Di leg pertama yang dimainkan di Johan Cruyff Arena, Ajax tidak bisa memaksimalkan keuntungan sebagai tuan rumah dan hanya mampu bermain imbang 1-1. Berbekal optimisme, daya juang, dan hasil pada fase sebelumnya saat menyingkirkan Madrid, Ajax berambisi mengulanginya lagi. Benar saja, di leg kedua, pasukan anak muda Erik ten Hag tersebut berhasil mengalahkan juara Italia 7 musim terakhir tersebut dengan skor 2-1 di hadapan publik Allianz Stadium untuk memastikan ke semifinal. Lagi-lagi terulang, membalikkan keadaan di leg kedua di kandang lawan.
Masuk semifinal adalah sebuah kejutan bagi De Godenzonen, terlebih lagi mayoritas skuatnya adalah pemain muda. Dipertemukan dengan Tottenham Hotspur, secara kualitas skuatnya masih kalah dibanding tim asal Inggris tersebut. Lagi-lagi, Ajax bukan unggulan. Namun, kejutan kembali terjadi. Di stadion baru Tottenham, Donny van de Beek menjadi penegas bahwa Ajax spesialis menang di kandang lawan lewat golnya.
Dengan optimisme tinggi, tiket final siap diamankan melalui leg kedua, yang dilangsungkan di markas sendiri dengan keuntungan didukung puluhan ribu suporter fanatiknya. Dramatis, sekaligus miris! Begitu yang terjadi selanjutnya di leg kedua. Tidak perlu saya tuliskan kembali, cukup baca alinea-alinea awal tulisan ini, semua sudah tergambarkan. Bahkan kalau mau, akan saya tambahkan: dramatis, penuh magis, miris, plus tragis, semuanya sudah membuat pemain, pelatih, dan para fan Ajax, bahkan Anda sekalipun: menangis!
Tidak perlu seorang Harry Kane --yang sedang absen karena cedera-- untuk menghancurkan rangkaian dongeng indah Ajax. Hanya cukup satu orang pemain 'buangan', untuk melaksanakan misi penghancuran tersebut.
Adalah Lucas Moura, pemain yang tersia-sia di Paris Saint Germain (PSG), yang menjadi mimpi buruk Ajax, dengan tiga golnya ke gawang Andre Onana. Yang paling menyakitkan tentu gol ketiganya di menit 90+5, ketika semua pendukung Ajax sudah bergembira dengan menggemuruhi stadion, ketika raut-raut muka semringah tengah menghiasi wajah Frenkie de Jong dan kawan-kawan.
Hanya sepersekian detik dari final.... Tapi gol ketiga Lucas Moura merobek-robek tiket indah itu. Perjuangan di 90 menit laga itu seolah tidak ada artinya, yang sebenarnya penampilan Ajax menurun di babak kedua. Perjuangan dan kemenangan di leg pertama pun tidak berarti apa-apa. Skor leg kedua menjadi 2-3 untuk kekalahan Ajax, dengan demikian agregat menjadi 3-3. Ajax hancur karena kalah gol tandang.
Setelah sebelumnya selalu comeback dramatis, kini Ajax sendiri yang harus mengalaminya. Mungkin, kini Erik ten Hag mulai memahami perasaan Massimiliano Allegri, mungkin Matthijs de Ligt kini mulai memahami apa yang dirasakan Sergio Ramos.
Demikianlah akhir dari sebuah kisah dongeng Ajax yang romantis: dramatis, sekaligus tragis....
_________________
Instagram: @nicopurwanto
Twitter: @nicoerdi