Larangan Perkawinan
Hukum Islam juga mengenal adanya larangan perkawinan yang dalam fkih disebut dengan mahram (orang yang haram dinikahi). Di masyarakat istilah ini sering disebut dengan muhrim sebuahistilah yang tidak terlalu tepat. Muhrim kalaupun kata ini ingin digunakan maksudnya adalah suami, yang menyebabkan istrinya tidak boleh kawin dengan pria lain selama masih terikat dalam sebuah perkawinan atau masih berada  dalam idah talak raj'i. Di samping itu, muhrim itu jugadigunakan untuk menyebut orang yang sedang ihram.Ulamafkih telah membagi mahram ini kepada dua macam. Pertama disebut dengan mahram mu'aqqat (larangan untuk waktu tertentu) dan kedua mahram mu'abbad (larangan untuk selamanya).
Alasan dan Prosedur Poligami
Poligami memiliki akar sejarah yang cukup panjang, sepanjang sejarah peradaban manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang ke jazirah Arab, poligami merupakan sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat Arab. Poligami masa itu dapat disebut poligami tak berbatas. Lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan di antara para istri. Suamilah yang menentukan sepenuhnya siapa yangpaling ia sukai dan dan siapa yang ia pilih untuk dimiliki secara tidak terbatas. Para istri harus menerima takdir mereka tanpa ada usaha untuk memperoleh keadilan.Seperti yang termuat dalam Pasal 5 ayat 1 UndangUndang Perkawinan, syarat-syarat yang dipenuhi bagi seorang suami yangingin melakukan poligami, yaitu:
1. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri.
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anakmereka.
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anak mereka
Hak dan Kewajiban suami istri
Di antara kewajiban suami terhadap istri menurut kitab yang telah disebut di muka adalah berlaku adil dalam mengatur waktu untuk para istri, memberi nafkah dan lemah lembut dalam berbicara dengan mereka. Di samping itu, berangkat dari Hadis-hadis Rasulullah menurut Imam Nawawi setiap suami mestilah mengasihi istrinya dan memperlakukannya dengan baik, karena mereka adalah orang-orang yang lemah dan membutuhkan orang lain untuk menyediakan hal-hal yang menjadi keperluan mereka. Nabi mengumpamakan mereka seperti tawanan, karena pada dasarnyamereka adalah tahanan suami atau pinjaman yang diamanatkan oleh Allah.
Putusnya Perkawinan dan tata cara Perceraian
Sayyid Sabiq mendefnisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri.Defnisi yang agak panjang dapat dilihat di dalam kitab Kifayatal-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan nikah dan talak adalah lafaz Jahiliah yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah. Undang-Undang Pengadilan Agama, Kompilasi Hukum Islam juga memuat aturan tata cara pelaksanaan talak. Hal ini dapat dilihat pada pasal berikut ini:Pada Pasal 129 ada pernyataan: Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Iddah dan masalahnya
Iddah bermakna perhitungan atau sesuatu yang dihitung. Secara bahasa, mengandung pengertian hari-hari haid atau hari-hari suci pada wanita. Adapun secara istilah, "idah" mengandung arti masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berpikir bagi suami.Para ulama mendefnisikan idah sebagai nama waktu untuk menanti kesuciaan seorang istri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk dinikahkan.
Rujuk dan Permasalahannya
Rujuk secara bahasa bermakna kembali atau pulang. Dalam istilah fkih, rujuk berarti meneruskan atau mengekalkan kembali hubungan perkawinan antara pasangan suami istri yang sebelum itu dikhawatirkan dapat terputus karena dijatuhkannya talak raj'i oleh suami. Rujuk merupakan hak suami yang telah ditetapkan Allah Swt.MazhabHanafmendefnisikan rujuk dengan "melangsungkan hak milik yang ada tanpa adanya gan ti rugi, selama masa idah masih ada, atau melanjutkan hubungan suami istri selama masih dalam masa idah akibat talak raj'i." Adapunmenurut jumhur ulama, rujuk adalah, mengembalikan wanita yang ditalak, selain talak bain, pada perkawinan selama wanita itu masih berada dalam masa idah tanpa akad yang baru.
Asal -- Usul Anak
Penetapan asal-usul anak dalam perspektif hukum Islam memiliki arti yang sangat penting, karena dengan penetapan itulah dapat diketahui hubungan mahram (nasab) antara anak dengan ayahnya. Kendatipun pada hakikatnya setiap anak yang lahir berasal dari sperma seorang laki-laki dan sejatinya harus menjadi ayahnya, namun hukum Islam memberikan ketentuan lain. Seorang anak dapat dikatakan sah memiliki hubungan nasab dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah. Sebaliknya anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, tidak dapat disebut dengan anak yang sah, biasa disebut dengan anak zina atau anak di luar perkawinan yang sah dan ia hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Dengan demikian, membicarakan asal usul anak sebenarnya membicarakan anak yang sah.
Pemeliharaan anak dan tanggung jawab orangtua terhadap anak bila terjadi Perceraian
Sesuai dengan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menegaskan bahwa bapak bertanggung jawab atas semua pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan si anak, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan agama dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya dimaksud. Bagaimanapun pemeliharaan anak merupakan kewajiban kedua orangtua, oleh karenanya setiap orangtua tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja, sebab baik buruknya sifat dan kelakuan anak-anak, sepenuhnya tergantung baik buruknya pendidikan yang diberikan oleh kedua orangtuanya.
Perkawinan Berbeda agama
Pada masyarakat Muslim ada penolakan yang sangat kuat berkenaan dengan perkawinan beda agama. Ayat-ayat yang kerap digunakan sebagai dalil adalah QS al-Baqarah :221 dan ayat QS al-Mumtahanah ayat 10. Ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat Madinah di mana Allah Swt. telah memberi ketegasan apa yang halal (mayuhallu) dan apa yang haram (mayuhramu). Ayatayat tersebut langsung dapat dipahami sebagai larangan untuk melakukan pernikahan beda agama antara orang Islam dengan musyrik sebagaimana tegas disebut oleh ayat. Masalahnya adalah siapa yang musyrik? Ada kecenderungan dikalangan ahli untuk memahami kata musyrik itu adalah non muslim yang di dalamnya ada Hindu, Buddha, Konghucu dan kepercayaankepercayaan lainnya.
Harta dalam Perkawinan
Fikih Islam klasik sesungguhnya tidak mengenal istilah harta bersama yang diakibatkan oleh perkawinan. Para ulama agaknya sampai pada satu pemahaman yang tegas bahwa perkawinan tidak berdampak terhadap persatuan harta. Bagi laki-laki ada harta yang diperoleh dari hasil usahanya. Demikian juga bagi perempuan. Hanya saja suami berkewajiban untuk memberikan sebagian hartanya kepada istrinya sebagai nafkah.
Kesimpulan