Mohon tunggu...
Nida Nur Hanifah
Nida Nur Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga - 21107030016

If Happy Ever After Did Exist

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Time Traveler

29 Juli 2022   13:05 Diperbarui: 29 Juli 2022   13:13 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bising-bising rusuh terdengar jelas mengusik telinga yang sekalipun terlapisi helm formatika. Oh iya lupa, ada antena yang juga berpengaruh menangkap seluruh sinyal getaran yang diperoleh dari frekuensi suara dan merambat ruang hampa. Suara kegaduhan yang berasal dari orang-orang yang berada di salah satu belahan planet biru.

Apakah kamu percaya adanya penjelajah waktu?

Jakarta, Indonesia 2013

" Survei Programme For International Student Assessment (PISA) mengungkapkan bahwa Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia"

Layar-layar besar di jalanan ibukota menampilkan penggalan  informasi mancanegara, hiruk pikuk kendaraan yang berhenti sejenak karena lampu merah dan lalu lalang orang-orang di zebra cross tidak terlalu memperdulikan layar-layar besar yang mengocehkan informasi.

"Lihatlah, kondisi negara ini bahkan untuk mendengar informasi pun mereka malas. Bagaimana caranya untuk memajukan teknologi peradaban?" Ucap Lelaki Bermata Biru sambil mematikan helm formatika pemancar hologram.

Hologram itu menampilkan suasana panas, padat dan riuh suatu kota di bagian bumi selatan. Mungkin sekitar 3.954 km dari titik dimana pria bermata biru dan teman-temannya berada. Pesawat terbang mini ciptaannya CLX 18 meluncur setinggi 567 Mdpl. Pesawat yang hanya memuat tiga orang itu berwarna biru kehitaman mendarat di atas samudera hindia.

"Jika teknologi mereka saja sudah tertinggal bagaimana beberapa tahun ke depan?" Cetus Perempuan Berambut Pirang di belakangnya.

"Satu hal yang dapat membantu dalam memajukan peradaban suatu negara adalah literasi dan pendidikan. Kegiatan membaca, menulis dan berkomunikasi akan mendukung kemajuan suatu negara. Melihat kondisi itu, sangat jelas terlihat bahwa kebudayaan masyarakatnya yang kurang dalam literasi," Ujar Lelaki Bermata Biru lagi.

" Berarti permasalahan yang harus diatasi adalah bagaimana sistem pendidikan di negara itu beroperasi secara maksimal melalui peningkatan budaya literasi masyarakatnya, sehingga bisa mendorong inovasi dan kemajuan bagi negara itu, bukan begitu?" Kini giliran Perempuan Berkacamata yang duduk di samping Lelaki Bermata Biru menyampaikan pendapatnya.

Perempuan Berkacamata melepas kacamatanya dan menyentikan jarinya, helm formatika melingkupi kepalanya. Ia menayangkan hologram sebuah kota metropolitan di bagian barat bumi.

"Ucapanmu itu berlagak sok bijak," Ejek Lelaki Bermata Biru.

Perempuan berambut pirang terkekeh, " Hahaha bukankah kau tahu kita adalah penjelajah ruang dan waktu beberapa zaman untuk menilai?" Puji Perempuan Berkacamata itu pada diri sendiri.

"Hey, sudahlah! Sombong pun tidak terlalu baik"

Tiga manusia di dalam pesawat itu tertawa.

"Baiklah, UNESCO USA tahun 2018"

Dan pesawat itu sekejap menghilang.

New York, USA 2018

" ....for our and the world! Thank you everyone..."

Gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh penjuru ruang konferensi. Direktur Jenderal UNESCO turun dari podium tempatnya berpijak mengobarkan semangat.

sumber : republika
sumber : republika

Lelaki bermata biru itu menghampiri di sela-sela sorotan tajam kamera.

"Apakah kau sudah melihat survei terkini The World Most Literate Nations (WMLN) yang merilis daftar peringkat negara-negara dengan tingkat literasi tinggi di dunia?" Tanya Lelaki Bermata Biru

" Apa kau meragukanku?" Direktur Jenderal kembali tersenyum, ia menghadap kamera dan kembali berbicara.

"Jhon W. Miller President Central Connecticut State University New Britain kembali merilis daftar peringkat negara-negara dengan tingkat literasi tinggi dalam The World Most Literate Nations yang dilakukan lebih dari 60 negara di dunia. Peringkat tertinggi survei kali ini adalah Finlandia. Applause!"

Gemuruh tepuk tangan kembali terdengar.

"Hehehe...sekarang kau percaya kemampuanku?" Lelaki Bermata Biru itu menyanjung diri sendiri

"Memangnya tahun berapa aku bilang aku tidak mempercayaimu ha, anak muda?" Direktur Jenderal terkekeh

"Lantas negara apa yang berada di urutan paling bawah?" Lelaki Bermata Biru bertanya antusias

"Oh, astaga kalian akan mengunjunginya juga kah?" Direktur Jenderal menggelengkan kepala. "Aku sampai lupa dari mana dan sejak tahun kapan kalian berasal"

Mereka berdua terkekeh.

Dari ambang pintu dua perempuan sudah berkacak pinggang sembari mendengus kesal. Lelaki Bermata Biru itu tersenyum.

"Tenanglah kawan, kita hanya berganti tempat bukan berganti zaman."

"Sudahlah, kita akan terlambat" Perempuan berambut pirang berjalan menuju CLX 18.

"Hendak ke mana?"

Yogyakarta, Indonesia 2018

Segala persiapan selesai. Tiga orang yang "mengaku" sebagai warga negara asing dan memalsukan semua data pribadi siap untuk menjalani kehidupan di kota pelajar. Terutama si Lelaki bermata biru yang kini siap untuk "berkuliah" di salah satu universitas komunikasi di Yogyakarta.

"Jangan sampai kesiangan, ini bukan misi yang sederhana!" Perempuan Berkacamata memelototinya saat berpapasan di lobi hotel.

"Hey, ayolah bisakah kita menikmati ini layaknya tour liburan?" oceh Lelaki Bermata Biru

Kedua teman perempuannya mencibir. Mereka berdua melamar pekerjaan di salah satu perusahaan media cetak besar di Yogyakarta. Mereka bergegas keluar hotel dan berbaur di jalan bersama banyak manusia lainnya.

Tahukah kalian? dari sekian banyaknya manusia yang kalian temui ada yang merupakan manusia pribumi, kemudian ada pendatang yang menetap beberapa waktu yang lama. Diantara semuanya ada yang memiliki pekerjaan, seorang pelajar, atau mungkin pengangguran dan satu lagi "bukan manusia". Mungkin sekitar 1% atau nol koma sekian % yang bisa kita sebut tidak jelas asal muasalnya, entah mereka hantu, atau manusia dari multiverse lain, atau seorang penyelundup, orang asing yang secara prosedur tidak mungkin berada di suatu tempat. Tiga kawan yang "mengaku" warga negara asing itulah salah satunya dari 1% manusia yang tanpa kita sadari mungkin ada disekitar kita.

Kata orang, Yogyakarta adalah kota pelajar di sebuah negara yang bernama Indonesia ini. Wilayahnya kecil yang berbatasan dengan pesisir-pesisir pantai yang menghadap ke arah samudera hindia. Ada ratusan perguruan tinggi yang berdiri di tanah ini, menjadikannya tempat yang cocok memulai misi mengembangkan literasi yang dibawa tiga sekawan antah berantah itu. Saking lamanya mereka mengembara dari waktu ke waktu membantu memperbaiki kebudayaan literasi suatu negara dan memajukan pendidikan. Mereka bahkan lupa dimana seharusnya kini mereka berada.

Literasi adalah salah satu hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu negara. Berkembangnya budaya literasi akan berpengaruh kepada kualitas pendidikan yang ada. Makin bagus kualitas pendidikan akan melahirkan masyarakat yang berwawasan luas dan berkualitas mahal sehingga dari sinilah perubahan peradaban akan terbangun perlahan.

Sayangnya Indonesia mempunyai kebudayaan literasi yang amat kurang. Beberapa faktornya adalah belum ditanamkan kebiasaan sejak dini dan belum meratanya fasilitas pendidikan dan buku yang efisien. Jangan dulu jauh-jauh ke daerah pelosok negeri ini, kota-kota besar atau metropolitan yang berbagai fasilitas penunjang membaca terpenuhi pun masih terlihat sedikit sekali minat baca masyarakat. Beberapa orang mengunjungi perpustakaan hanya jika ingin mencari bahan tugas. Wawasan hanya sebatas pada standar akademik yang ditentukan. Mereka kurang mengeksplor wawasan dunia lebih luas diluar kewajiban materi yang harus dipelajari.

"Okay, aku mengetahui langkah apa yang harus kita lakukan untuk sedikit meningkatkan budaya literasi di kota ini" Ucap lelaki bermata biru ketika mereka makan siang

"Baik, sampaikan rencanamu"

"Apakah kita akan menggunakan metode pengembangan literasi seperti di Finlandia?" Tanya Perempuan Berkacamata

"Sistem pendidikan tanpa pemeringkatan dan inklusif di sana tentu masih susah untuk diterapkan disini dan akan membutuhkan jangka waktu yang panjang, kita hanya perlu memaksimalkan apa yang sudah ada disini. Setidaknya itu membantu sedikit perubahan." Lanjut Lelaki Bermata Biru

"Apa rencana "untuk sedikit" membantu itu?" Tanya Perempuan Berambut Pirang

"Pertama, kita harus menanamkan kebiasaan literasi setiap harinya kedua kita harus menyediakan fasilitas yang efisien untuk membaca dimanapun, dan kapanpun."

Yogyakarta, Indonesia 2025

Sembilan tahun berlalu membawa revolusi menakjubkan bagi Lelaki Bermata Biru dan kedua kawannya. Rencananya meningkatkan kebudayaan literasi di Indonesia mulai terlihat hasilnya. Perpustakaan-perpustakaan lembaga yang tadinya berdiri secara konvensional kini sudah mengoptimalkan operasinya melalui sistem digital. Hampir setiap lembaga perguruan tinggi menerapkan e-Library yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja.

Program menanamkan minat baca tidak kalah berhasilnya. Setiap akses perpustakaan digital memiliki fitur canggih yang mencatat penggunanya meminjam buku apa saja dan berapa banyak pengguna meminjam buku selama satu minggu. Setiap lembaga menerapkan wajib baca beberapa buku untuk seminggu tergantung kebijakan masing-masing lembaga.  Semuanya akan tercatat otomatis di sistem pengawas elektronik setelah pengguna terdaftar sebagai anggota dari perpustakaan digital.

Tanpa disadari kebijakan yang awalnya berat ini berjalan walau diawali dengan keterpaksaan masyarakat. Pengguna dapat saling mengunjungi akun pengguna lain, dan berapa banyak buku yang telah dibaca akan terlihat sehingga mengundang jiwa kompetisi dan haus literasi bagi pengguna lain.

Tidak melupakan daerah-daerah yang terpelosok. Beberapa buku bacaan cetak yang jarang dibaca dan sudah mulai rusak di produksi ulang dan dikirimkan ke daerah-daerah minim fasilitas pendidikan untuk memenuhi setidaknya beberapa rak kecil disana. Toh, tidak kurang-kurang buku yang ada karena setiap orang bisa mengakses melalui perpustakaan digital.

Walaupun dampak yang terjadi mungkin tidak langsung menjadikan Indonesia sebagai negara dengan status literasi tinggi, namun semua perubahan besar itu tentunya berawal dari perubahan kecil yang dimulai dari kebiasaan. Sebuah kebiasaan juga kadang dimulai dari keterpaksaan yang berat.

Sebentar, dimana sekarang Lelaki Bermata Biru dan teman-temannya?

"Jadi siapa yang pertama kali mengusulkan program ini?"  Tanya Menteri Pendidikan Indonesia ketika dia menghadiri seminar nasional Hari Literasi Dunia di Yogyakarta.

Hadirin mendadak hening.

Sayangnya, mereka harus menyembunyikan identitas mereka dari siapapun kecuali Direktur Jenderal UNESCO yang mungkin kini sudah tidak menjabat lagi haha...

"Rethinking education is more necessary than ever to give direction to the future"

Memikirkan kembali pendidikan lebih penting dari sebelumnya untuk memberikan arah ke masa depan.

-Audrey Azoulay, UNESCO Director General

sumber: facebook
sumber: facebook

amikom.ac.id 

https://home.amikom.ac.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun