Mohon tunggu...
Nidya Utami
Nidya Utami Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis bagiku kayak berenang, kita harus punya napas panjang untuk merenung panjang demi sebuah tulisan bagus.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Indonesia Lebih Luwes Sekarang

2 November 2022   10:47 Diperbarui: 2 November 2022   10:54 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Aku suka bahasa Indonesia. Selain sebagai bahasa ibuku, menurutku bahasa ini menawarkan cita rasa yang sejalan dengan Pancasila. Irama natural dari bahasa ini menyiratkan kesan kesederhanaan yang bewarna, umpama makanan khas Indonesia yang lezat dengan bumbu yang digandrungi lidah manapun. 

Penambahan kata-kata seperti lemot, lebay di KBBI menunjukkan aspek posmodernis yang berlangsung di Indonesia. Dengan adanya internet, membebaskan akses ilmu pada semua kalangan. Maka bahasa jadi semakin demokratis dan banyak upaya penggunaan bahasa secara egaliter yang luwes hirarkal. Pun informasi teknis yang readily available di internet membuat sejenis kehausan akan bahasa yang lebih dekat ke obrolan keseharian. Inipun memudahkan banyak blogger berkecipung di arena kata tanpa background tertentu. 

Blogger yang jalannya sealir dengan jurnalis meskipun jurnalis tetap sebagai jembatan resmi penyampaian berita. Tak perlu ada persaingan dan pertikaian antara blogger dan jurnalis mengenai pihak mana yang paling relevan. Semestinya blogger dan jurnalis menyampaikan informasi sesuai fungsinya di masyarakat. Blogger sebagai pihak yang membuat narasi ringan untuk konsumsi rakyat sedangkan jurnalis sebagai pihak pencari data dan fakta serta penyusunnya demi transparansi informasi untuk rakyat.

Peresmian kaidah kata-kata yang lebih berunsur slang ini tak hanya fenomena yang terjadi di Indonesia. Tapi di seluruh dunia. Sebab dunia semakin sempit dengan adanya internet, masyarakat generasi baru merasa harus menkonsolidasi identitasnya melalui kata-kata yang lebih mengumbar hati. Pun dengan adanya media sosial tak terelakkan abundans narasi yang jauh lebih rileks kiasan dan makna. 

Meskipun ini bukan berarti utuh pembebasan dari struktur gramatikal baku, perlulah ada titik temu kemerdekaan persepsi informal dan aturan tertulis tak hanya bagi yang berminat menulis tapi untuk semuanya demi mengasah otak agar terbuka dengan beragam pola data. Sebab di dunia slang, ada sejenis kebijaksanaan tertentu yang dapat dipetik. Biasanya terkait keharusan untuk santai menghadapi hari. Semisal kata 'lemot' itu emfasisnya humoris daripada kata 'bodoh' yang penekanannya lebih serius dan menyakitkan hati. 

Walaupun tak bisa dipungkiri menseriusi gramatikal baku bakal membantu kita memudahkan menyerap informasi teknis dengan lebih cekatan untuk menerapkannya ke sehari-hari secara benar. Kita tetap harus teramat hati-hati dalam penggunaan bahasa yang harus kontekstual dan sesuai situasi. Kejelian bersikap dan berbahasa yang baik sangat tergantung dengan kepekaan kita. Rayakanlah kita manusia, sebagai makhluk spesies satu-satunya di Bumi dengan kemampuan berbahasa yang kompleks!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun