Catatan lama terbuka kembali seakan melintasi ruang waktu saat buku usang perlahan terbuka. Pagi itu stasiun kereta api Tanah Abang sedikit lebih sepi dari biasanya karena hari Sabtu, jarum jam mendekati angka 07.00 WIB. Kami masih menunggu beberapa teman, sebagian mencoba mengisi waktu dengan membeli "cemilan" dan air minum mineral sebagai bekal perjalanan. Teman terakhir yang ditunggu telah sampai , membeli karcis kali ini tidak perlu antri lagi, kereta ekonomi ke Rangkas Bitung akan berangkat 07.45 WIB.Â
Setibanya di kereta kami memasuki gerbong yang dalam waktu sekejap sudah dipadati penumpang, beberapa teman memperoleh tempat duduk sedangkan lainnya harus rela berdiri di lorong dan celah antara kursi. Kereta ini berhenti di setiap stasiun yang ada, penumpang semakin bertambah, pedagang asongan mondar-mandir menjajakan barang dan pengamen bergantian menyanyi.Â
Mendekati tujuan penumpang kereta mulai longgar, kami semua pada akhirnya menempati tempat duduk. Adanya kejadian unik ternyata kereta ini tidak hanya berhenti di stasiun kereta tetapi dapat berhenti untuk menurunkan penumpang di tengah perjalanan.
Jam menunjukan pukul 10.30 saat kami tiba di stasiun Rangkasbitung, tidak sempat beristirahat kami mencarter mobil elf, dengan barang yang cukup banyak dan jumlah orang melebihi kapasitas mobil, terpaksa dua orang teman "menawarkan diri" untuk duduk diatas atap  menemani ransel dan backpack.Â
Perjalanan yang cukup menyenangkan disertai lontaran lelucon satu sama lain, tidak terasa kami sudah sampai di Ciboleger dengan patung petani dan keluarga yang menyambut kami.Â
Rombongan beristirahat di sebuah warung makan  dan menikmati makanan sederhana. Sementara kami makan, sebagian dari kami membeli barang kebutuhan pokok dan beberapa orang Baduy Dalam telah siap memandu kami. Pemandu kami berpakaian khas Baduy Dalam, baju putih/hitam, bawahan rok untuk laki-laki seperti orang Skotlandia dengan warna biru tua, tutup kepala kain putih, golok yang terselip di pinggang dan tanpa alas kaki.Â
Perjalanan menuju desa Cibeo Baduy dalam dimulai tidak jauh  dari Ciboleger kami melewati Desa Kanekes Baduy Luar, biasanya setiap kelompok berhenti sebentar untuk permisi kepada Jarwo, orang kedua dalam susunan kepemimpinan desa di Baduy, hal tersebut dilakukan oleh rombongan kami.Â
Mendaki bukit, menuruni lembah dan menyeberangi sungai menjadi aktivitas yang harus lakukan, hubungan dengan dunia luar menghilang seiring hilangnya sinyal handphone. Pada suatu tempat kami diingatkan untuk tidak menggunakan semua benda elektronik, ini menandakan kami mulai memasuki kawasan Baduy Dalam. Â
Empat jam berlalu dan kami mulai memasuki desa Cibeo, sebuah perkampungan dengan rumah yang berdekatan satu sama lain, rasa lelah terbayarkan dengan pemandangan indah di perjalanan dan kehidupan desa eksotis di hadapan kami.
Suasana tenang desa Cibeo menjadi sedikit berubah dengan kedatangan rombongan kami yang berjumlah belasan, laki-laki menempati dua rumah penduduk dan perempuan menempati  satu rumah dengan jarak berdekatan. Saya dan beberapa teman berbincang dengan penduduk desa di beranda rumah, Sore segera berganti malam kami bergegas untuk mandi mengingat sepanjang perjalanan keringat kering di badan. Ada dua pilihan untuk mandi di Baduy dalam pertama di sungai kecil tempat aktivitas MCK (Mandi, cuci dan kakus) masyarakat desa dilakukan dan kedua ada pancuran kecil dari bambu tidak jauh dari sungai.Â
Saya dan beberapa orang memilih alternatif kedua tetapi melihat tempatnya yang cukup terbuka, kami menunggu hari gelap. Berhubung sabun mandi, pencuci muka dan odol dilarang digunakan di Baduy Dalam jadi mandinya kami hanya sekedar membasahi tubuh dengan air.Â