Rencana untuk melaksanakan konsili dicetus pertama kali oleh Paus Pius IX, yaitu pada 6 Desember 1864, habis penutupan sebuah sidang Konggregasi Liturgi.
Paus Pius IX memaparkan rencananya yakni dengan melihat bahwa keadaan Gereja yang luar biasa parah (adanya rasionalisme yang kuat), sehingga perlu disembuhkan pula dengan sebuah obat luar biasa, yaitu dengan konsili.
Pada 9 Maret 1865 panitia yang terdiri dari lima orang Kardinal yang ditunjuk oleh Paus untuk mempersiapkan konsili itu, mengadakan sidangnya yang pertama di tempat kediaman Kardinal Vikarius, Patrizi.
Sekretaris panitia tersebut, Uskup Agung Gianneli, menyebut suatu alasan lain untuk mengadakan konsili, yakni kenyataan bahwa sejak tiga ratus tahun tidak diadakan suatu konsili.
Pada tanggal 26 Juni 1867, Paus Pius IX secara resmi mengumumkan rencananya yakni akan mengadakan suatu konsili suci, ekumenis dan umum yang akan mengumpulkan uskup-uskup dari segenap umat katolik. Tujuannya ialah lewat diskusi-diskusi dan usaha-usaha bersama menemukan bantuan Tuhan obat-obat yang perlu untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang membebani Gereja.
Satu tahun kemudian, pada 29 Juni 1868, bulla undangan Aeterni Patris yang rumusannya sangat teliti diumumkan.
Tanggal 8 Desember 1869 ditetapkan sebagai hari pembukaan; sidang-sidang akan diadakan di basilik St. Petrus di Roma.
Paus juga menyerukan kepada Gereja-Gereja Timur yang terpisah agar turut ambil bagian dalam konsili ini, namun batrik Konstantinopel mengembalikan surat yang telah diberikan dalam keadaan tertutup.
Sikap yang sama juga diperlihatkan oleh para batrik Armenia, Jakobit, dan Koptis.
Paus juga menyerukan di muka umum kepada semua orang Protestan agar kembali kepada satu kawanan Kristus, namun reaksi mereka jauh lebih negatif daripada orang-orang Timur. Penolakan-penolakan juga datang dari Swiss, Perancis, Negeri Belanda dan Amerika Utara.
Usaha persiapan dan bahan konsili yang telah disusun untuk dibicarakan yakni: komisi De Fide yang membahas soal-soal dogmatis, komisi untuk disiplin gerejani, komisi untuk ordo-ordo religius, komisi untuk Gereja-Gereja Timur dan daerah-daerah misi, komisi untuk soal-soal politik-gerejani, namun dalam diskusi tidak semua hal dibahas karena berbagai pertimbangan. Diskusi hangat yang dibicarakan terutama doktrin mengenai paus yang tak dapat sesat (infallibilitas), telah menjadi pembahasan sebelum konsili dengan berbagai pendapat yang berbeda-beda.
Upacara pembukaan konsili dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 1869.
Terjadi debat mengenai primat dan infallibilitas paus. Teks schema De Ecclesia Christi -- Perihal Gereja Kristus -- yang merupakan tema segala perdebatan ini, dibagikan kepada para peserta konsili pada 21 Januari. Bab 1-10 membahas doktrin mengenai Gereja pada umumnya; bab 11 dan 12 membahas primat paus, sedangkan bab 13-15 hubungan antara Gereja dan negara.
Dalam sidang-sidang umum antara 15 Juni dan 4 Juli, 35 pembicara mendukung infallibilitas, 22 melawannya. Sebetulnya istilah dukungan dan perlawanan tidak tepat, karena mereka yang menentang definisi sama sekali tidak menentang infallibilitas itu sendiri.
Hasil tentang definisi primat paus yang paling penting memperoleh bentuknya yang definitif menurut laporan yang pada 5 Juli diajukan oleh Uskup Zinelli dari Treviso. Kedua fasal yang menentukan berisi tentang: Uskup Agung Roma menjalankan primat terhadap seluruh dunia dan adalah pengganti Santo Petrus, kemudian sedikit lebih lanjut diteruskan bahwa, tetapi kekuasaan paus ini tidak mengurangi kekuasaan biasa dan langsung dari yurisdiksi para uskup yang ditetapkan oleh Roh Kudus untuk mengganti dan mewakili para Rasul...
Hasil tentang definisi infallibilitas paus dengan berbagai pertimbangan dan perubahan-perubahan yang diusulkan, pun menghasilkan teks yang definitif. Bagian terpenting berbunyi: bahwa Uskup Agung Roma, bila bersabda ex cathedra yaitu berdasarkan tugasnya sebagai Gembala dan Guru segenap umat Kristen memiliki infallibilitas hanya dalam hal menentukan ajaran mengenai iman dan kesusilaan.
Hari Senin, 18 Juli, dalam sidang keempat Konstitusi Pastor Aeternus diterima dengan 533 suara placet lawan dua non placet.
Secara resmi konsili baru ditutup tahun 1962.
Kedua dekrit dogmatis yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan I berbentuk konstitusi kepausan. Konstitusi Dei Filius dari 24 April 1870 mendefinisikan batas-batas iman dan kepercayaan, antara pengetahuan hasil iman kepercayaan dan pengetahuan hasil akal budi manusia. Konstitusi Pastor Aeternus tertanggal 18 Juli 1870 menerangkan lingkup kekuasaan paus selaku primat dan infallibitasnya dalam hal ajaran.
Tetapi tidak demikian lancar keputusan konsili diterima di negara-negara yang berbahasa Jerman. Mayoritas terbesar patuh, tetapi suatu golongan cendekiawan menolak. Pemimpin mereka ialah Dollinger, yang tetap mempertahankan atau membentuk Gereja Katolik Lama, karena menganggap bahwa Konsili telah melahirkan Gereja Baru.
Pada 25 Agustus, dalam suatu rapat yang diadakan Dollinger di Nuremberg, beberapa guru besar dan sarjana mengingkari sifat ekumenis dari Konsili Vatikan I dan kebebasan keputusan-keputusannya.
Sikap Bavaria tidak jauh berbeda. Menteri Agama, Lutz, menganggap dekrit-dekrit Konsili Vatikan I suatu bahaya bagi negara.
Namun, dari semuanya itu boleh dikatakan bahwa sejak Konsili Vatikan I kewibawaan moril para paus makin bertambah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H