Mohon tunggu...
Nicola Cornelius A Simarmata
Nicola Cornelius A Simarmata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Mencoba menuangkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pembenahan Badan Adhoc KPU: Independensi, Loyalitas, dan Kompetensi

25 Juli 2024   13:38 Diperbarui: 25 Juli 2024   13:40 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Trial and Error adalah hal yang lumrah dalam proses demokrasi. Lebih dari 25 tahun reformasi, kita perlu melakukan evaluasi komprehensif terhadap sistem dan mekanisme Pemilu sampai ketingkat paling bawah dari penyelenggara Pemilu itu sendiri. Membenahi Badan adhoc penyelenggara pemilu (baik Pilpres, Pileg atau Pilkada) merupakan fokus pembahasan dalam rangka mewujudkan pemilu yang berintegritas. Badan adhoc merupakan garda terdepan dalam melaksanakan kegiatan pemilu.

Jika ditaksir, besaran anggaran badan adhoc mencapai 60-70 persen dari alokasi yang ada di KPU Kabupaten/Kota. Badan adhoc untuk Pemilihan dalam Negeri sendiri terdiri dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). 

Hal ini diluar Badan adhoc KPU di luar Negeri yang juga memiliki struktur sampai pada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). Badan Adhoc tersebut juga memiliki Sekretariat yang diambil dari PNS di tingkat Kelurahan untuk PPS dan Kecamatan untuk PPK.

Permasalahan Independensi, Loyalitas dan Kompetensi masih menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi KPU dalam pembenahan Badan adhoc. Padahal, garda terdepan dari sukses atau tidaknya Pemilihan Umum di Indonesia ada di tangan Badan Adhoc, menyongsong Pilkada 2024, pembenahan ketiga aspek ini masih bisa diupayakan dalam pembenahan internal KPU di berbagai daerah. Pembenahan akan Badan adhoc akan diuraikan Penulis dalam beberapa paragraf Berikut ini.

Independensi Badan Adhoc

Indepensi Badan Adhoc yang pertama kali diukur adalah apakah keberadaan pribadi mereka merupakan seorang anggota partai politik atau tidak. Badan Adhoc tidak boleh menjadi anggota partai politik, hal ini diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2022, yang menyatakan bahwa calon anggota Badan adhoc di berbagai tingkatan harus menyatakan dengan surat pernyataan sah bahwa mereka bukan anggota partai politik atau setidaknya dalam lima tahun terakhir tidak lagi menjadi anggota partai politik. 

Masih munculnya kasus diterimanya Partisan partai politik di tingkatan adhoc menjadi tantangan yang akan selalu dihadapi tiap momen Pemilu atau Pilkada. Kerentanan akan terjadinya hal tersebut hanya akan menghancurkan pondasi "independen" yang dibangun KPU di tingkatan Pejabat tingginya

Pola rekrutmen Badan Adhoc yang dirasa "kurang serius" dan "kuno" menjadi sorotan penting dalam pembentukan indepedensi Badan Adhoc. Walaupun telah dilaksanakan beberapa bulan yang lalu, tidak menampikkan fakta bahwa rekrutmen tersebut telah menjadi sorotan khusus di media. 

Munculnya isu jual-beli jabatan Badan Adhoc di berbagai daerah masih menjadi Pekerjaan Rumah dalam pembentukan independensi Badan Adhoc, menyoal hal tersebut pembaca bisa melihat di berbagai media yang telah bersliweran di Internet. Belum lagi soal nepotisme dalam penerimaan yang sangat mengkhawatirkan dalam tahap Penyelenggaraan apakah si calon yang lulus karena nepotisme mampu menjadi garda terdepan dalam Pemilihan?

Tingginya tingkat pragmatisme Politik masyarakat Indonesia di kontestasi juga menjadi momok yang menakutkan bagi setiap Badan Adhoc. Ditangkapnya Badan Adhoc akibat penggelembungan suara masih terjadi di Pemilu yang lalu, contohnya saja di Kota Medan yang mana oknum PPK Kecamatan Medan Timur sudah dijebloskan ke penjara akibat kasus penggelembungan suara di tingkat rekapitulasi. Banyak lagi kasus yang berhubungan pada independensi Badan Adhoc yang berkaitan pada integritas mereka, kompleksitas masalah utama dalam faktor "independensi" sering kali diabaikan hingga merambah ke poin pembahasan berikutnya yakni loyalitas.

Loyalitas Badan Adhoc

Loyalitas menjadi masalah yang bukan seharusnya terjadi di tingkat penyelenggara, bagaimana kita masih mengaminkan penyelenggara yang kita sangka independen ternyata loyal pada suatu kepentingan akibat balas budi?

Dikarenakan kita sudah tau dampaknya apabila Badan Adhoc yang tidak loyal itu bagaimana dan pastinya akan condong sebelah, kita coba soroti pada masalah loyalitas Badan Adhoc KPU (Komisi Pemilihan Umum) di bagian kesekretariatan Badan Adhoc. Sekretariat Badan Adhoc ini memiliki tanggung jawab ganda, baik sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) maupun sebagai perangkat desa. Kondisi ini menyebabkan keterlambatan dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban ke KPU Kabupaten, yang berdampak pada kinerja penyelenggaraan pemilu. 

Misalnya, dalam Pemilihan Serentak 2024, terdapat keterlambatan dalam penyusunan Laporan Keuangan (LPJ) Keuangan dan penyaluran honor Badan Adhoc, sehingga fungsi supporting system terhadap PPK (Panitia Pemungutan Suara) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara) tidak dapat diwujudkan dengan baik. 

Dampak dari sistem perekrutan ini adalah kinerja yang kurang optimal, yang dapat menyebabkan suksesnya penyelenggaraan pemilu tidak hanya bergantung pada pelaksanaan, tetapi juga pada pelaporan pertanggungjawaban yang tepat waktu. Masalah ini juga dapat disebabkan oleh keputusan bupati/walikota dalam penetapan sekretariat PPK yang dapat disalahgunakan oleh bakal calon kepala daerah yang akan ikut serta dalam pemilihan kepala daerah.

Dalam perekrutan sekretariat PPK dan PPS ke depannya memberikan keleluasaan kepada seluruh elemen masyarakat dengan tidak membatasi hanya dari ASN atau perangkat desa, selama masih memenuhi ketentuan asas-asas sebagai penyelenggara pemilihan. Hal tersebut untuk menjamin tidak adanya dualisme loyalitas serta menjauhkan dari kepentingan-kepentingan yang dapat mengganggu prinsip independensi, jika incumbent mencalonkan diri dalam pemilihan

Kompetensi Badan Adhoc

Salah  satu yang  wajib  dimiliki  oleh  pengawas dalam  hal SDM  adalah  kapsitas  intelektualisme  serta  kemandirian (kompetensi)  artinya SDM  yang  dimaksud  harus  memiliki  pengetahuan  yang  luas tenatng kepemiluaan atau bahkan pengetahuan tenatng pengawasan pemilu, demokrasi dan politik secara luas, agar dalam mengambil sebuah  keputusan  tidak  hanya  didasarkan  oleh  mekanisme prosedural tetapi banyak aspek yang juga mesti dilihat secara utuh, pengetahuan  atas  dasar-dasar  peyelenggaraan  kepemiluan  dan pengawasan  juga  mesti  dimengerti  dan  fahami  secara  utuh, sehingga kualitas SDM akan semakin baik .

Melihat tingkat pemahaman masyarakat akan politik yang rendah menjadi masalah yang menggerus pada kompetensi badan adhoc, permasalahan kompetensi akan selalu disebabkan oleh keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang relevan, seminimalnya dalam menghadapi masyarakat yang berbeda-beda di tingkat kecamatan dan desa. 

Selain itu, dengan diberikannya kewenangan kepada tokoh masyarakat setempat dalam perekrutan badan ad hoc, yang merupakan bagian penting dari struktur pelaksanaan pemilu, juga menjadi masalah. Kondisi tersebut menghidupkan faktor nepotisme di lingkup badan adhoc. Hal tersebut yang menyebabkan sulitnya dalam menemukan calon yang memenuhi persyaratan dan memiliki kualitas yang diharapkan, seperti integritas, independensi, dan kompetensi yang sesuai.

Faktor kompetensi adalah hal yang sangat penting, dikarenakan terjadinya Pemungutan suara ulang (Psu) di berbagai daerah pun sering kali akibat kesalahan teknis atau pelanggaran aturan dari badan adhoc itu sendiri. Hal yang menyangkut pemahaman  teknis  yang kerap kali tidak merata dipahami oleh keseluruhan penyelenggara pemilu tingkat ad hoc menjadi deksripsi dari permasalahan ketika melakukan teknis  seperti  pemungutan  suara  dan  penghitungan  suara dilapangan.

Pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi penyelenggara pemilu ad hoc tidak dapat diabaikan. Kegiatan seperti kelas intensif kepemiluan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan pemahaman SDM tentang prosedur pemilu, sehingga mereka dapat menjalankan tugas dengan lebih profesional dan independent

Penutup

Dengan memperhatikan isu-isu tersebut, upaya untuk, KPU diharapkan dapat mengimplementasikan perubahan melalui reformasi dalam rekrutmen, pelatihan, kejelasan soal mekanisme rekrutmen (transparansi dan indikator penilaian) dan penegakan kode etik yang lebih ketat. Dengan itu, maka pembenahan badan adhoc yang menjadi tantangan di setiap pemilihan mampu teratasi, tentu tidak mungkin dalam waktu yang singkat, semua hanya membutuhkan proses sampai pada kebaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun