Secara keseluruhan, putusan MK memiliki implikasi yang kompleks dan saling terkait dalam konteks politik Indonesia, dan sering kali menjadi titik tolak bagi perubahan dan perkembangan selanjutnya dalam sistem politik.
 Keputusan MK ini bukan hanya berpihak pada buruh, tetapi sesungguhnya para investor besar pun merasa tenang tuk berinvestasi secara "sehat". Akan ada banyak investor besar yang membuka usaha baru di Indonesia. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian ketentuan persyaratan batas usia minimal calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Kendati demikian, dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menegaskan semua persyaratan calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 7 UU Pilkada harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon kepala daerah.
"Artinya, dalam batas penalaran yang wajar, penelitian keterpenuhan persyaratan tersebut harus dilakukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon. Dalam hal ini, semua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No.10 Tahun 2016 harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara, in casu KPU, menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (20/8/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Sebelum adanya putusan MK 70, MA sudah mengeluarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23P/HUM/2024. tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota alias UU Pilkada. Putusan MA yang disahkan pada 29 Mei 2024 itu mengatur batas minimum usia calon gubernur dan wakil gubernur berumur 30 tahun saat dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih pada 7 Februari 2025.
Baleg DPR Lebih Memilih Putusan MA Ketimbang MK Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah
Putusan MK Tentang Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah Masuk RUU Pilkada
MK Buka Peluang Parpol Tanpa Kursi di DPRD Ajukan Calon Kepala Daerah
Rupanya, Baleg DPR justru mengabaikan putusan MK dan menggunakan putusan MA tersebut untuk mengatur batas minimum usia calon gubernur dan wakil gubernur dalam revisi UU No 10 Tahun 2016. Hal itu disepakati dalam Rapat Panja Baleg yang diselenggarakan pada Rabu, (21/8). Rencananya pengambilan keputusan atas perubahan UU Pilkada akan dilaksanakan pada Kamis (22/8).
Merespons hal tersebut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menilai apa yang dilakukan oleh DPR dan presiden terkait penetapan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur adalah pelanggaran konstitusi. Dia secara tegas mengatakan putusan MK memiliki derajat yang lebih tinggi daripada putusan MA.
"Putusan MK dan MA, dua putusan ini adalah diametral. Nah dari diametral nya, yang berlaku tentu adalah putusan MK karena putusan MK menafsirkan UU. Kalau MK menafsirkan UU dan sudah dimaknai sebagaimana putusan MK, maka bunyi UU yang usia bakal calon ditetapkan saat penetapan itu lebih berlaku dibandingkan atau mengenyampingkan usia bakal calon yang ditetapkan saat pelantikan, ini versi hukumnya,"
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai pejabat negara atau kepala daerah.
Dalam putusannya, MK menyatakan batas usia minimal 40 tahun untuk calon presiden dan calon wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945. Namun, seseorang berusia di bawah 40 tahun bisa mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden, asalkan sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah. Dalam putusannya, MK memutus bahwa pasal tersebut "bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Jabatan yang dipilih melalui pemilu adalah presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD serta kepala daerah atau wakil kepala daerah tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Gibran, yang merupakan putra pertama Presiden Joko Widodo, belakangan disebut-sebut akan dipasangkan oleh sejumlah partai politik dengan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Sebelumnya, MK menolak gugatan terhadap syarat batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
MK merinci berbagai pertimbangan hukum mereka, antara lain bahwa pengaturan batas usia minimal tersebut berada di tangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah. MK juga menolak dalil yang diajukan PSI bahwa batas usia 40 tahun bagi capres-cawapres bertentangan dengan moralitas, rasionalitas dan menimbulkan ketidakadilan. Menurut MK, sebagaimana diutarakan hakim Saldi Isra, kalaupun syarat umur itu diturunkan menjadi 35 tahun, syarat tersebut akan tetap menimbulkan persoalan.
"Jadi MK tidak dapat menentukan batas usia minimal karena memungkinkan adanya dinamika di kemudian hari. Jika MK menentukan batas usia capres-cawapres, fleksibilitasnya menjadi hilang dan dapat memicu munculnya berbagai permohonan terkait dengan syarat batas usia minimal pejabat publik," kata Saldi Isra.
Dalam kesimpulan lainnya, MK menyatakan ketentuan batas usia capres-cawapres tidak dapat disamakan dengan perubahan batas maksimal umur pimpinan KPK.