Sejak kecil hingga berusia 14 tahun, aku sudah mendapatkan pendidikan langsung dari ayah dan kakekku, Kiai Usman, yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang.
      "Ayah bolehkah aku menjelajahi negeri ini dengan penuh kehausan akan ilmu?"
Pada usia 15 tahun, aku pun mulai meninggalkan rumah, menjadi santri dan tinggal di beberapa pesantren. Aku menimba ilmu dari berbagai pesantren di Jawa dan melanjutkan pendidikan ke Mekah pada 1892.
Guru yang mengajarkan ku saat aku menimba ilmu di berbagai pesantren di antaranya, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Husein Al-Habsyi, Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Shata, dan Syekh Daghastani.
Tak terasa umurku 21 tahun.
Aku menikah dengan bidadari surga yang Allah turunkan yaitu putri Kiai Ya'qub, Nafisah. Dan tak lama setelahnya saya bersama istri dan mertua berangkat ke rumah suci Mekkah. Aku pun memiliki murid dari berbagai negara.
KH. Hasyim Asy'ari pun memiliki seorang sahabat yakni panggil saja Mbah Umar, Mbah Umar adalah santri dan teman perjuangan Mbah Hasyim Asy'ari.
_ _ _
Perjuangan KH. Hasyim Asy'ari untuk Indonesia.
      "Hasyim apakah engkau akan berjuang untuk agama dan negara ini?"
      "Tentu saja ayah aku ingin islam berkembang agar kebaikan dan pemahaman antar manusia bisa berjalan dengan baik."