus punya napas panjang untuk merenung panjang demi sebuah tulisan bagus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kunang-kunang untuk Temanku

9 Juli 2023   15:06 Diperbarui: 9 Juli 2023   15:13 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sebentar lagi ulang tahun. Orang tuaku berjanji merayakannya di rumah dengan pesta kecil. Kami mengundang tetanggaku, Pia. Dia teman terbaikku.

Kami sama-sama penyuka serangga. Dia sudah memberiku hadiah jauh-jauh hari sebelum ultahku. Seekor capung merah. Katanya ia sampai tersandung-sandung berusaha menangkapnya. Aku terharu sekali, walaupun akhirnya serangga itu mati, tapi kesungguhan hati Pia membuatku senang kami bersahabat.

Maka aku berniat memberikan sesuatu kembali untuknya. Memang aneh, sebagai yang berulang tahun, kok malah aku yang memberi hadiah pada tamuku? Tapi aku sudah memutuskan untuk mencarikan serangga kesukaan Pia, kunang-kunang. Pia kesulitan terus mendapatkannya, dan aku yakin bisa mengambil seekor untuknya. Aku sudah menemukan koloni kunang-kunang di hutan di belakang rumah kami. Kami tinggal di perumahan mewah yang dikelilingi hutan lindung, makanya aku berkelana ke dalam hutan tidak dipermasalahkan keluargaku.

Di malam hari menjelang esok, hari H pesta ultah. Aku sudah tak sabar lagi. Aku mengendap-endap ke halaman belakang, menyelinap ke pintu-pintu sesenyap yang kubisa. Kuintip ayah ibu sedang tertidur di sofa di depan televisi, aku mengambil kesempatan dan berlari ke pintu dapur. Untunglah bibik sedang membersihkan bagian lain dari rumah ini. Memang kalau malam hari aku dilarang main ke hutan. Tapi aku harus buru-buru! Aku merasa koloni kunang-kunang yang sudah kutemukan akan berpindah jika menunggu esok siang.

Aku melangkah dengan hati berdebar di setapak yang sudah dibuat ke pusat hutan lindung. Aku sudah terbiasa melalui jalan ini ketika hari masih terang. Tapi malam hari sama sekali lain. Aku membawa ponsel sebagai senter, tapi semua masih remang-remang.

Aku jadi ingat cerita-cerita hantu yang kubaca bersama Pia di perpustakaan sekolah. Aku bergidik, bulu kudukku meremang. Katanya hantu suka bersembunyi di semak-semak dan marah kalau dipergoki. Aku berjalan lebih cepat supaya tak perlu berpapasan dengan hantu.

Burung-burung berkaok, semak belukar bergoyang-goyang, jangkrik menyanyi-nyayi. Dan pelan-pelan, gerimis hujan jatuh satu persatu. Pertama mengenai bulu mataku, kemudian pipiku, aku sampai-sampai harus mengantongi ponselku karena takut rusak kena gerimis. Akhirnya aku berhadapan dengan gelap gulita. Aku nyaris menyerah dan akan berbalik ke rumah, sampai tiba-tiba aku menemukan mereka.

Titik-titik pendar cahaya kehijauan! Kunang-kunang yang kucari!

Aku merogoh kotak korek api yang sudah kupersiapkan dan mengejar kunang-kunang tersebut. Mereka lincah sekali, sampai-sampai aku grasak-grusuk ingin mencapai mereka. Untungnya arah terbang mereka bukannya semakin jauh ke dalam hutan kelam, tapi menuju rumahku. Jadi samar-samar pencahayaan rumahku memberi petunjuk kemana kakiku harus melangkah agar tidak terpeleset.

Tiba-tiba ketika sudah mendapatkan kunang-kunang yang kuincar....

"Tika!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun