Mohon tunggu...
Nidia Nurfebriyanti
Nidia Nurfebriyanti Mohon Tunggu... Lainnya - ASN Pemerintah Kota Surabaya

Penstudi dan pengamat isu hubungan internasional

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menilik Konstruksi Gender Melalui Penjajahan Budaya

16 Juli 2017   18:31 Diperbarui: 16 Juli 2017   22:14 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan penjajahan budaya adalah suatu strategi untuk mempromosikan suatu budaya pada budaya yang lain. Dahulu hal ini terjadi melalui penjajahan dimana suatu negara menguasai negara lain lalu negara yang dominan kemudian memaksa kepercayaan dan budayanya ke negara yang ditaklukkan(kristina wolf,2007).

Jika menilik kembali pada masa kerajaan, maka akan ditemui konstruksi konstruksi gender yang berlawanan dengan identitas biologisnya seperti laki laki yang bersifat feminin dan sebaliknya. Juga mengenai seksualitas yang dahulu beberapa tradisi hubungan sesama jenis dianggap wajar adanya. Identitas identitas gender tersebut dapat ditemui di beberapa kebudayaan asli Indonesia seperti lima jenis gender di Bugis serta pada kebudayaan warok dan gemblak. Seiring berjalannya waktu,nilai dalam konstruksi gender di Indonesia mulai berubah. Saat ini pernikahan sesama jenis dinilai menjadi suatu hal yang tak wajar di Indonesia.Laki laki ber penampilan femininpun tak kalah dibatasi. Konstruksi gender di abad 21 di Indonesia seolah ingin berkiblat pada gender secara biologis yaitu laki laki dengan maskulinitas dan perempuan dengan feminitas.

Perubahan perubahan yang terjadi dalam konstruksi gender ternyata turut dipengaruhi oleh penjajahan budaya. Upaya perubahan budaya asli Indonesia terkait gender ternyata telah dilakukan sejak zaman kolinialisme Belanda. Amen Budiman melalui bukunya yang berjudul Gay Pilihan Hidupku menuturkan sebuah catatan harian seorang gay yang hidup di zaman kolonial Belanda tahun 1930an. Pada tahun 1938 Pemerintah Hindia Belanda menangkapi para pelaku homoseksual di Batavia, Semarang, Surabaya, Bandung, Cirebon, Cianjur, Salatiga, Magelang, Yogyakarta, Malang, Pamekasan, Medan, Belawan, Padang, Palembang hingga kota-kota kecil. Penangkapan dilakukan setelah tertangkap basahnya Mr. Fievea de Malinez, Residen Batavia yang melakukan tindakan asusila pada seorang lelaki pribumi. Mr. Fieva de Malinez lalu dijerat berdasarkan hukum Wetboek van Strafrecht atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Saat inilah penjajahan budaya terjadi, ketika pihak kolonial berupaya menghilangkan bagian kebudayaan asli Indonesia melalui peraturan maupun hukum.

Faktor konstruksi gender yang ada di Indonesia saat ini juga diperkuat dengan aspek moralitas dalam agama. Kata agama berasal dari bahasa sanskerta aagama yang bermakna tradisi,maka setiap penganut agama memegang tradisi,aturan,ataupun tatanan dari agama yg diimaninya. Akan terjadi transisi tradisi tertentu saat agama mayoritas dalam masyarakat tergantikan. Tradisi dalam animisme dinamisme akan tergantikan oleh tradisi dalam hindu budha,dan saat ini tradisi islam yang menggantikannya. 

Tradisi Islam sebagai agama mayoritas juga tak lepas dari aspek kolonial ketika kerajaan kerajaan Hindu Budha pada akhirnya ditaklukkan oleh kerajaan Islam. Ketika terjadi pergantian nilai tertentu dalam suatu masyarakat, maka saat itulah letak penjajahan budaya terjadi. Karena sesungguhnya penjajahan budaya tidak hanya tersalur melalui penjajahan fisik,tapi juga nilai. 

Konstruksi gender dalam tradisi bissu yang ada di tanah Bugis dahulu menjadi hal wajar ditengah masyarakat, bahkan dihormati ketika budha duduk sebagai agama mayoritas. Tetapi saat ini konstruksi gender yang berlawanan dengan identitas biologis menjadi hal yang tak wajar,bahkan ditentang karena tidak sesuai dengan nilai nilai ajaran yang ada dalam agama mayoritas yaitu islam. Didalam ajaran Islam tidak diperbolehkan laki laki berpenampilan mneyerupai perempuan dan sebaliknya, serta perkawinan antar sesama jenis merupakan hal yg di larang.           

Globalisasi Sebagai Kolonial Baru

Dari dekade ke dekade upaya imperialisme akan selalu terjadi. Tetapi semakin modern, maka imperialisme atau penjajahan akan berubah pula bentuknya. Jika dahulu penjajahan budaya mampu tersalur melalui penaklukkan teritori serta penjajahan fisik, maka saat ini arus informasi dan globalisasi akan menjadi media penggantinya. Globalisasi mampu menghapuskan batas antar negara, lancarnya arus informasi, dan juga menjadi jembatan opini isu isu global. 

Masyarakat sipil global di belahan bumi selatan mampu terlibat dalam suatu isu di belahan bumi utara,menyuarakan pendapatnya,dan membuat perubahan. Melalui globalisasi pula, diperkirakan imperialisme nilai nilai budaya akan terjadi. Termasuk kedalamnya isu gender. Organisasi internasional persatuan bangsa bangsa atau PBB sejak 2015 lalu mulai melirik LGBT sebagai isu global yang cukup serius. PBB bahkan telah membahas hal hak kaum LGBT dalam sidang majelis umum ke 71 lalu. 

Di Indonesia sendiri beberapa kalangan msyarakat pro LGBT pernah menyuarakan pendapat untuk mengharapkan hak dan menghapus diskriminasi, tetapi tampaknya tak banyak mendapat respon. Efek globalisasi dalam isu gender ternyata tak sama di tiap negara. Di belanda misalnya, demonstrasi serupa pernah digelar dan menyedot atensi lebih besar. Tak ayal jika globalisasi di gadang gadang mampu menjadi imperialis baru dalam dunia internasional yang mampu merubah tatanan nilai nilai di tengah masyarakat.

Konstruksi gender masih akan menjadi pembahasan panjang di banyak kalangan. Isu gender akan selalu hangat di setiap zaman, ber rotasi sejalan dengan kolonial yang tinggal. Tak menutup kemungkinan globalisasi menjadi kolonial terkuat di abad ini. Tak menutup kemungkinan pula jika nilai konstruksi gender di Indonesia suatu hari nanti akan berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun