Mohon tunggu...
Nico Erdi Purwanto
Nico Erdi Purwanto Mohon Tunggu... Penjelajah -

Ecclesia et Patria - Ora et Labora ||| Ikuti saya di Instagram melalui akun @nicopurwanto

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Natal, Kesederhanaan, Kreativitas, dan Toleransi

28 Desember 2017   11:48 Diperbarui: 28 Desember 2017   11:58 3801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Natal adalah sebuah peristiwa yang sudah terjadi 2017 tahun yang lalu. Yaitu sebuah peristiwa kelahiran Yesus, sebuah karya penyelamatan Allah yang luar biasa, di kota kecil bernama Bethlehem. Dilahirkan dengan Maria sebagai ibu dan Yusuf sebagai ayah. Di dalam palungan di kandang domba, dalam kesederhanaan tentunya.

2017 tahun berikutnya, kita memperingati Natal, kebanyakan menyebutnya perayaan, karena pengaruh budaya Eropa dan Amerika. Karena lahir dalam kesederhanaan, peringatan pun tentu boleh juga dalam nuansa kesederhanaan. Tidak ada larangan. 

Ketika menjelang Natal, di berbagai tempat, baik gereja maupun tempat umum, pasti ada simbol-simbol yang menandakan peringatan Natal, umumnya adalah pohon Natal dengan bernagai pernak-pernik, Sinterklas/Santa Claus, bahkan juga hiasan mirip salju. Begitu juga di berbagai media: surat kabar, majalah, televisi, sampai media daring.

Ini semua adalah pengaruh dari budaya barat, terutama Eropa dan benua Amerika bagian utara, yang ketika Natal pasti bersamaan dengan musim dingin dengan pohon-pohon yang seperti kita kenal sekarang itu. Bahkan Natal di Timur Tengah, yang mayoritas beragama Islam sendiri juga menggunakan atribut seperti topi berwarna merah-putih layaknya Sinterklas.

Di Indonesia, nuansa seperti itu tetap ada kendati budayanya berbeda. Namun, belakangan umat Kristen maupun Katolik di Indonesia tampak lebih kreatif dan inovatif. Nuansa Natal hampir sama, namun disesuaikan dengan kultur di sini, plus dengan konsep kesederhanaan.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Seperti tampak pada rekaman kamera yang diunggah tersebut. Itu adalah dekorasi Natal di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Grogol Jakarta.

Sekali lagi, konsepnya adalah kesederhanaan. Pohon Natal dibuat dari kertas koran bekas yang disusun sedemikian rupa. Proses pembuatannya pun juga melibatkan seluruh jemaat, baik ketika kebaktian usai, maupun bisa dikerjakan di rumah masing-masing untuk 'bakal calon' pohon Natalnya. Jadi, dalam pembuatannya, tidak hanya melibatkan panitia dan seksi dekorasi saja. Konsepnya adalah kebersamaan. 

Pohon Natal ini juga dibiarkan natural, tanpa diwarnai sama sekali. Untuk efek warna sendiri menggunakan sistem pencahayaan lampu sorot yang ditempatkan di bawah dan fokus cahaya yang menyebar ke arah pohon Natal, dengan berbagai warna. 

Dekorasi kali ini berbeda dengan dekorasi tahun-tahun sebelumnya yang selalu menggunakan pohon Natal sintetis alias buatan pabrik. Lagipula, jemaat mungkin juga bosan dengan pohon Natal yang itu-itu melulu, yang kalau warganet bilang, gak kekinian zaman nowbanget. 

Ada juga dekorasi palungan beserta patung Maria, Yusuf, dan bayi Yesus. Palungan ini terbuat dari kayu bekas yang tak terpakai. Namun, di sini bisa difungsikan sebagai tempat pengumpulan persembahan, alih-alih sebagai hiasan saja. Yang bekas pun bisa multifungsi, kan?

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Patung terbuat dari styrofoam, lagi-lagi barang bekas. Styrofoamini kemudian dilapisi dengan bahan sejenis kapur mirip semen, yang biasanya dipakai untuk gipsum di rumah-rumah hunian.

Ada konsep lain dari dekorasi ini. Dekorasi yang dijelaskan di atas menandakan peristiwa kelahiran Tuhan Yesus. 

dokpri
dokpri
Ada kelahiran, pasti ada kematian. Di sisi sebelah kanan mimbar (dekorasi kelahiran ditempatkan di sebelah kiri mimbar), tentang peristiwa "kematian" tadi ditempatkan. Dekorasinya berupa salib besar, dihiasi dengan kertas bekas wadah semen, disulap menjadi suatu pegunungan (mengingatkan pada bukit Kalvari atau Golgota, tempat penyaliban Yesus). Plus juga ada beberapa tanaman dengan maksud menimbulkan kesan tempat yang hidup. Agar lebih memaknai 'kematian', tata pencahayaan dan kain diatur sedemikian rupa hingga kesan 'seram-suram' bisa ditampilkan.

Terlepas dari itu, di gereja lain, berdasarkan yang saya baca dari harian Kompas edisi Minggu, 24 Desember 2017, ada beberapa gereja yang kreatif dalam memperingati Natal kali ini. 

Seperti di Gereja Kristen Pasundan (GKP) Depok, Jawa Barat, pohon Natal terbuat dari kepingan CD (compact disc, bukan CD yang lain, ya) yang disusun membentuk pohon Natal. Kerlap-kerlip yang dipantulkan dari keping CD ini yang membuatnya tampak menawan.

Di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Balun, Lamongan, Jawa Timur, selain sederhana dan unik, juga menunjukkan suatu kerukunan antarumat beragama. 

Dekorasi berupa pohon Natal besar dibuat dari berbagai bahan bekas, antara lain kardus bekas, botol bekas, koran bekas, hingga plastik kresek bekas.

Yang menarik, pohon Natal tadi tidak hanya dikerjakan jemaat saja. Namun juga bersama warga sekitar, meski berbeda keyakinan. Berdasarkan kutipan yang saya baca, dekorasi tersebut dikerjakan bersama para LA Mania, suporter klub Go-jek Traveloka Liga 1, Persela Lamongan, dan juga bersama warga yang mayoritas beragama Muslim, juga warga yang beragama Hindu. 

dokpri
dokpri
Di Gereja saya di kampung juga unik. Gereja di kampung saya adalah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pugeran - Gunungkidul, Yogyakarta, yang mempunyai satu gereja induk dengan lima gereja pepanthan. Di salah satu pepanthan inilah yang menampilkan pohon Natal sederhana, yakni pepanthan Sumberejo. Panitia menampilkan pohon Natal yang terbuat dari jerami, yaitu pakan ternak berupa batang dan daun padi yang dijemur terlebih dahulu. Kemudian pohon Natal ini dihiasi dengan lampu hias dan juga aksesori Natal lainnya.

Seperti hal tersebut, kiranya Natal juga membawa kedamaian. Meski sederhana, Natal juga mempersatukan negeri ini, yang belakangan terkotak-kotak, karena hal politis sebenarnya. 

Toleransi antarumat beragama adalah wujud dari Natal itu sendiri. Karena Natal juga mempersatukan, representasi dari Bhinneka Tunggal Ika, semboyan negara kita.

Tema Natal tahun ini adalah "Hendaklah Damai Sejahtera Allah Memerintah dalam Hatimu" yang ditentukan berdasarkan Kolose 3:15.

Memang, di tengah dunia yang tegang dan terkotak-kotak seperti sekarang ini, damai sejahtera sangat begitu dibutuhkan semua umat manusia. Yang kita butuhkan adalah damai sejahtera, bukan mengorbankan damai sejahtera.

Selamat merayakan, eh memperingati Natal. Tuhan Yesus memberkati.

Merry Christmas for everyone!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun