Mohon tunggu...
Nida Salma Nailarohmah
Nida Salma Nailarohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya Nida Salma Nailarohmah mahasiswi jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Walisongo Semarang

Haloo Saya Nida Salma Nailarohmah yang merupakan mahasiswi aktif di UIN Walisongo Semarang. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Cyber Counseling dalam Praktik Konseling Modern

27 Mei 2024   18:43 Diperbarui: 27 Mei 2024   18:44 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cyber counseling adalah bentuk konseling yang mengandalkan platform digital seperti video call, pesan teks, atau email untuk memberikan layanan kesehatan mental secara online. Metode ini mengintegrasikan teknologi dengan praktik konseling untuk menciptakan ruang aman bagi individu untuk berbagi masalah dan mendapatkan dukungan. Keuntungan utama cyber counseling termasuk aksesibilitas yang lebih baik, fleksibilitas waktu, dan pengurangan stigma terhadap pencarian bantuan psikologis. Namun, tantangan seperti privasi dan keamanan data, infrastruktur teknologi yang kurang, dan adaptasi konselor terhadap teknologi digital perlu diatasi untuk memaksimalkan manfaatnya. Strategi manajemen yang efektif termasuk pelatihan konselor, investasi dalam infrastruktur teknologi yang memadai, dan implementasi prosedur keamanan yang ketat. Dengan mengatasi tantangan ini, cyber counseling memiliki potensi besar untuk meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas layanan kesehatan mental, membuka pintu bagi inklusi yang lebih luas dan peningkatan kesejahteraan psikologis masyarakat secara keseluruhan.

Seiring dengan kemajuan teknologi digital, dunia kesehatan mental tidak tertinggal dalam mengadopsi inovasi baru yang bertujuan untuk meningkatkan layanan kepada klien. Salah satu inovasi signifikan yang muncul adalah cyber counseling, yaitu bentuk konseling yang dilakukan melalui platform digital. Selain itu, menyebutkan bahwa Cyber counseling adalah praktik konseling profesional yang dilakukan tanpa tatap muka secara langsung atau konseli dan konselor berada pada tempat yang berbeda dan menggunakan media elektronik dan internet untuk berkomunikasi (Jerizal & Hanung, 2017). Kirana (2019) menyebutkan jika cyber counseling dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu memanfaatkan e-mail, chat-Asynchronous, aplikasi Riliv, Facebook, dan media sosial lainnya (Kirana, 2019). Cyber counseling menawarkan berbagai keuntungan yang dapat meningkatkan efektivitas manajemen konseling. Namun, untuk mengoptimalkan manfaat ini, diperlukan strategi manajemen yang efektif.

Cyber counseling membawa sejumlah manfaat yang signifikan. Pertama, aksesibilitas adalah salah satu keunggulan utamanya. Dengan menggunakan platform digital, konseling dapat diakses oleh individu yang tinggal di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan mobilitas. Konseli dan konselor tidak perlu bertemu langsung di ruang fisik sehingga keduanya tidak perlu bepergian, terikat pada janji temu, atau mengeluarkan biaya untuk mencapai lokasi tertentu (Sari & Hardi, 2021). Hal ini memungkinkan lebih banyak orang mendapatkan bantuan psikologis tanpa harus menghadapi hambatan geografis.

Kedua, fleksibilitas waktu yang ditawarkan oleh cyber counseling memungkinkan sesi konseling diadakan di luar jam kerja konvensional. Klien dapat menjadwalkan sesi sesuai dengan kenyamanan mereka, yang sangat membantu bagi mereka yang memiliki komitmen pekerjaan atau keluarga. Selain itu, konselor juga dapat mengatur waktu kerja mereka dengan lebih fleksibel, meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas mereka.

Ketiga, cyber counseling dapat mengurangi stigma yang sering terkait dengan mencari bantuan psikologis. Konseli dapat mencari layanan dengan cara yang anonimitas karena beberapa individu mungkin merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang masalah pribadi mereka dalam kenyamanan rumah mereka sendiri, tanpa takut dikenali dan dihakimi oleh orang lain. Beberapa media seperti facebook, WhatsApp, Instagram tersebut mudah digunakan dan memiliki asas kerahasiaan (Sari & Hardi, 2021).

Keempat, melalui tulisan yang dibagikan lewat WhatsApp dan email, klien dapat lebih mudah untuk bercerita dan membaca kembali setiap pesan yang disampaikan oleh konselor. Selain itu, bagi beberapa klien, mengekspresikan diri melalui tulisan dapat terasa lebih leluasa dibandingkan dengan komunikasi verbal secara langsung (Gunawan dan Nugroho, 2023).

Meskipun menawarkan banyak manfaat, integrasi cyber counseling dalam praktik konseling modern tidaklah tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah masalah privasi dan keamanan data. Klien harus merasa yakin bahwa informasi pribadi mereka akan dilindungi dengan baik. Kebocoran data atau akses tidak sah dapat merusak kepercayaan klien dan merugikan reputasi penyedia layanan. Oleh karena itu, prosedur keamanan yang ketat dan teknologi enkripsi yang kuat sangat diperlukan.

Selain itu, tantangan teknis seperti koneksi internet yang stabil dan perangkat yang memadai menjadi prasyarat untuk menjalankan sesi konseling yang efektif. Di beberapa daerah, akses terhadap teknologi ini masih terbatas, yang dapat menjadi hambatan bagi implementasi cyber counseling. Gangguan jaringan akan membatasi konselor dalam melihat mimik wajah yang membuat konselor sulit memahami ekspresi klien. Tanpa kemampuan untuk membaca ekspresi wajah dan bahasa tubuh secara langsung, konselor mungkin kesulitan menangkap nuansa emosional yang penting untuk memahami perasaan dan kebutuhan klien secara menyeluruh (Nurlela, dkk, 2022).

Tantangan lain adalah perlunya adaptasi konselor terhadap metode konseling yang berbeda. Berkomunikasi melalui video call, pesan teks, atau email memerlukan keterampilan dan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan sesi tatap muka tradisional. Konselor harus dilatih untuk menggunakan teknologi ini secara efektif dan memahami dinamika komunikasi digital. Penguasaan prosedur, media virtual yang digunakan, serta etika dalam konseling online sangat penting karena berkaitan erat dengan citra profesional seorang konselor di mata klien dan masyarakat luas. Dengan menguasai prosedur yang benar, konselor dapat memberikan layanan yang lebih efektif dan efisien (Haryati, 2020).

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan memaksimalkan manfaat cyber counseling, diperlukan manajemen konseling yang efektif. Berikut beberapa aspek penting dari manajemen konseling yang harus diperhatikan:

  • Pelatihan dan Pengembangan Konselor:

Konselor perlu mendapatkan pelatihan yang memadai dalam penggunaan teknologi digital dan etika cyber counseling. Pelatihan ini harus mencakup cara menangani data klien secara aman, teknik komunikasi digital yang efektif, dan adaptasi metode konseling yang sesuai dengan platform online.

  • Infrastruktur Teknologi:

Penyedia layanan harus memastikan bahwa mereka memiliki infrastruktur teknologi yang memadai untuk mendukung cyber counseling. Ini meliputi perangkat keras yang andal, perangkat lunak yang aman, dan koneksi internet yang stabil. Investasi dalam teknologi yang tepat adalah kunci untuk menjalankan sesi konseling tanpa hambatan teknis.

  • Prosedur Keamanan dan Privasi:

Manajemen harus menerapkan prosedur yang ketat untuk melindungi privasi dan keamanan data klien. Ini mencakup enkripsi data, sistem autentikasi yang kuat, dan kebijakan privasi yang jelas dan transparan. Selain itu, penyedia layanan harus selalu memperbarui sistem keamanan mereka untuk mengantisipasi ancaman cyber yang terus berkembang.

  • Pemantauan dan Evaluasi:

Manajemen perlu terus memantau dan mengevaluasi efektivitas cyber counseling. Ini dapat dilakukan melalui survei kepuasan klien, umpan balik dari konselor, dan analisis data penggunaan. Evaluasi berkelanjutan memungkinkan perbaikan dan penyesuaian yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan.

  • Pendekatan Hybrid:

Menggabungkan cyber counseling dengan sesi tatap muka tradisional dapat menjadi pendekatan yang efektif. Pendekatan hybrid ini memungkinkan fleksibilitas bagi klien dan konselor, serta memastikan bahwa kebutuhan klien dapat terpenuhi secara optimal. Misalnya, klien dapat memulai dengan sesi tatap muka untuk membangun hubungan awal dengan konselor, kemudian melanjutkan dengan sesi online untuk memelihara kontak berkelanjutan.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya penerimaan terhadap layanan digital, cyber counseling berpotensi menjadi bagian integral dari layanan kesehatan mental di masa depan. Integrasi yang lebih luas dari teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan realitas virtual (VR) dapat membawa cyber counseling ke level yang lebih tinggi, memungkinkan pengalaman konseling yang lebih imersif dan personal. Cyber counseling membuka pintu bagi individu untuk mendapatkan bantuan psikologis tanpa terkendala oleh batasan geografis atau keterbatasan mobilitas, sehingga meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan mental secara keseluruhan.

Namun, penting untuk diingat bahwa teknologi hanyalah alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar yaitu memberikan bantuan psikologis yang efektif dan mudah diakses bagi semua orang. Sebagai masyarakat yang semakin digital, penting bagi kita untuk mengakui dan mengoptimalkan potensi teknologi dalam mendukung kesehatan mental. Dengan manajemen yang efektif, pelatihan berkelanjutan, dan komitmen terhadap keamanan dan privasi adalah kunci untuk memastikan bahwa cyber counseling dapat memenuhi potensi penuhnya. Integrasi ini tidak hanya meningkatkan efektivitas manajemen konseling tetapi juga membuka jalan menuju masa depan kesehatan mental yang lebih inklusif dan adaptif

Ditulis oleh: Nida Salma N (UIN WALISONGO SEMARANG)

REFERENSI

Gunawan, R., & Nugroho, A. R. (2023). Pengembangan Prototype Cyber Counseling Dalam Setting Pendidikan Dan Kesehatan Mental Bagi Mahasiswa. Jurnal Dinamika Pendidikan, 16(1), 33-47.

Haryati, A. (2020). Online counseling sebagai alternatif strategi konselor dalam melaksanakan pelayanan e-counseling di era industri 4.0. Bulletin of Counseling and Psychotherapy, 2(2), 27-38.

Jerizal, P., & Hanung, S. (2017). Kajian Konseptual Layanan Cyber counseling. Jurnal Konselor, 6(1), 22-20.

Kirana, D. L. (2019). Cyber counseling sebagai salah satu model perkembangan konseling bagi generasi milenial. Al-Tazkiah: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 8(1), 51-63.

Nurlela, N., Harapan, E., Surtiyoni, E., & Maulidina, P. (2022). Penerapan Cyber Counseling Pada Konseling Individual Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Bulletin of Counseling and Psychotherapy, 4(1), 84-89.

Sari, M. P., & Herdi, H. (2021). Cyber Counseling: Solusi konseling di masa pandemi. Jurnal Paedagogy, 8(4), 579-585.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun