Mohon tunggu...
Nida Nur Hanifah
Nida Nur Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga - 21107030016

If Happy Ever After Did Exist

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang Dunia Ketiga di Depan Mata? Konflik Rusia dan Ukraina Disebut Sebagai Pemicunya

24 Februari 2022   21:27 Diperbarui: 25 Februari 2022   10:37 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilansir dari chanel youtube Compas.com menyebutkan China memperingatkan Perang Dunia Ketiga dapat terjadi kapan saja, peringatan ini disampaikan China di sela ketegangannya dengan Taiwan namun, baru baru  ini justru konflik yang diduga akan menyulut perang dunia ketiga berasal dari Rusia dan Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan deklarasi perang dimana dia telah mengerahkan operasi militer di Ukraina, Rusia dikatakan oleh Putin tidak berniat untuk mengambil Ukraina atas operasi militer yang kini tengah dijalankan. Tapi, operasi ini digunakan untuk melindungi warga sipil.

Lantas apa yang sebenarnya diinginkan Rusia ? Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana melalui chanel Kompas TV menyebutkan bahwa narasi yang disampaikan Rusia berawal dari masyarakat di Donetsk terutama di Luhan yang mendeklarasikan kemerdekaan dari Ukraina, mereka adalah pemberontak dari Ukraina yang ingin mendirikan negara baru bahkan sudah di deklarasikan, hal ini telah diakui oleh presiden Rusia. Presiden Rusia bahkan menjamin bahwa apabila para pemberontak akan dilakukan tindakan polisionil dari pemerintah Ukraina, maka Rusia akan melindungi warga sipil di Donbas.

Pemicu keinginan masyarakat Ukraina untuk membentuk negara baru disebutkan oleh Putin dikarenakan kekejaman dari pemerintah Kiev yang disebutkan telah melakukan kejahatan Genosida. Putin juga menyebutkan bahwa jika Ukraina akan mengerahkan pasukannya untuk melawan pemberontak ini maka Putin akan membantu. Hal ini dilakukan karena Rusia sudah terikat perjanjian dengan negara Donetsk dan Luhan bahwa, mereka kemungkinan akan diserang oleh pemerintah Ukraina.

Pemerintah Ukraina tentu tidak menginginkan bahwa bagian dari wilayahnya memberontak terhadap pemerintahan Ukraina yang sah apalagi didukung oleh negara lain dengan menggunakan kekerasan. Dari narasi Pemerintah Ukraina sendiri menyatakan bahwa, Ukraina akan melawan siapapun yang akan mendukung pihak-pihak pemberontak Ukraina. Dalam panasnya situasi militer tersebut, presiden Ukraina meminta bantuan dari negara-negara barat khususnya Amerika Serikat.

Ukraina kemudian berniat untuk memasuki organisasi NATO ( North Atlantic Treaty Organization), namun diancam oleh Presiden Rusia bahwa apabila Ukraina masuk ke dalam NATO berarti ia melibatkan negara-negara lain dalam NATO untuk ikut berperang. Satu-satunya cara Ukraina untuk mendapatkan bantuan dari negara-negara barat khususnya Amerika Serikat adalah menghadap Dewan Keamanan PBB. Sedangkan, peluang kemungkinan disetujui oleh Dewan Keamanan PBB sangat kecil dikarenakan Rusia menjadi salah satu Dewan Tetap Keamanan PBB yang mempunyai hak untuk mengeluarkan Hak Veto untuk mengeluarkan mandat yang membolehkan terjadinya perlawanan antar negara-negara.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Hukmahanto Juwana menegaskan bahwa, Permasalahan ini harus dibawa ke dalam Mejelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa, karena di dalam Majelis Umum tidak terdapat Hak Veto dan pengambilan keputusan berdasarkan mayoritas. Permasalahan ini dikhawatirkan dapat memicu Perang Dunia Ketiga.

Ditelusuri dari sejarah bahwa, salah satu pemicu konflik Rusia-Ukraina adalah Rusia menganggap Ukraina adalah bagian dari Rusia hal ini telah disebutkan dalam sejarah. Disebutkan di dalam beberapa media bahwa Presiden Ukraina sempat berbicara dengan Putin namun, hasilnya nihil dan operasi militer tetap saja diberlakukan. Namun, Rusia telah kukuh atas pendiriannya untuk membela dua negara yaitu Donetsk dan Luhan yang ingin lepas dari cengkraman Ukraina maka tidak ada dialog lagi antara Rusia dan Ukraina. Putin juga meminta agar tentara Ukraina untuk pulang agar tidak terjadi pertumpahan darah.

Presiden Rusia Vladimir Putin ( Kiri ) dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) (doc.kompas.com)
Presiden Rusia Vladimir Putin ( Kiri ) dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) (doc.kompas.com)

Apabila operasi militer ini terus dilakukan akan banyak dampak yang terjadi, yaitu akan terjadi eskalasi perang sehingga melibatkan perang bagi eropa barat lainnya secara besar-besaran. Hal yang sangat dibahayakan apabila negara-negara seperti Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris yang mempunyai senjata nuklir yang dapat memusnahkan dunia. Maka, peran Indonesia seharusnya dalam permasalahan ini sesuai yang telah disebutkan konstitusi " Menjaga ketertiban dunia" harus terlibat untuk mencegah kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

Hubungan diplomatik yang baik sangat diperlukan bukan hanya dengan negara-negara yang terlibat konflik namun, juga kepada negara-negara lain agar negara-negara lain saling merasa bahwa konflik yang sedang terjadi ini adalah konflik bersama, konflik dunia bukan hanya konflik Rusia dan Ukraina semata. Amerika Serikat dan negara-negara lainnya sudah meminta bagi warga negara lain yang masih berdomisili di Ukraina ataupun Rusia dan tidak berkepentingan disana, untuk keluar sementara dari negara tersebut kemudian pindah menetap ke negara lain demi menghindari dampak buruk yang kemungkinan akan terjadi sampai permasalahan ini selesai.

Ukraina telah memulai keadaan darurat ditengah kekhawatiran akan terjadinya inflasi Rusia (24/02/2022) anggota parlemen telah menyetujui Dekrit Presiden yang memberlakukan keadaan darurat selama tiga puluh hari untuk pihak berwenang melakukan pembatasan pergerakan dan jam malam, memblokir aksi unjuk rasa dan melarang partai dan organisasi politik. Alasan pembatasan tersebut adalah demi terciptanya keamanan dan ketertiban umum.

Keadaan terkini konflik Rusia Ukraina, Rusia telah menyerang Ukraina dan korban tewas telah berjatuhan. Sekretaris Jendral PBB, Antonio Gutteres telah berseru kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin untuk menghentikan serangan ke Ukraina Timur satu hari sebelum Putin mengumumkan operasi militer ke Ukraina. Sekretaris Jendral PBB juga telah meminta Vladimir Putin untuk tidak memulai serangan yang dikhawatirkan akan menjadi awal perang terburuk abad ini di Eropa.

Sampai saat ini, keadaan warga negara Indonesia di Ukraina berkumpul di KBRI ( Kedutaan Besar Republik Indonesia) di kota Kiev, kementerian Luar Negri telah melakukan komunikasi dengan 138 WNI yang berada di Ukraina.Jjika situasi nantinya akan memburuk maka pemerintah dan KBRI Kiev akan mengupayakan evakuasi para WNI dari Ukraina. Dalam permasalahan ini, menurut Pengamat Militer, CSIS Gilang Kembara solusi yang dapat menengahi konflik ini adalah asosiasi yang memiliki hubungan baik dengan sebuah negara akan mampu menengahi kedua belah pihak yaitu Ukraina dan Rusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun