Ada yang meluluh—lantak pada tempat alat tukar
sebagiannya hanya dipersuruh memenuhi ranjang,
ditelan kepulan asap tungku,
pun mengetuk pintu-pintu rumah tuhan
Saat ini, yang puan lumat hanya merunduk, separuh meronta
disamping riuhnya anak-anak menangis
seraya mencuci beras, menanaknya,
menunggu dentum jam menabuh angka enam
Puan, kabarnya gabal priamu bisa kau tepis
dengan menjadimu dewi seutuhnya
menyirami tanah tandus dengan keping-keping dirimu sampai gembur
seluruh pundi-pundi mahir untukmu bahkan juara, dan piala, dan berjaya
Puan, maka lekas duduk di jawatanmu
meliuklah pada kertas mufakat layaknya pujangga
penuhi tiang-tiang kantor dengan sertifikat atau plang direktorat
menjadi emansipatif dengan penuh khidmat
Puan, sejujurnya, wajah semesta,
pelataran surga,
mahligainya telah luruh menengadah padamu
kau adalah rapal dari moga-moga
paduka dari doa-doa
Puan, peluk merdeka satu-satu
selayaknya rawi mencumbu kentara
seyogyanya baya menyetubuhi sukma
selamat hari raya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H