Mohon tunggu...
Nick Janthio
Nick Janthio Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki ketertarikan dengan bidang Komunikasi, Film dan Fotografi

Selanjutnya

Tutup

Love

Persepsi dalam Afeksi: Kebutuhan dalam Hubungan Interpersonal Saat Memberi dan Menerima

12 Desember 2023   07:32 Diperbarui: 12 Desember 2023   14:46 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Link Youtube Podcast Kelompok 3 - Mata Kuliah Psikologi Komunikasi Kelas G: https://www.youtube.com/watch?v=XNo1BKlHTWc

Artikel Ilmiah Populer ini ditulis oleh: Ariel Irlanes, Muhammad Fajar Riansyah, Nick Janthio, Olivia Simanjuntak, dan Putri Maryam

Hubungan Interpersonal serta Afeksi dalam kehidupan sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentunya terus secara aktif berinteraksi dengan orang lain, baik disengaja ataupun tidak. Namun, tentunya kita juga pasti lebih sering berinteraksi dengan orang-orang terdekat yang mengisi kehidupan kita. Hal ini secara teoritis kita kenal hubungan interpersonal atau komunikasi antar pribadi, dimana hubungan ini akan memengaruhi kualitas hidup kita secara tidak langsung. Mulai dari pasangan, teman, orang tua, keluarga, bahkan rekan di kampus, dan  dinamika yang terjadi dalam hubungan interpersonal kita dengan orang lain, memegang peranan penting untuk membentuk kebahagiaan, bersikap, dan kesejahteran kita. Salah satu hal dasar yang memainkan peran utama dalam dinamika ini adalah afeksi. Kita pasti pernah merasa memerlukan ungkapan atau tindakan kasih sayang dari orang-orang terdekat, semisal dukungan dari orang tua, pujian dari teman ketika kita berhasil melakukan sesuatu, atau ingin merasakan dicintai oleh pasangan. Afeksi sendiri merupakan bentuk ungkapan kasih sayang secara emosional yang keluar dari dalam diri seseorang, baik berupa lisan maupun tindakan.

Masyarakat ramai mengomentari hubungan Derby-Sherina

Beberapa bulan terakhir, masyarakat ramai membahas film Petualangan Sherina 2 yang baru saja rilis di tahun ini setelah penantian 23 tahun, akan tapi ada satu hal yang menarik untuk dibahas, mengenai persahabatan yang dijalin oleh kedua pemerannya, yakni Derby Romero dan Sherina Munaf. Persahabatan dengan perbedaan gender ini menjadi pertanyaan yang ramai dilontarkan oleh publik. Keramaian kasus tentang perselingkuhan di media sosial, membuat masyarakat terheran dengan kedua bintang film Petualangan Sherina ini. Karena ada anggapan bahwa tidak mungkin laki-laki dan perempuan, bisa menjalin sebuah hubungan tanpa mengalami perasaan cinta. Hal inilah yang ramai dibicarakan, bahkan warganet juga tak sungkan untuk menceritakan pengalaman mereka masing-masing, baik positif dan negatif. Namun dengan mengambil contoh Derby Romero dan Sherina Munaf, membuktikan bahwa sebenarnya kita bisa saja menjalin hubungan persahabatan tanpa perlu memendam perasaan satu sama lain, terlebih keduanya sudah menikah, hubungan platonik keduanya justru menginspirasi sebagian masyarakat. Hubungan platonik sendiri menurut seorang filsuf asal Italia bernama Marsilio Ficino, merupakan sebuah hubungan dalam wujud kasih sayang dari individu kepada individu lain, yang memiliki maksud dan nilai yang mulia. Dengan melihat keramaian ini yang membuat penulis tertarik untuk membahas apakah mungkin seseorang bisa menerima afeksi dari orang lain diluar pasangan.

Apa itu afeksi, dan bagaiamana teori kebutuhan memandangnya

Untuk memahami lebih lanjut mengenai afeksi, mari kita pahami terlebih dahulu konsep yang sering dibahas dalam komunikasi interpersonal. Sebagai makhluk sosial, manusia secara alami membutuhkan interaksi dengan orang lain, dan kebutuhan ini umumnya muncul untuk menciptakan pengalaman yang menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Meskipun seringkali tidak disadari, kebutuhan tersebut dapat bervariasi.

Mempertahankan komunikasi yang memuaskan atau keinginan untuk melakukan komunikasi yang berkualitas adalah suatu kebutuhan inklusif karena akan ada kepuasan pribadi dalam proses berkomunikasi. Jenis kebutuhan ini mencakup beberapa tipe, seperti tipe sosial yang memberikan kepuasan secara ideal sesuai dengan ekspektasi yang telah ada sebelumnya. Selain itu, terdapat tipe undersocial yang cenderung menghindari keramaian, yang biasanya disebut sebagai introvert. Di sisi lain, ada juga tipe oversocial yang selalu ingin bergabung dengan kelompok, yang umumnya disebut sebagai extrovert.

Berbicara tentang berkomunikasi, biasanya ada orang yang memiliki kecenderungan untuk menguasai komunikasi tersebut tergantung kontrol seperti apa yang dilakukan. Apabila gaya komunikasi seseorang terdengar mempengaruhi, mendominasi, memimpin, dan mengatur, hal itu mencerminkan niat untuk mengontrol dengan cara yang positif. Sebaliknya, jika terlihat seperti mereka memberontak, hanya mengikuti, dan patuh, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk kontrol yang negatif.

Sebagai manusia, kita memiliki perasaan dan emosi yang berhubungan dengan cinta dan kasih sayang. Kebutuhan afeksi ini bisa menjadi positif dan negatif. Afeksi dianggap positif jika melibatkan cinta, persahabatan, dan keintiman. Akan tetapi, jika kebutuhan tersebut berubah menjadi kebencian, keengganan, dan menciptakan jarak emosional, maka afeksi tersebut dianggap negatif. Jenis kebutuhan afeksi juga dapat bervariasi, termasuk tipe ideal yang hanya ingin memenuhi kebutuhan mereka sendiri, tipe under-personal yang selalu menghindari keterikatan yang bersifat intim dan cenderung mempertahankan hubungan secara dangkal dan berjarak, tipe over-personal yang membentuk hubungan yang sangat erat, bahkan terlalu erat, dan si patologis yang cukup kesulitan dalam menjalin hubungan.

Derby Romero-Sherina Munaf, Afeksi, & Love Language

Hubungan interpersonal merupakan hubungan antar dua orang atau lebih yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari manusia karena adanya interaksi. Dalam hubungan ini terdapat hal-hal yang dibutuhkan dalam menjalin hubungan tersebut, salah satu diantaranya ialah kebutuhan afeksi. Afeksi atau yang biasa dikenal pula sebagai ungkapan kasih sayang ini perlu ada dalam suatu hubungan interpersonal karena selain dapat meningkatkan kualitas hubungan, afeksi ini juga dapat berpengaruh pada kestabilan psikologis manusia.

Nyatanya, afeksi ini tidak hanya berkaitan dengan romantisme bersama pasangan, namun dapat juga diwujudkan dalam hubungan keluarga, pertemanan, bahkan dari strangers. Bentuk afeksi yang dapat diterima pun beragam dan dapat dimulai dari hal kecil seperti saling menyapa dan menanyakan kondisi di lingkungan rumah, menerima kenyamanan sehingga dapat menjadi diri sendiri apa adanya di lingkungan keluarga, dapat merasa percaya pada teman sehingga bisa berkeluh kesah, dll.

sumber gambar: (Shutterstock/File)
sumber gambar: (Shutterstock/File)
"Affection cannot be created, it can only be unleashed" -  Bertrand Russell

Pada keramaian yang terjadi di masyarakat baru-baru ini, tentang hubungan platonik atau persahabatan antara Derby Romero dan Sherina Munaf, dapat dijadikan contoh bahwa pemberian atau penerimaan afeksi tidak sebatas dari pasangan saja. Namun juga bisa diberikan dan didapatkan dari sosok sahabat, keluarga, dan orang lain. Namun disisi lain, tidak selamanya seseorang mendapatkan kualitas afeksi yang sama, baik dalam hubungan keluarga, pertemanan, dan pasangan. Dalam masyarakat kita, masih banyak kondisi dimana seorang kurang merasakan afeksi dari orang tuanya, atau bahkan merasakan perundungan di sekolah oleh temannya. Hal ini yang mungkin menjadi dasar masyarakat bereaksi ramai pada media sosial, membahas hubungan pertemanan antara Derby dan Sherina. Melihat dari teori yang ada, membuat seseorang yang mengalami pengalaman buruk tersebut, memiliki tipe afeksi yang underpersonal atau patologis, tak jarang hal ini menjadi sebuah trauma bagi orang yang merasakannya. Trauma ketika mengalami pengalaman buruk dalam sebuah hubungan interpersonal, membuat seseorang skeptis dalam berinteraksi, dan membangun hubungan dengan individu lain, yang akhirnya kerap kali bersikap heran ketika ada individu yang mampu berhubungan baik dengan individu lain, terkhususnya hubungan pertemanan antara laki-laki dan perempuan.

Karena perbedaan kualitas afeksi di setiap hubungan maka cara serta proses penyampaian afeksi tersebut juga pasti akan berbeda, dan Love Language menjadi bahasa yang tepat dan relevan pada zaman sekarang terutama Generasi Z, yang melambangkan cara mereka untuk memberi dan menerima afeksi di suatu hubungan. Bahkan jika disadari, Love Language menjadi suatu ciri identitas yang dinilai oleh orang lain, beberapa diantaranya adalah Physical Touch (Sentuhan Fisik), Words of Affirmation (Kata-kata Penegasan/Validasi), Giving Gifts (Memberi Hadiah), Quality Time (Ruang dan Waktu yang Berkualitas) sampai Acts of Service (Wujud nyata/aksi), kelima bentuk Love Language tersebut mempunyai ciri khas nya masing-masing. Bahasa Afeksi atau Love Language umumnya dianggap hanya berlaku dalam situasi romantis, hubungan pacaran atau pasangan, padahal realitanya Love Language merupakan istilah yang merepresentasikan cara-cara kita untuk memberikan rasa kasih dan sayang pada suatu hubungan, kita semua pasti pernah menerima segala bentuk Love Language, namun demikian, tentu ada beberapa faktor yang membentuk kecenderungan pada salah satu Love Language dan membentuk kepribadian kita, seperti contoh ketika kita merasa memiliki waktu yang kurang cukup untuk bersama keluarga sedari kecil, maka kita cenderung mengalami perasaan senang saat menerima afeksi dari teman, sahabat, atau pacar yang memberikan Quality Time, atau sebaliknya, ketika kita tidak merasakan Acts of Service, saat menjalani hubungan dengan teman di kampus atau pasangan, kita tidak mengerti bagaimana cara memberikan bentuk Love Language tersebut, waktu seseorang terdekat kita menginginkannya. Jadi pengalaman-pengalaman yang kita miliki di masa lalu, cukup memengaruhi bagaimana kita memberikan bentuk rasa kasih sayang, atau reaksi kita saat menerima Love Language dari orang lain. Selain itu, istilah ini tak selamanya melekat hanya dalam nuansa romantis pada pasangan saja. Afeksi berupa Love Language ini dapat kita terima atau berikan kepada orang yang secara platonik berhubungan dan berdampak dalam hidup kita, terlepas dari apapun status hubungan yang terjalin.

Pada akhirnya dalam komunikasi interpersonal, afeksi yang merupakan kebutuhan berupa keinginan untuk memberi dan mendapatkan kasih sayang. Secara pasti kita manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki perasaan dan emosi, sejatinya membutuhkan kasih sayang atau afeksi. Afeksi itu sendiri tidaklah harus berhubungan secara romantisme layaknya sepasang kekasih, afeksi tersebut juga bisa kita berikan dan terima melalui keluarga, pertemanan, sampai orang asing sekalipun. Kehadiran hubungan platonik juga menegaskan bahwa afeksi, dan hubungan tidak terbatas berdasarkan gender, atau kelompok tertentu selagi hubungan tersebut memiliki tujuan baik. Karena realitanya, afeksi merupakan suatu bentuk atau simbol dari cara-cara kita menyampaikan kasih sayang kepada orang lain. Dalam hal ini, bentuk afeksi juga berbeda-beda, baik yang kita butuhkan atau kita dapat berikan kepada orang lain, dan hal ini memunculkan perbedaan kualitas afeksi pada masing-masing hubungan seseorang di masyarakat, sehingga banyak orang yang merasa afeksi dapat diterima dan diberikan kepada siapapun, sementara ada juga mereka yang mengalami pengalaman buruk dan pada akhirnya kesulitan untuk berhubungan secara interpersonal atau menerima afeksi dari orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Gofur, E. N., & UIN Sunan Ampel Surabaya. (2017). KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWA AKTIVIS UIN SUNAN AMPEL SURABAYA DI WARUNG KOPI DALAM TINJAUAN TEORI FUNDAMENTAL INTERPERSONAL RELATIONS ORIENTATION WILLIAM SCHUTZ. Skripsi. http://digilib.uinsa.ac.id/19431/5/

Munthe, I. S., & Raharjo, S. T. (2018). PEMENUHAN KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK (PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN KEPERCAYAAN DIRI DI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK - LKSA). Jurnal Pekerjaan Sosial, 1(2), 119-123. https://doi.org/10.24198/focus.v1i2.18276

Nariswari, S. L., & kompas.com. (2023, Oktober 19). Sherina dan Derby Romero, Bukti Persahabatan Platonik Bukan Mustahil Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sherina dan Derby Romero, Bukti Persahabatan Platonik Bukan Mustahil", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/19/. Kompas.com. Retrieved Desember 11, 2023, from https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/19/072400820/sherina-dan-derby-romero-bukti-persahabatan-platonik-bukan-mustahil?page=all

Sari, N., Murdiati, E., & Hamandia, M. R. (2023). Komunikasi "Love Language" Dalam Keluarga (Studi Pada Pasangan Suami Istri Di Kelurahan Bukit Baru Palembang). Jurnal Ilmu Komunikasi Dan Media Sosial (JKOMDIS), 3(1), 104-109. https://doi.org/10.47233/jkomdis.v3i1.569

Veronika, N. (2021). Platonic Relationship: Mengenal Lebih Dalam Ciri dan Manfaatnya. gramedia.com. Retrieved Desember 11, 2023, from https://www.gramedia.com/best-seller/platonic-relationship/#:~:text=Filsuf%20Italia%20yang%20bernama%20Marsilio,nilai%20dan%20tujuan%20yang%20mulia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun