Sebagai mahasiswa perbankan syariah tentunya tidak asing lagi dengan yang namanya fiqih muamalah dimana fiqih muamalah merupakan tata cara bagaimana kita bermuamalah dan berekonomi dengan syariat Islam. Menyangkut dengan perbankan pasti tidak asing lagi dengan yang namanya gadai. Lalu apa dan bagaimana gadai itu menurut ilmu fiqih muamalah ?
Pengertian rahn secara etimologis adalah al-rahn yakni berarti tetap dan lama, sedangkan al-habs yakni berarti menahan terhadap suatu barang dengan hak yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Kemudian makna gadai sendiri atau rahn dalam pengertian hukum perundang-undangan disebut sebagai barang jaminan atau agunan atau rungguhan. Islam mengartikan rahn sebagai alat tolong-menolong untuk umat tanpa mengharapkan sebuah imbalan. sedangkan menurut istilah syara' yang dimaksud dengan gadai atau rahn adalah dijadikannya suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara' untuk digunakan sebagai jaminan utang yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut. Sedangkan menurut para ulama' ahli fiqih sebagai berikut :
a. Menurut Ulama Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa gadai atau rahn merupakan kegiatan menjadikan materi atau barang sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayaran utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar utangnya itu. Dalam artian barang yang dijaminkan memiliki nilai ekonomis atau nilai yang dapat dijual kembali guna melunasi hutang si peminjam kepada murtahin yang tidak bisa dibayarkan oleh si peminjam oleh sebab itu barang yang digadaikan menjadi hak milik dari murtahin guna membayar hutang yang telah dipinjam oleh si peminjam.
b. Menurut Hanafiah mendefinisikan rahn bahwa rakyat adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atau menjaminkan sebuah barang terhadap hak atau piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak atau piutang itu sendiri, baik seluruhnya maupun sebagian. Sama dengan pendapat yang awal dalam konteks ini masih disebutkan bahwa rahn merupakan barang jaminan yang ketika si peminjam tidak dapat membayar pada murtahin maka barang tersebut dapat dijadikan sebagai pembayaran baik secara keseluruhan maupun secara sebagian.
c. Menurut Malikiyah rhn merpakan sesuatu yang bernilai harta yang diambil dari pemiliknya guna dijadikan sebagai jaminan atas utang yang mengikat atau tetap atau bisa juga menjadi tetap. Mengikat dalam artian disini adalah memiliki kewajiban atas pembayaran dengan sistem dan waktu yang telah disepakati apabila tidak terpenuhi maka rahn menjadi milik murtahin.
d. Menurut Ahmad Azhar Basyir gadai atau rahn didefinisikan berdasarkan istilah ialah dijadikannya suatu benda bernilai menurut pandangan syara' sebagai tanggungan hutang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.
e. Menurut Muhammad Syafi'i Antonio mendefinisikan bahwa rahn adalah menahan salah satu harta milik nasabah atau rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas pinjaman yang diterimanya. Di mana dalam hal ini marhun tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan atau penerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Dasar Hukum Ar-Rahn
a. Bersandar pada Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 283 yang memiliki arti :
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis,maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikanamanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Danjanganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
b. Menurut Hadist yakni HR. Bukhari, Kitab Ar-Rahnfikatakan bahwa :
"Dari Aisyah, sesungguhnya Nabi saw membeli makanansecara tidak tunai dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya". (HR. Bukhari)
c. Berdasarkan ijma' para Ulama'
Para ulama bersepakat bahwa al-qrdh dikatakan boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tentang hakikat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan dari sesama manusia atau bantuan dari saudaranya. Tidak ada manusia yang memiliki semua barang yang ia butuhkan oleh karena itu pinjam-meminjam sudah menjadi suatu bagian dari kehidupan manusia di dunia ini.
Jadi berdasarkan beberapa pendapat serta pengertian rahn secara singkatnya dapat disimpulkan bahwa rahn adalah suatu kegiatan yang merupakan utang piutang yang menggunakan barang yang mempunyai nilai ekonomis sebagai jaminan.
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.25/DSN
MUI/III/2002 yang ditetapkan pada tanggal 28 Maret 2002 oleh ketua dan sekretaris DSN tentang Rahn,
1) Penerima gadai (Murtahin) mempunyai hak untuk menahan
barang jaminan (Marhun bih) sampai semua utang nasabah (Rahin) dilunasi.
2) Barang jaminan (Marhun bih) dan manfaatnya tetap menjadi milik nasabah (Rahin).
3) Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadai pada dasarnya
menjadi kewajiban nasabah, namun dapat dilakukan juga oleh penerima gadai, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban nasabah.
4) Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang gadai tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5) Penjualan barang gadai.
6) Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase.
Macam-macam gadai Menurut Ulama' fiqih :
1. Harta benda gadai yang memerlukan pemeliharaan (makanan), jenis ini terbagi menjadi dua yaitu hewan peliharaan yang dapat tunggangi dan diperah susunya serta gadai pada zaman jahiliah seperti 'Abd (budak lak-laki) dan 'Amah (budak perempuan).
2. Gadaian yang tidak memerlukan pemeliharaan semisal pemberian makanan seperti rumah, perhiasan dan lain-lain, maka dalam hal ini murtahin tidak berhak mengambil manfaat darinya kecuali dengan izin dari rahin ( pengadai ).
Syarat Gadai (Rahn) :
a. Berakal
b. Baligh
c. Keadaan barang saat dilakukan akad
d. Barang milik persekutuan
e. Diterimanya barang oleh penggadai atau wakilnya
f. Murtahin dan rahin
g. Sighat
h. Marhun bih atau utang
Rukun gadai :
a. Akad dan ijab kabul
b. Aqid
c. Barang jaminan
d. Rahin dan Murtahin
Ketentuan umum pelaksanaan rahn dalam islam :
a. Kedudukan Barang
b. Gadai Pemanfaatan
c. Barang Gadai Resiko
d. Atas kerusakan barang gadai
e. Pemeliharaan barang gadai
f. Kategori barang gadai
g. Pembayaran atau pelunasan utang gadai
h. Prosedur pelelangan gadai
Prosedur Barang Gadai (Marhun) :
1) Barang yang tidak boleh dijual tidak boleh digadaikan
2) Tidak sah menggadaikan barang rampasan (ghasab) atau barang pinjam dan semua barang yang diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan.
3) Disyaratkan pula agar utang piutang dalam gadai itu diketahui oleh kedua belah pihak.
4) Menerima barang gadai oleh pegadaian adalah salah satu rukun akad gadai atas tetapnya gadaian
5) Penarikan kembali (pembatalan) akad gadai itu adakalanya dengan ucapan dan adakalanya dengan tindakan.
6) Jika akhir masa sewanya belum tiba maka waktu membayar utangnya tida termasuk pembatalan.
7) Jika masa membayar utang pada gadai lebih awal dari pada masa sewa maka tidaklah termasuk pembatalan gadai
8) Barang gadaian adalah amanat di tangan penerima gadai. Karena ia telah menerima barang itu dengan ijin nasabah.
9) Jika barang gadaian tersebut musnah tanpa ada kesengajaan dari pihakpegadaian, pegadaian tidak wajib menanggung barang tersebut dan jumlahpinjaman yang diterima oleh penggadai tidak boleh dipotong atau dibebaskan.
10) Seandaianya pegadaian mengaku bahwa barang gadaian tersebut musnah, maka pengakuan tersebut dapat dibenarkan dengan disertai sumpah, sebab pegadaian tidak menjelaskan ebab-sebab musnahnya barang tersebut, atau ia menyebutnya tapi tidak jelas.
11) Seandaianya pegadaian mengaku telah mengembalikan barang gadaian, pengakuan tidak dapat diterima kecuali disertai dengan bukti (kesaksian) sebab bukti bagi pegadaian itu tidak sulit.
12) Jika pegadian itu lengah atau merusak barang gadaian karena sengajamemanfaatkan barang yang dilarang untuk dipergunakan maka pegadaian harusmenggantinya.
Prosedur Penaksiran Marhun
A. Barang Kantong :
1. Emas
Petugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat (HPP) dan standar taksiran logam yang ditetapkan oleh kantor pusat. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi, kemudian penaksiran melakukan pengujian karatase dengan menggunakan "Jarum Uji" dan berat serta menentukan nilai
taksiran.
2. Permata
Petugas penaksiran melihat standar taksiran yang ditetapkanoleh kantor pusat. Standar ini selalu disesuaikan denganperkembangan pasar permata yang ada, selanjutnyamelakukan pengujian kualitas dan berat permata serta menentukan nilai taksiran.
B. Barang gudang (mobil, mesin, barangelektronik, tekstil, dan lain-lain)Petugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat (HPS) dari barang. Harga pedoman untukkeperluan penaksiran ini selalu disesuaikan denganperkembangan harga yang terjadi, selanjutnyamenentukan nilai taksiran.Adapun nilai taksiran terhadap suatu barang yangdijadikan jaminan ditentukan berasarkan prosentase atau angka pengali tertentu misalnyauntuk emas sebesar 88% dari harga pasar, untukberlian 45%. Angka pengali ini dapat berubahsesuai kebijakan yang berlaku di pegadaian.
Prosedur Pemberian Pinjaman
Barang jaminan dinilai berdasarkan harga atau nilai taksiran dan pinjaman dapat ditentukan sebesar persentase tertentu dari nilai taksiran. Hal ini merupakan kebijakan perum Pegadaian dan besarnya berkisar antara 80% hingga 90% setiap barang yang dijaminkan sesuai hitungan persentase dari nilai taksiran dan harga.
Prosedur Berakhirnya Akad Rahn
a. Rahin membayar hutangnya
b. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya.
c. Dijual dengan perintah hakim atas perintah rahin.
d. Pembebasan hutang dengancara apapun, meskipun tidakada persetujuan dari pihak rahin.
Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai
A. Hak Pemegang Gadai:
1. Pemegang gadai berhak menjual marhun, apabila rahin pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang yang berutang.Sedangkan hasil penjualan marhun tersebut diambil sebagian untuk melunasi marhun bih dan sisanya dikembalikan kepada rahin.
2. Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.
3. Selama marhun bih belum dilunasi, maka murtahin berhak untuk menahanmarhun yang diserahkan oleh pemberi gadai (hak retentie).
B. Kewajiban Pemegang Gadai:
1. Pemegang gadai berkewajiban
bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga marhun, apabila hal itu atas kelalaiannya.
2. Pemegang gadai tidak dibolehkan menggunakan marhun untuk kepentingan sendiri.
3. Pemegang gadai berkewajiban untuk memberi tahu kepada rahin sebelumdiadakan pelelangan marhun.
Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai Syariah
A. Hak Pemberi Gadai:
1. Pemberi gadai berhak untuk
mendapatkan kembali marhun, setelah pemberi gadai melunasi marhun bih.
2. Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya marhun, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian murtahin.
3. Pemberi gadai berhak mendapatkan sisa dari penjualan marhun setelah dikurangi biaya pelunasan marhun bih, dan biaya lainnya.
4. Pemberi gadai berhak meminta kembali marhun apabila murtahin telah jelas menyalahgunakan marhun.
B. Kewajiban Pemberi Gadai
1. Pemberi gadai berkewajiban untuk melunasi marhun bih yang telah diterimanya dari murtahin dalam tenggang waktu yang yelah ditentukan, termasuk biaya yang lain yang telah ditentukan murtahin.
2. Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan atas marhun miliknya, apabiladalam jangka waktu yang telahditentukan rahin tidak dapat melunasimarhun bih Kepada murtahin.
Hukum pengambilan manfaat rahn
Dalam memanfaatkan barang yang digadaikan, para ulama berbeda pendapat. Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang-barang gadai tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena hal ini termasuk kepada utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila dimanfaatkan termasuk riba.Misal kita menggadaikan laptop kemudian sang murtahin menggunakan laptop untuk keperluan sekolah anak si murtahin tersebut hal itu dilarang meski diizinkan oleh murhin hal ini dikarenakan dapat mengandung riba.
Persamaan rahn konvensional dan syariah
a. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang
b. Adanya barang jaminan
c. Barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang jika batas waktu peminjaman uang telah habis.
Perbedaan gadai syariah dan konvensional
a. Konsep dasarnya gadai syariah adalah tolong menolong (jasa pemeliharaan barang jaminan), sedangkan konvensional yakni profit oriented atau bahasa singkatnya adalah bunga.
b. Dalam gadai syariah ada beban pembiayaan sedangkan konvensional berbasis bunga dan pokok pinjaman.
c. Gadai syariah hanya bisa dilakukan oleh lembaga atau perum pegadaian , sedangkan untuk konvesional dilakukan secara personal
d. Untuk gadai syariah barang jaminan akan dijual jika tidak mampu membayar dengan kelebihan penjualan dikembalikan kepada rahin sedangkan untuk konvesional bersifat lelang.
Resiko akad rahn
a. Resiko tak terbayarnya hutang nasabah (wanprestasi)
b. Resiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
Penerapan gadai pada Perbankan syariah
a. Sebagai Produk Pelengkap
Artinya adalah sebagai akad tambahan (jaminan/collatelar ) kepada produk lain seperti pada pembiayaan bai'al murabbahah. Bank dapat melakukan penahanan terhadap nasabah sebagai konsekuensi dari akad rahn ini.
2. Sebagai Produk Tersendiri di beberapa negara Islam.
Akad ini dipakai sebagai alternatif dari penggadaian konvensional yang dimana dalam rahn tidak dikenakan biaya tambahan atau bunga sedangkan yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan serta penaksiran.
Manfaat Gadai (Rahn)
a. Menjaga kemungkinan untuk lalai atau bermain-main dengan pembiayaan yang diberikan
b. Memberikan rasa aman bagi penabung dan pemegang deposito
c. Membantu orang yang sedang membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H