Kulihat ibu pertiwi l sedang bersusah hati l air matanya berlinang l emas intan nya terkenang,
Hutan, gunung, sawah, lautan l simpanan kekayaan l kini ibu sedang lara l merintih dan berdoa,Kulihat ibu pertiwi l Kami datang berbakti l Lihatlah putra-putrimu l Menggembirakan ibu Â
Ibu kami tetap cinta l Putramu yang setia l Menjaga harta pusaka l Untuk nusa dan bangsa --(Lagu Cipt. Ismail Marzuki)
Ibu pertiwi saat ini sedang di rundung duka berkepanjangan. Aku menulis ini sembari meresapi lagu diatas, dengan penuh linang air mata. Melihat situasi tanah air yang tidak kondusif hari ini, mampukah aku selalu menjaga ibu pertiwi?Â
Kesedihan, kemarahan, geram, cemas, menjadi satu dalam pelukan duka. Hari ini, ya, hingga hari ini banyak hal yang menjadi duka kita bersama.
1. Revisi UU KPK
Apa yang kita harapkan untuk menciptakan keadilan dan tanah air bebas dari bandit koruptor? Adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) adalah kerinduan dan perjuangan bersama rakyat untuk meraih Indonesia tanpa korupsi.Â
Adanya revisi UU KPK ini menjadi celah masuk bagi kepentingan-kepentingan kotor dalam meringankan penjahat uang rakyat dari jeratan hukum. Persetujuan presiden untuk ketok palu revisi UU KPK adalah duka mendalam kita. KPK dengan mudah saja bisa dipadamkan oleh siapa saja yang berkepentingan dan kotor.
2. RKUHP (akan) di-sah-kan
Bagaimana kita bernafas lega, menghirup udara segar di bumi pertiwi? RKUHP yang disahkan mengurusi hak-hak privat kita, yang di kekang dan dicampuri negara. Gelandangan dan pengemis dijalanan akan dikriminalisasi dengan mudah, diintimidasi dengan sangat mudah.Â
Tanpa komromi, dengan mudah saja anggota dewan yang katanya mewakili rakyat, ketok palu atas pasal-pasal yang gampang dipolitisir. Ini bencana, kita akan balik ke masa kelam Indonesia di masa orba. Bukan tidak mungkin hak-hak privat kita dikebiri oleh RKUHP ini.