Mohon tunggu...
Nicholas Evan Ferdinand
Nicholas Evan Ferdinand Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

i love learning.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Kepercayaan Sepanjang Sejarah Peradaban Manusia

15 November 2022   14:28 Diperbarui: 15 November 2022   14:46 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dasar negara bangsa Indonesia, Pancasila, merupakan pengejawantahan dari pemberlakuan kebebasan beragama di Indonesia. Sila pertama dari Pancasila yang juga terkandung dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 berbunyi, "Ketuhanan yang Maha Esa."  Indonesia bukanlah negara agama dan juga bukan negara sekuler, tetapi merupakan religious nation state atau negara kebangsaan yang berketuhanan (Mahmodin, 2018). Tak hanya itu, pengamalan, nilai, serta intisari dari sila pertama sudah diatur di dalam Ketetapan MPR No.I/MPR/2003. Secara singkat, ketetapan tersebut menjelaskan bahwa Indonesia menyatakan kepercayaannya pada eksistensi Tuhan dan mengharuskan setiap orang untuk mewujudkan sikap hormat serta menghargai kepada semua orang terkait keagamaan mereka. Dengan Pancasila sebagai dasar filsafat dan pedoman dalam pelaksanaan ketatanegaraan, tentu hal terkait kebebasan beragam sudah sangat terjamin secara hukum di bangsa ini.

Tak hanya itu, hal mengenai kebebasan beragama dipertegas lagi di dalam Pasal 29 UUD NRI 1945 yang bila diinterpretasikan secara gamblang menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Hal mengenai kebebasan beragama dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia juga dengan jelas diatur di dalam Pasal 28E Ayat (1). Dengan ini, kebebasan beragama menjadi hak konstitusional setiap orang di Indonesia yang wajib diberikan oleh pemerintah. Namun, Indonesia sebagai negara yang berketuhanan mendefinisikan kebebasan beragama salah satunya dengan mewajibkan warganya untuk memeluk agama dan menolak praktik penyebaran ateisme dan/atau agnostik. Di sisi lain, konstitusi negara sekuler seperti Amerika Serikat membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa pun, maupun tidak memeluk agama sama sekali. 

Secara keseluruhan, perkembangan kepercayaan dari zaman prasejarah sampai masa kini tidak sesuai dengan pandangan Kristiani. Sejak zaman Paleolithikum sampai Zaman Perunggu, manusia menganut kepercayaan animisme dan dinamisme yang berorientasi kepada eksistensi roh-roh. Ini jelas bertentangan dengan pandangan Alkitabiah sebab roh dari orang yang sudah meninggal tidak akan tinggal tetap di dunia dan berkelana untuk menghantui manusia. Roh dari orang-orang percaya yang sudah meninggal akan berada di surga sampai pada Penghakiman Yesus di mana orang percaya akan diberi tubuh kekekalan. Tak hanya itu, praktik keagamaan pada zaman tersebut juga dapat dikategorikan sebagai penyembahan berhala yang jelas bertentangan dengan ajaran Alkitab. Fakta bahwa mereka menyembah roh-roh nenek moyang dan bukan Allah sendiri sudah menyalahi salah satu hukum dari 10 Hukum Taurat yang berbunyi, "Jangan membuat bagimu patung." 

Di era ini, agama Kristen sudah berkembang lebih pesat sebagai hasil dari globalisasi yang menyebabkan cepatnya arus informasi. Hal ini diharapkan dapat mempermudah seluruh orang percaya untuk bersekutu bersama dan menumbuhkan iman mereka di dalam Kristus. Namun seiring terjadinya perkembangan, ternyata ada sejumlah isu baru yang timbul dan menyebabkan keresahan pada kehidupan masyarakat. Kehadiran trilogi kerukunan umat beragama dan peraturan yang mengatur mengenai kebebasan beragama tentu diharapkan dapat mendatangkan kebaikan bagi masyarakat. Namun, eksistensi sejumlah oknum yang minim toleransi dan menggunakan agama sebagai dalih untuk memancing perpecahan tidak dapat dihindari. Beberapa waktu yang lalu, seorang content creator dengan kanal Youtube yang bernama Zavilda TV mengunggah sejumlah video kontroversial yang mengundang cerca dari banyak orang. Pada video-video tersebut, Ia mendatangi orang-orang tertentu dan menawari mereka untuk mengenakan hijab. Kita dengan jelas dapat melihat ekspresi para orang tersebut yang merasa tidak nyaman dan kesal setelah dipaksa berulang kali. Tak hanya itu, Ia juga menyampaikan permintaannya dengan narasi dan sudut pandang yang merendahkan dan mengobjektifikasi perempuan.

Ia menggunakan alasan keagamaan sebagai justifikasi dan motif dari aksinya tersebut. Padahal agama eksis sebagai sarana bagi semua orang untuk menunjukkan kasih dan ketentraman, bukan ketakutan dan teror. (Mulia, 2020; Devi, 2022). Ia telah jatuh dalam salah satu dari tujuh dosa mematikan, yaitu pride atau kesombongan. Sama halnya dengan orang-orang Farisi, Zavilda merasa bahwa dirinya paling paham dan mengerti tentang spiritualitas dan agama sehingga menimbulkan kecongkakan di dalam hatinya. Timbulnya kompleks superioritas mendorong dirinya untuk menceramahi dan menghakimi orang lain karena Ia merasa bahwa dirinya lebih baik, pantas, dan suci dibandingkan lawan bicaranya. Padahal hanya Allah yang pantas dan memiliki hak untuk menentukan keberdosaan seseorang, bukan seorang manusia yang fana dan terbatas. Zavilda lupa, beragama adalah perjalanan spiritualitas yang bersifat eksklusif. Artinya, hal tersebut hadir dalam relasi dua arah antara satu individu dengan Tuhannya, sehingga hanya bisa dilakukan oleh individu terkait (Devi, 2022). 

Bahkan sebagai seorang wanita, Zavilda tampak tidak peduli dengan maraknya objektifikasi tubuh perempuan, bahkan menjadi salah satu pelakunya. Ia menyuguhkan konten yang dibumbui dan dibalut dengan nuansa sensual seolah wanita hanyalah sebuah objek yang bisa diperlakukan semena-mena tanpa martabat. Dengan adanya budaya patriarkial serta seksisme yang masih kental di bangsa kita, tubuh perempuan acap kali diobjektifikasi sebagai sarana untuk meraup uang sebanyak-banyaknya. Perempuan dijadikan objek hegemoni dan kontrol ideologi berkepala dua, patriarki dan kapitalisme (Devi, 2022). Setiap tubuh yang ada dimiliki oleh individu tersebut, maka itu setiap perempuan memiliki kendali dan hak penuh atas tubuhnya tanpa perlu intervensi dari pihak mana pun (Benedicta, 2011).

Di tengah segala kekacauan yang terjadi ini, peran Roh Kudus sangat teramat kita butuhkan. Saat Tuhan Yesus naik ke surga, Ia mengutus Roh Kudus untuk turun ke dunia dan berdiam di hati setiap orang. Dengan begini, pribadi Allah akan selalu bersama dan menemani kita dalam kondisi apa pun. Kini semuanya bergantung pada apakah kita mau menerima dan mendengar-Nya atau tidak. Di dalam kehidupan manusia, Roh Kudus menginsafkan manusia akan dosa. Tak hanya itu, Ia juga mendiami orang percaya, menguduskan orang percaya dari ikatan dosa, menjadi sumber penghiburan bagi orang percaya, dan memperlengkapi orang percaya (Sumiwi, 2018). Bila hati kita sebagai pusat restorasi gambar Allah bisa tergerak, dan mau menerima serta sadar akan keberdosaan kita, maka kehidupan spiritual kita dapat dituntun untuk berkembang dan mengalami transformasi spiritual. 

Kehidupan spiritual yang bertumbuh akan menyebabkan seorang individu mengalami transformasi spiritual, yakni kondisi saat semua aspek esensial yang menyusun kehidupan manusia dipusatkan kepada Allah menuju keserupaaan dengan Kristus. Saat seseorang sudah mengalami transformasi spiritual, Ia dapat mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan raga serta mengasihi sesama seperti mengasihi dirinya sendiri. Hal ini tidak hanya akan membawa kebaikan pada diri sendiri, namun kita juga dapat menjadi saluran berkat bagi sesama serta garam dan terang dunia. Bila kita dapat mengasihi sesama seperti diri sendiri, maka sudah pasti kita mengerti cara untuk memelihara dan menciptakan kerukunan antarumat beragama. 

Untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama, diperlukan kerja sama dan usaha dari seluruh anggota masyarakat. Rasa toleransi dan saling memiliki harus terus dibiasakan sejak belia. Seluruh umat beragama harus memiliki rasa hormat dan saling menghargai antara satu sama lain. Selain cara-cara umum seperti menghargai ibadat umat beragama lain, hal ini bisa dibiasakan dari konsep-konsep paling sederhana seperti hak kebebasan berpendapat. Walaupun memang benar bahwa semua orang berhak menyampaikan dan mengekspresikan opini mereka, namun opini yang disuarakan tersebut jangan sampai bersifat menyinggung dan berpotensi memantik pertikaian. Masyarakat juga dapat membiasakan diri mereka untuk mengadvokasikan pendapat dan perkataan mereka menggunakan diksi yang sopan, dan bukan dengan pembawaan yang provokatif. Segala bentuk ejekan atau agresi tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun. Namun, satu hal yang harus kita ingat adalah untuk tidak melakukan generalisasi pada agama tertentu oleh karena ulah suatu oknum yang berusaha memicu perpecahan.

Untuk mencapai keserupaan dengan Kristus, maka kita harus mengusahakan segala sesuatu untuk bertumbuh secara spritual dan mengalami transformasi spiritual. Bila kita memiliki hasrat dan kerinduan untuk menjalankan kehendak Allah dalam hidup dan mendengar suara Roh Kudus yang tingal di dalam hati kita sebagai pusat restorasi gambar Allah, maka kita akan dituntun menjadi pribadi yang lebih baik. Kita dapat membiasakan diri kita untuk rutin membaca Alkitab, bersekutu dan beribadah, serta berserah sepenuhnya kepada Allah. Lama kelamaan, kita akan mengalami transformasi posisi, pengudusan, dan spiritual yang membawa kita untuk menerima anugerah keselamatan, sebagaimana yang sudah digambarkan dalam ordo salutis. 

Kepercayaan merupakan suatu hal krusial yang sudah lama menjadi bagian dari peradaban manusia. Bersamaan dengan komponen dan aspek yang lain, kepercayaan akan membentuk budaya yang menjadi identitas bagi suatu komunitas. Seiring berjalannya waktu, sistem kepercayaan juga menjadi lebih bervariasi dan beragam yang tentu saja membawa sejumlah isu bersama dengan perkembangan tersebut. Kita harus memastikan bahwa isu-isu yang ada tidak menjadi penghambat bagi bangsa kita untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Persatuan dan kesatuan NKRI tidak boleh dibiarkan hilang dan menjadi suatu hal yang asing. Dalam menghadapi berbagai rintangan yang ada, seluruh manusia Indonesia harus bekerja sama dan membina kerukunan sehingga tujuan bisa tercapai dengan lebih efektif, dan lingkungan yang sejahtera serta tentram bisa terealisasikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun