"The world is a book, and those who do not travel read only one page."
– Saint Augustine
Perjalanan adalah cara manusia membaca halaman-halaman kehidupan yang tidak pernah tercetak dalam buku. Setiap langkah yang kita ambil di tempat baru adalah sebuah pelajaran. Setiap momen memahami budaya baru adalah bab penting yang memperkaya kisah hidup kita. Ekskursi bukan hanya tentang berpindah tempat, tetapi juga tentang memperluas wawasan dan merangkul keberagaman dunia.
Pagi-pagi buta, siswa kelas 12 Kolese Kanisius mempersiapkan diri untuk menjalani salah satu formasi dari sekolah, Ekskursi. Satu per satu barang dirapikan bagaikan menyusun kata-kata dalam kolom ini. Keberagaman yang ada tidak menjadi penghalang bagi kita. Berbeda dari pandangan umum, siswa Kolese Kanisius mampu berinteraksi dengan baik bersama para santri dan santriwati dari Pondok Pesantren Bismillah, Banten.
Ekskursi sebagai Pembelajaran HidupÂ
Ekskursi, atau perjalanan yang memiliki tujuan edukatif, adalah salah satu cara terbaik untuk belajar. Ada anggapan bahwa perjalanan hanya untuk bersenang-senang, tetapi kenyataannya, ekskursi memiliki manfaat yang jauh lebih luas. Dengan mengunjungi tempat-tempat baru, kita tidak hanya melihat keindahan alam atau budaya, tetapi juga mengalami langsung cara hidup masyarakat di sana. Ini adalah pembelajaran kontekstual yang tidak bisa didapatkan hanya dengan membaca atau menonton dokumentasi. Â
Ekskursi Kolese Kanisius 2024 dengan tema "Embrace, Share, and Celebrate Our Faith" di Pondok Pesantren Bismillah, Banten, menjadi bukti nyata bahwa perjalanan edukatif mampu menciptakan pengalaman yang mendalam. Kegiatan ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengenal kehidupan pesantren, tetapi juga mendorong mereka memahami nilai-nilai keberagaman dan toleransi antar agama.Â
Melalui diskusi, kerjasama, dan kegiatan secara langsung bersama para santri, kami belajar menghubungkan prinsip keimanan mereka dengan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan yang berbeda.Â
Ekskursi ini membuktikan bahwa interaksi langsung jauh lebih efektif dalam membangun empati, kreativitas, dan keterampilan sosial daripada sekadar mempelajarinya melalui teori. Hal ini menjadi wujud nyata dari pembelajaran yang mencerminkan misi pendidikan Kolese Kanisius untuk melahirkan individu yang berpikir terbuka dan menghargai perbedaan.
Membuka Mata dan PikiranÂ
Â
30 Oktober 2024. Pagi itu, matahari baru saja terbit, menghiasi langit pagi dengan warna kuning keemasan. Suara klakson mobil yang tidak sabar untuk melewati kemacetan di Menteng Raya 64 pun menemani pagi itu. Saya, sekitar 28 murid lain dan 2 guru saling bertukar pesan secara tatap mata sambil menunggu giliran berangkat menuju Pondok Pesantren Terpadu Bismillah, Banten.Â
Ekskursi ini membantu saya untuk keluar dari rutinitas sehari-hari yang kadang membuat hidup terasa monoton. Perjalanan memberikan rasa kebebasan dan kesempatan untuk merenung. Tidak jarang, ide-ide segar muncul ketika seseorang berada di tempat baru, jauh dari tekanan pekerjaan atau sekolah. Â
Sebanyak 120 kilometer kami tempuh untuk mencapai tujuan. Setibanya di sana, angin yang berbisik di antara pepohonan menyambut kami, diiringi langkah para santri dan santriwati yang dengan hangat menyapa. Obrolan-obrolan kecil yang mungkin membicarakan kedatangan kami segera mengisi suasana. Perbedaan agama seringkali dijadikan alasan untuk menimbulkan pertikaian.Â
Namun, dalam proses formasi kali ini, saya menyadari bahwa perbedaan tersebut justru bisa menjadi sarana untuk mencapai kedamaian. Ekskursi ini bukan hanya tentang hidup di tengah masyarakat yang berbeda, tetapi juga tentang menemukan makna dalam perjalanan itu sendiri.
 Kami diajak untuk sejenak melepaskan diri dari hiruk-pikuk dunia modern dan menyelami kedamaian yang ditawarkan oleh lingkungan yang sederhana dan penuh ketulusan tersebut. Hal ini dibuktikan dari Pondok Pesantren tersebut menyambut kami dengan keramahan yang tulus, memberikan insight bahwa hidup sebaiknya dijalani dengan sederhana.Â
Namun, pandangan saya berubah ketika melihat fasilitas yang ada di sana. Pikiran dan hati saya terbuka, menyadari betapa beruntungnya saya bisa berada dalam posisi yang lebih baik. Saya semakin merasa bersyukur atas segala yang dimiliki. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa rasa syukur harus menjadi hal yang esensial dalam hidup kita.Â
Ekskursi adalah sarana pembelajaran yang tidak hanya efektif tetapi juga menyenangkan. Selama proses formasi ini, nilai-nilai seperti interaksi dan toleransi menjadi sangat dijunjung tinggi.Â
Kegiatan ini juga mendorong peserta untuk keluar dari zona nyaman, memberikan pengalaman baru yang berharga. Salah satu pengalaman yang berkesan bagi saya adalah belajar bermain tenis meja. Momen itu begitu membekas di ingatan saya.Â
Sambutan hangat yang saya terima, meskipun baru bertemu untuk pertama kalinya, menyadarkan saya bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk terpecah-belah. Interaksi langsung semacam ini tidak hanya menciptakan memori yang mendalam, tetapi juga memberikan pemahaman yang jauh lebih kaya dibandingkan pembelajaran teoritis semata.
Menutup Perjalanan dengan PelajaranÂ
Ekskursi bukan hanya tentang pergi, tetapi juga tentang kembali. Saat kita pulang, kita membawa lebih dari sekadar foto atau oleh-oleh. Saya membawa cerita, pengalaman, dan wawasan baru. Saya menjadi individu yang lebih kaya dalam perspektif, lebih toleran terhadap perbedaan, dan lebih menghargai apa yang kita miliki. Â
Ekskursi mengajarkan saya bahwa dunia ini luas dan penuh dengan keajaiban yang belum tersentuh. Maka, jika ada kesempatan, jangan ragu untuk melangkah. Jadikan setiap perjalanan sebagai bagian dari perjalanan besar dalam hidupmu, karena seperti kata Saint Augustine, dunia ini adalah buku, dan setiap langkah di tempat baru adalah halaman yang membuka mata dan hati. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H