Jika dilihat dari sisi kebijakan dan hukum lingkungan, terdapat 2 jenis penyelesaian sengketa lingkungan hidup secara represif, yaitu melalui pengadilan (litigasi) dan melalui luar pengadilan (non-litigasi). Sedangkan secara preventif yaitu melalui hukum lingkungan administrasi, misalnya melalui persyaratan-persyaratan dalam perizinan, penyuluhan, leaflet, maupun cara-cara lainnya yang dilakukan sebelum terjadinya pencemaran dan atau perusakkan lingkungan. Pelaku pencemaran air sungai dapat dikenakan denda administrasi, dengan syarat kasus tersebut masih dapat dipulihkan. Jika yang menjadi korban dan pelaku pencemaran air sungai akibat permukiman informal dapat menyelesaikan sengketa LH di luar pengadilan, tetapi hasil menunjukkan ada yang tidak puas, maka dapat menyelesaikan di dalam pengadilan. Namun, jika sudah masuk ke kerusakan sungai yang parah, serta tidak bisa diselesaikan di luar pengadilan, maka kasus ini harus diselesaikan di dalam pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
- Penalba, Linda, M & Elazegui, Dulce. (2011). Adaptive Capacity of Households, Community Organizations, and Institutions for Extreme Climate Events in the Philippines. Research Report No. 2011- RR3, Philippines: University of the Philippines Los Banos.
- Potter, Robert B., Evans, Sally Lloyd (1998). The City in The Developing Word. London: Routledge.
- Soeriaatmadja, R. E. (1997). Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit ITB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H