Judul: I AM SARAHZA
Penulis: Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra
Editor: Iqbal Santosa
Lay Out: Muhamad Ali Imron
Cover: Resoluzy
Penerbit: Republika
Cetakan V, Februari 2019
"Dimana ada harapan, disitu ada kehidupan" itulah kutipan kalimat dalam buku ini yang menjadi inti dari kisah dalam novel ini. Dalam kehidupan berumah tangga ada pasangan yang baru menikah langsung diberi momongan, namun ada juga yang perlu bersabar atas ketetapan yang Allah berikan kepada mereka.
Seperti kisah inspiratif yang pernah dilalui oleh pasangan Hanum dan Rangga dalam mengarungi bahtera rumah tangga terutama perjuangan dalam menunggu buah hati. Novel ini menghadirkan tiga sudut pandang berbeda, yakni melalui sudut pandang Hanum sang istri, Rangga sang suami, dan yang terakhir adalah lewat sudu pandang Sarahza, si janin kecil dari Lauhul Mahfuz.
Hanum, sosok wanita cerdas nan ambisius ini Allah takdirkan bertemu dengan sosok pria yang juga sama cerdasnya. Ia juga dikenal dengan sosok yang penyayang, bertanggung jawab, dan penuh guyon. Kisah cinta mereka terbilang dramatis namun romantis karna Rangga hadir ketika Hanum sedang berada dalam titik rendah dalam perjalanan kuliah kedokteran giginya.
Selain itu juga sebagai anak politisi, Hanum harus ikut andil dalam tim sukses bapaknya yang saat itu dicalonkan sebagai bakal Presiden Republik Indonesia 2004, Amin Rais. Kisah mereka kian berlanjut dalam perjalanan 11 tahun rumah tangga mereka.
Sejatinya Hanum sangat menaruh hati dengan dunia jurnalistik. Menjadi seorang Presenter dan Wartawan TV adalah mimpinya. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Hanum mampu merealisasikan mimpinya itu dengan bekerja di sebuah acara reportase di salah satu channel TV terkemuka berkat andil suaminya, Rangga. Namun tak lama, Hanum harus rela melepas mimpi serta karirnya itu demi menemani suaminya yang memperoleh beasiswa doktor di Austria.
Tidak Ingin hidup dalam kesepian, layaknya rumah tangga pada umumnya, mereka mendambakan kehadiran seorang buah hati ditengah-tengah mereka. Usaha manual pun sudah mereka sering tunaikan namun tidak satu pun berbuah manis dalam penantian yang cukup lama.
Alhasil mereka pun memutuskan untuk memilih jalan inseminasi. Inseminasi adalah sebuah teknik medis dalam membantu reproduksi dengan memasukkan sperma ke dalam rahim dengan cara yang disebut dengan kateter.
Bukan sekali dua kali mereka melakukan usaha tersebut. Ditengah tertatihnya Rangga dalam menjalani pendidikannya, sampai harus mencari kerja tambahan dengan mengajar di sebuah kampus demi mendapatkan biaya untuk melakukan inseminasi yang harganya tidak murah.
Begitu pun beban moril sebagai wanita yang Hanum rasakan, serta segala usaha payahnya menahan sakitnya prosedur kedokteran. 5 kali mencoba usaha inseminasi di negeri yang terkenal memiliki prosedur inseminasi terbaik, namun tidak ada satupun yang membuahkan hasil.
Sepulangnya dari Austria, mereka terus melakukan usaha untuk mendapatkan apa yang mereka cita-citakan itu "memiliki anak". Mereka pun mencoba usaha lain yaitu dengan menjalani program IVF atau bayi tabung. Hanum pun harus rela dirinya merasakan sayatan pisau bedah dan tusukan puluhan jarum suntik lagi dan lagi.
Tidak sekali dua kali pula mereka melakukan usaha bayi tabung yang harganya berkali kali lipat dari harga inseminasi, melainkan 5 kali. Pernah Hanum bahagia karna dalam salah satu usahanya melakukan program itu janinnya tumbuh berkembang, namun tidak didalam rahimnya melainkan diluar. Menyebabkan Hanum harus kehilangan salah satu tuba dalam rahimnya.
Kejadian itu membut Hanum hampir menyerah dan pasrah karna segala usaha untuk menghasilkan buah hati tidak ada satupun yang membuahkan hasil. Dan kehilangan satu tuba dalam perutnya yang hanya menyisakan satu lainnya membuat Hanum kian pasrah akan segala mimpi itu. Suatu masa mereka berniat untuk mengadopsi anak dari panti asuhan yang pernah mereka kunjungi.
Namun orang tua Hanum tidak patah semangat untuk membantu mewujudkan cita-cita terbesar anaknya itu. Dalam sepertiga malam  mereka selalu memanjatkan doa pada Sang Illah tanpa henti. Hingga pada suatu hari Ibunya meminta Hanum untuk mencoba melakukan usaha program bayi tabung yang terakhir kalinya. Awalnya Hanum menolak namun akhirnya ia luruh dan bersedia mengabulkan permintaan ibunya.
Hanum menjalani program bayi tabung kali ini bukan atas kemauan dia, tetapi karena bentuk bakti terhadap Ibunya. Karna saat itu Hanum sudah benar-benar pasrah dan tidak mau lagi mendebat Tuhan atas takdir yang menimpa dirinya. Dan dalam usaha IVF terakhirnya itulah segala doa dan usaha yang selama ini dicurahkan terjawab.Â
Program bayi tabung yang dilakukannya berhasil. Janin dalam rahimnya Hanum berhasil berkembang dengan baik. Hingga pada 12 Rabiul Awal atau 12 Desember, setelah 12 tahun menunggu kehadiran buah hati dari dalam kandungannya, lahirlah seorang peri cantik yang diberi nama Sarahza Reashira yang memiliki arti perempuan cantik nan kokoh yang menjadi angin pembawa berita gembira.
11 tahun menjalani pernikahan tanpa hadirnya buah hati mungkin akan membuat sebagian pasangan rumah tangga goyah atau bahkan memutuskan berakhir ditengah jalan. Namun pasangan yang berdiri dengan kekuatan cinta akan lebih memilih untuk terus mengarungi bahtera rumah tangga bersama hingga Allah menilai segala ikhtiar dan doanya layak untuk diapresiasi dengan hadiah yang mereka dambakan selama ini.
Kisah inspiratif Hanum & Rangga ini patut dijadikan pelajaran bagi para pasangan dalam menempuh biduk rumah tangga mereka terutama dalam mempelajari makna sabar yang sesungguhnya dalam berumah tangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H