Kemiskinan merupakan permasalahan sulit yang melanda bangsa ini. Ketika masyarakat miskin, perekonomian dan kualitas hidup negara akan menderita. Penting untuk mengkaji penyebab kemiskinan agar dapat memeranginya secara efektif. Indeks Pembangunan Manusia, Inflasi, dan Pengangguran dikaji kaitannya dengan kemiskinan di Indonesia. Model regresi linier berganda Ordinary Least Squares (OLS) digunakan dalam penelitian kuantitatif. Korelasi antara kemiskinan, indeks pembangunan manusia, inflasi, dan pengangguran di Indonesia akan dihitung. Tingkat kemiskinan di Indonesia terbukti dipengaruhi oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), inflasi, dan pengangguran sekaligus. Indeks Pembangunan Manusia terbukti memiliki hubungan negatif dan signifikan secara statistik dengan kemiskinan. Sementara itu, inflasi dan pengangguran tidak mempunyai dampak yang besar. Penelitian ini akan memberikan landasan bagi penerapan kebijakan yang dapat membantu mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Faktor-faktor penyebab kemiskinan:
Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara-negara berkembang dan tertinggal. Masalah kemiskinan bersifat multidimensional yang disebabkan oleh banyak faktor yang tidak hanya menjadi domain bidang ekonomi saja, tetapi juga politik, sosial, budaya dan sistem sosial lainnya (Suharto, 2005). Menurut Kartasasmita (1996),
konsep kemiskinan berdasarkan pola waktu, yaitu: (a) kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun Daerah seperti itu pada umumnya merupakan daerah-daerah yang kritis sumber daya alamnya, atau daerahnya yang terisolasi (persistent poverty) (b) kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan (cyclical poverty); (c) kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus nelayan dan petani tanaman pangan (seasonal poverty); (d) kemiskinan karena terjadinya
bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat (accidental poverty). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dapat diketahui bahwa kemiskinan disebabkan oleh berbagai faktor yaitu: status sebagai anak bungsu, tempat tinggal dekat dengan orang tua dan merawat orang tua, tidak ada usaha sampingan, gaji rendah, waktu kerja yang lama, tidak berminat terhadap pekerjaan yang digeluti, tingkat pendidikan rendah, status ekonomi orang tua rendah, tidak gigih dan tidak terampil. Faktor-faktor penyebab kemiskinan tersebut secara umum dapat dididentifikasi sebagian besar berasal dari faktor internal individu tersebut.
Salah satu permasalahan yang masih dihadapi oleh negara Indonesia yaitu masalah kemiskinan.
Masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional sehingga menjadi prioritas pembangunan. Selama ini, pemerintah Indonesia telah banyak memiliki program-program untuk pengentasan kemiskinan yang ada. Upaya pengentasan kemiskinan terdapat dua strategi yang harus di tempuh. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat
miskin melalui pemenuhan kebutuhan mereka dari berbagai bidang. Kedua, melakukan pelatihan kepada mereka agar mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha pencegahan terjadinya kemiskinan baru. Upaya pengentasan kemiskinan dilakukan
untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu, terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Salah satu aspek penting untuk mendukung
strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat. Ketika data telah tersedia, maka pemerintah dapat mengambil keputusan apa saja yang harus dilakukan untuk penanggulangan tersebut. Selain itu, data yang
tersedia dapat mebuat pemerintah membandingkan angka kemiskinan dari tahun ke tahun. Sejalan dengan penyajian data jumlah dan
persentase penduduk miskin, informasi yang tidak kalah pentingnya adalah profil kemiskinan. Informasi mengenai profil kemiskinan sangat dibutuhkan oleh pengambil kebijakan untuk penangan masalah kemiskinan. Dengan demikian, upaya pemberdayan masyarakat miskin dapat berjalan efisien, efektif, dan juga tepat sasaran. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengelompokkan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan 3 indikator kemiskinan. Dengan demikian, diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada pemerintah dan pemangku kebijakan dalam menerapkan program tepat sasaran.
Kemiskinan, sebagai satu permasalahan yang serius, telah menjadi sorotan dalam konteks pembangunan nasional di Indonesia, meskipun pemerintah telah menerapkan sejumlah upaya dengan memperkenalkan paket dan program yang melibatkan para ahli dalam mengatasi masalah ini. Namun, penanganan kemiskinan terus menjadi tantangan yang sulit diatasi secara tuntas. Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana sejumlah penduduk tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok minimum, sehingga mereka terdampar di bawah standar kebutuhan tersebut. Penentuan kemiskinan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pun mengacu pada pendekatan kebutuhan dasar. Berbagai teori, seperti teori Neo Liberal dan teori Marjinal, memberikan pemahaman tentang penyebab kemiskinan, mulai dari faktor individu seperti kelemahan dan pilihan, hingga budaya kemiskinan yang meliputi sikap pasif, kurangnya usaha, dan rendahnya ambisi untuk memperbaiki masa depan.
Masalah serius dalam proses pembangunan nasional di Indonesia adalah kemiskinan, sebuah permasalahan yang telah menjadi fokus utama pemerintah. Meskipun telah diperkenalkan berbagai paket dan program yang melibatkan para ahli kemiskinan, penyelesaian tantangan ini tetap menantang. Kemiskinan diartikan sebagai keadaan dimana sejumlah penduduk tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal dan hidup di bawah standar tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kebutuhan esensial. BPS menegaskan bahwa kemiskinan menandakan ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar yang esensial untuk hidup yang layak, baik dalam bentuk bahan pangan maupun non-pangan.
Kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan merupakan dua masalah serius yang saling terkait dalam konteks pembangunan nasional Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya yang terkoordinasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait. Pemerintah perlu meningkatkan investasi dalam bidang pendidikan, baik dalam hal infrastruktur maupun kualitas sumber daya manusia, seperti guru dan tenaga pendidik. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pemerataan akses pendidikan dan memberikan bantuan finansial kepada masyarakat yang kurang mampu agar dapat mengakses pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian, diharapkan masalah kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat diminimalisir dan pembangunan nasional dapat berjalan lebih baik.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor kemiskinan.
Dampak kemiskinan masih dirasakan oleh banyak orang, termasuk anak-anak, meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti bantuan keuangan desa, bantuan keuangan BOS untuk anak usia sekolah, dan bantuan Raskin untuk masyarakat. Keluarga dengan pendapatan rendah sering kali kesulitan memenuhi kebutuhan dasar anakanaknya. Kehidupan anak-anak ini terdampak oleh kemiskinan orang tuanya, hingga hakhaknya dilanggar. Karena alasan keuangan, anak-anak yang seharusnya memiliki masa kecil yang bahagia dan pendidikan terpaksa berkompromi. Mereka terpaksa putus sekolah agar bisa bekerja demi memenuhi kebutuhan keuangan keluarga. Faktanya, karena menghambat aktivitas bermain dan pendidikan, hal ini dapat membahayakan kesehatan dan perkembangan mereka. Selain itu, kemiskinan mempunyai dampak lain. Pertama, karena masyarakat miskin sering kali menggunakan segala cara untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, maka terjadi peningkatan kejahatan di wilayah tersebut. Kedua, angka kematian meningkat karena sulitnya mendapatkan akses kesehatan yang memadai. Ketiga, akses pendidikan tertutup karena masyarakat miskin tidak mampu membayar pendidikan yang memadai. Keempat, meningkatnya angka pengangguran karena kesulitan mendapatkan akses pendidikan yang layak. Kelima, munculnya konflik antar masyarakat karena adanya kesenjangan yang memicu kecemburuan di masyarakat. Pemahaman yang mendalam mengenai dampak kemiskinan sangat penting dalam merumuskan kebijakan yang efektif untuk mengatasi kemiskinan dan mendorong pemerataan pembangunan yang berkelanjutan.
Kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia mengadopsi dua pendekatan utama, yakni kebijaksanaan tidak langsung dan kebijaksanaan langsung. Pendekatan tidak langsung difokuskan pada penciptaan kondisi yang mendukung upaya penanggulangan kemiskinan, seperti stabilitas sosial politik, keberlanjutan ekonomi, dan pembangunan budaya yang inklusif. Ini termasuk upaya pengaturan ekonomi makro melalui kebijakan keuangan dan perpajakan yang hati-hati, serta pengendalian tingkat inflasi untuk memastikan harga kebutuhan dasar tetap terjangkau bagi penduduk miskin.
Pendekatan langsung dalam penanggulangan kemiskinan menekankan peningkatan partisipasi serta produktivitas sumber daya manusia, khususnya di kalangan masyarakat dengan pendapatan rendah. Upaya ini melibatkan penyediaan kebutuhan esensial seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pelayanan kesehatan, dan akses pendidikan. Selain itu, pendekatan ini juga melibatkan pembangunan program-program sosial ekonomi yang berkelanjutan, bertujuan untuk meningkatkan kemandirian kelompok masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan.
Kesimpulan;
Setiap orang memiliki hak untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya.
Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia dan semakin meningkatnya angka kerja merupakan maslah
utama dalam sektor ketenagakerjaan. Ketidaktersediaan lapangan pekerjaan bagi setiap angkatan kerja
menyebabkan angka pengangguran meningkat, hal ini semakin diperparah bila terjadi krisis ekonomi
yang menyebabkan banyaknya perusahaan yang berhenti beroperasi. Masuknya Indonesia dalam
kesepakatan MEA yang membuka persaingan tenaga kerja secara bebas dengan negara-negara Asia
Tenggara semakin menambah beratnya tantangan dunia ketenagakerjaan pada masa kini. Terkait
dengan hal tersebut diperlukan sumberdaya yang tidak hanya terdidik tetapi juga terlatih sehingga
mampu bersaing dengan tenaga kerja asing dan berdaya dalam keluar dari kemiskinan.
Secara konseptual, faktor-faktor penyebab kemiskinan yaitu rendahnya kualitas sumberdaya
manusia (rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan), motivasi yang rendah, pandangan dalam
hubungan kekeluargaan (cara pandang yang mengganggap orang tua sebagai beban), terbatasnya
pilihan lapangan kerja yang memadai (gaji yang rendah dan waktu kerja yang banyak), dan tidak
kreatif. Selanjutnya faktor-faktor yang keluar dari kemiskinan, secara konseptual yaitu berinvestasi
atau menabung, taat beragama (tidak putus asa, memiliki harapan untuk berubah), membangun
jaringan, dan dukungan dari pemerintah dan swasta. Kemiskinan merupakan permasalahan yang
multidimensi yang tidak dapat diselesaikan secara parsial saja. Oleh karena itu upaya penanggulangan
kemiskinan merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah beserta semua komponen
pembangunan yang didasarkan pada pemberdayaan dan potensi sumberdaya yang tersedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H