Pada tanggal 25 Maret 2020 saya berkunjung ke kediaman ketua vihara "Dhamma Tirta Mulia" yang berdiri sejak tahun 1983 di Desa Karangrejo Kec. Garum Kab.Blitar. Kediaman beliau tidak terlalu jauh dari vihara beliau merupakan ketua vihara masa bakti 2017-2021. Hala yang unik menurut saya adalah ketika kita asik mengobrol tentang bagaimana umat Buddha menjalankan ibadah dan aturan-aturannya saat itu minum yang disuguhkan kepada saya tiba-tiba ikut dinikmati oleh binatang kecil yaitu semut. Yang kemudian saat itu saya dilarang untuk membunuhnya. Kemudian Pak Edi menjelaskan kepada saya tentang dasar agama Buddha yaitu Pancasila  yang isinya adalah :
1.Saya bertekad menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2.Saya bertekad menghindari mengambil barang yang tidak diberikan. Dalam contoh kecil adalah ketika kita diberi minum tetapi tidak dipersilahkan maka tidak akan diminum.
3.Saya bertekad menghindari perbuatan asusila.
4.Saya bertekad menghindari ucapan yang tidak benar.
5.Saya bertekad menghindari makanan yang membuat lemah kesadaran.
Sedangkan untuk tingkatkan diatasnya memiliki 10 aturan yang harus dijalankan. Sedangkan untuk para biku atau biksu harus menjalankan 227 aturan.
Dari sini saya semakin tertarik untuk mengenal agama Buddha sehingga saya mulai menyimak keterangan pak Edi seputar cara beribadah agama Buddha di Vihara "Dhamma Tirta Mulia". Menurut keterangan beliau dalam menjalankan ibadahnya tidak ada ketentuan yang mengikat dalam hal waktu dan tempat, dalam artian elastis atau kondisional yang terpenting adalah selalu ingat kepada sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari dalam artian tidak lupa atau konsentrasi pada satu titik yaitu pada sang Buddha inilah yang disebut Meditasi. Dalam hal ini waktu beribadah merupakan kesepakatan umat.Â
Pada Vihara "Dhamma Tirta Mulia" adalah hari Minggu untuk Kebaktian dan Rabu malam Anjang sana kerumah para umat. Selain itu menurut pak Edi kebaktian sejak zaman sang Buddha itu tidak ada merupakan kesepakatan umat. Kemudian alat untuk untuk sembahyang sendiri ada dua yaitu peralatan pribadi dan peralatan untuk sesembahan. Peralatan pribadi meliputi apa yang kita pakai namun hal ini tidak ada aturan khususnya namun karena ritual kebanyakan dilakukan dalam posisi duduk maka dianjurkan untuk berpakaian yang longgar dan panjang dalam artian kondisional. Kemudian untuk sesembahan sendiri memiliki beberapa peralatan yaitu:
1.Lilin yang biasanya berwarna merah namun sesungguhnya tidak harus berwarna merah namun untuk menciptakan keindahan lilin menjadi 5 warna sesuai bendera Buddhis yaitu Warna-warni horizontal melambangkan perdamaian abadi dari ras-ras yang ada di dunia dan keharmonisan dalam kehidupan bersama. Warna vertikal melambangkan perdamaian dunia yang warna-warnanya adalah sebagai berikut :
2. Biru (Nla) dari warna rambut Sang Buddha melambangkan bakti atau pengabdian.
3.Kuning emas (Pta) dari warna kulit Sang Buddha melambangkan kebijaksanaan.
4.Merah tua (Lohita) dari warna darah Sang Buddha melambang cinta kasih.
5.Putih (Odta) dari warna tulang dan gigi Sang Buddha melambang kesucian.
6.Jingga (Manjesta) dari warna telapak tangan, kaki dan bibir Sang Buddha yang melambangkan semangat.
7.Gabungan kelima warna di atas (Prabhasvara) melambangkan gabungan kelima faktor yang tersebut di atas (makna sebenarnya istilah Prabhasvara adalah bersinar sangat terang atau cemerlang).