Mohon tunggu...
Nicholas Vesakha
Nicholas Vesakha Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa SMA

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Permainan Naratif: Mengeksplorasi Ending Tak Terduga pada Film Karya Bambang 'Ipoenk' K. M., Aum! Kisahkan Reformasi Mahasiswa

26 Maret 2024   20:13 Diperbarui: 26 Maret 2024   23:17 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul film : Aum!
Tahun rilis : 2021
Durasi : 85 menit (1 jam 25 menit)
Sutradara : Bambang ‘Ipoenk’ K.M.
Penata musik : Bigheldy
Sinematografer : Ujel Bausad
Penyunting : Fajar K. Effendy
Rumah Produksi : Lajar Tantjap Film

Bambang 'Ipoenk' membawa pendekatan baru ke perfilman Indonesia melalui film Aum!, melibatkan Chicco Jerikho dan Agnes Natasya Tjie sebagai bintang utama. Dengan cerita yang dimulai dengan adegan menegangkan kejar-kejaran antara dua kakak beradik, seorang aktivis dan seorang tentara, film ini membangun ketegangan dan antusiasme penonton sejak awal. Namun, transisi tiba-tiba pada bagian kedua membawa penonton ke dalam proses produksi film itu sendiri, menambahkan kedalaman pada narasi dan menarik mereka untuk melihat industri perfilman dari sudut pandang yang lebih intim.

Film Aum!, diproduksi oleh Lajar Tantjap Film dan dirilis pada tahun 2021, menempatkan penonton dalam latar belakang tahun 1998 yang dipenuhi dengan perjuangan aktivis mahasiswa. Dalam film ini, proses syuting dan produksi dilakukan dengan kerahasiaan yang ketat, mengingat tema politik yang diangkat serta kondisi politik yang tidak stabil di Indonesia pada masa itu. 

Meskipun demikian, film berhasil menggambarkan beragam elemen yang membentuk sebuah karya sinematik, termasuk kehadiran produser, sutradara, penata artistik, penata suara, penata cahaya, kameramen, dan berbagai peran lainnya. Keseluruhan proses produksi tersebut menjadi bukti komitmen dan dedikasi dari seluruh tim dalam menciptakan sebuah karya yang kuat dan berkesan.

Film ini berhasil memanfaatkan elemen-elemen khas era 90-an untuk menciptakan suasana yang autentik bagi para penontonnya. Mulai dari penggunaan kamera handycam dengan rasio 4:3 dan kualitas noise yang khas pada era tersebut, film berhasil merangkul nuansa visual yang tepat. Selain itu, pemilihan properti seperti radio jadul dan televisi tabung dengan cermat dipilih sesuai dengan konteks film, memperkuat kesan nostalgia dan menghadirkan suasana masa lalu yang hidup. Keseluruhan, film berhasil menangkap atmosfer tahun 1998 dengan baik, menjadikan mereka terhubung dengan tema utama yang ingin disampaikan, yaitu gerakan reformasi mahasiswa, serta memperkaya pengalaman sinematik penonton.

Film ini menggambarkan adegan di mana kru film terlibat dalam proses produksi, menyoroti dinamika antara dua karakter utama, Linda Salim dan Panca Kusuma Negara. Linda, seorang mahasiswa yang juga berperan sebagai produser, memperjuangkan visi dan kepentingannya, sementara Panca, sutradara film, cenderung menonjolkan pendekatan yang lebih otoriter dan keras. Perbedaan karakteristik di antara keduanya seringkali menimbulkan gesekan dan menghambat kelancaran proses produksi. Para kru film juga mencatat ketidakharmonisan antara Panca dan Linda, terutama terlihat dalam adegan dramatis di atas kap mobil pada menit ke 30.45, yang menunjukkan ketegangan yang memuncak di antara kedua tokoh utama tersebut.

Karakter Panca dalam film Aum! digambarkan sebagai individu yang keras dan dipenuhi dengan idealisme yang kuat. Kehadiran idealismenya tercermin melalui berbagai ekspresi emosi yang intens selama proses pengambilan gambar untuk produksi film tersebut. Sebagai seorang pria paruh baya, Panca direpresentasikan sebagai sosok yang egois dan memiliki kecenderungan untuk menguasai segala hal, yang sering kali disebut sebagai sifat egosentris. Kehadiran egoisme ini seringkali membuatnya sulit untuk bekerja sama dengan orang lain dalam tim produksi. 

Terlebih lagi, Panca juga terlihat kesulitan dalam mengendalikan emosinya, terutama terlihat dalam beberapa adegan di mana ia seringkali berteriak kepada kru film. Hal ini menjadi kontradiktif mengingat proses produksi film ini harus dijaga kerahasiaannya dengan sangat ketat, seperti yang terjadi pada adegan krusial di menit ke 35.10. Kehadiran karakter Panca yang kompleks membawa dimensi yang menarik dalam film ini, menambahkan lapisan emosional yang mendalam pada narasi keseluruhan.

Karakter Panca dianggap sebagai sosok yang egosentris. Menurut Sejati (2019), egosentris merupakan perhatian yang berlebihan terhadap diri sendiri sehingga individu cenderung menganggap dirinya penting dan kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Individu dengan ciri-ciri ini seringkali memiliki kecenderungan untuk menuntut agar orang-orang di sekitarnya selalu memenuhi keinginan mereka dan memastikan bahwa tujuan pribadi mereka tercapai. Bahkan, mereka cenderung enggan mendengarkan masukan atau saran dari orang lain. 

Contoh perilaku ini terungkap dalam sebuah adegan di mana Panca menilai bahwa akting Surya sebagai Satriya masih kurang, dan ia menolak untuk menerima pendapat dari anggota kru lainnya. Adegan ini berlangsung pada menit ke 44.23, di mana Panca mengekspresikan ketidakpuasan terhadap hasil kerja kameramen, meskipun seluruh tim telah melaksanakan instruksi yang diberikan oleh Panca.

Tokoh Panca menarik perhatian karena memiliki pandangan yang sangat rinci terhadap suatu hal, yang seringkali berbeda dengan pandangan mayoritas orang di sekitarnya. Kedalaman pandangannya ini membuat penonton penasaran akan alasan di balik emosionalitas dan idealismenya yang kuat. Dengan begitu, karakteristik uniknya menjadi sumber ketertarikan yang tak terelakkan. Terlebih lagi, dalam setiap adegan, interaksi konstan antara Panca dan Linda, yang seringkali mengarah pada konflik, membuat penonton semakin terbawa suasana.

Film Aum! tidak hanya menampilkan adegan-adegan dramatis yang menggugah, tetapi juga memperlihatkan proses wawancara dengan berbagai tokoh utama, sutradara, dan produser yang memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh film tersebut. Wawancara-wawancara ini memberikan pandangan mendalam kepada penonton tentang pemikiran dan visi di balik karya seni ini. Namun, di saat penonton berpikir bahwa semua sudah berjalan sesuai rencana, plot twist yang tak terduga terjadi. Ketika kru film tengah berada dalam sesi wawancara dengan Linda, pintu ruangan tiba-tiba diketuk. 

Dengan terkejut, mereka membukanya hanya untuk menemukan Panca muncul dengan gagahnya, mengenakan seragam TNI AD. Tanpa kata-kata, ia segera menangkap Linda dan kawan-kawannya, mengubah atmosfer yang tadinya tenang menjadi tegang. Akhir yang tidak terduga ini bukan hanya mengejutkan penonton, tetapi juga memberikan penutup epik yang memunculkan berbagai pertanyaan dan interpretasi baru tentang pesan yang ingin disampaikan oleh Aum!.

Setelah berhasil menangkap Linda, anggota kru lainnya segera mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan diri dan bersembunyi dari kejaran pihak berwenang. Adegan terakhir yang ditampilkan kepada penonton menunjukkan Dodi dan Paul, dua kameramen yang telah dengan teliti mendokumentasikan seluruh proses produksi film. 

Dari situ, dapat disimpulkan bahwa keduanya berhasil menghindari penangkapan oleh TNI dan mungkin saja dapat melanjutkan proses produksi film tersebut. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa sifat tegas dan tegas yang dimiliki oleh Panca dapat disebabkan oleh latar belakang pendidikan dan pengalamannya di militer, yang mungkin memperkuat kepribadiannya dan membuatnya lebih berani dalam menghadapi situasi sulit.

Evaluasi dari film ini ditunjukkan pada terdapatnya pergeseran dari inti cerita menuju adegan wawancara pasca produksi, yang mungkin menimbulkan kebingungan bagi penonton. Meskipun suasana patriotik yang dipancarkan telah berhasil meresap pada penonton, rasa kecewa muncul ketika film tiba-tiba berhenti pada menit ke 25.00. Selain itu, karakter Bram yang menggambarkan Adam (Kakak Satriya) mampu menampilkan tingkat kepercayaan diri yang luar biasa dalam adegan wawancara pada menit ke 25.35. Hal ini menambah dimensi karakter yang menarik bagi penonton, meskipun berakhir dengan ketidakpuasan karena durasi film yang singkat.

Karya film yang dibuat oleh Bambang 'Ipoenk' K.M. belum meraih ketenaran yang luas di kalangan masyarakat, sehingga penonton sering merasa kesulitan dalam mengikuti alur maju-mundur ceritanya. Meskipun demikian, film ini menunjukkan inovasi yang menarik, yaitu penggunaan judul untuk setiap segmen sebagai petunjuk, seperti yang tampak pada menit ke 25.03 dengan penulisan "Bagian 1 Pertunjukan" dan "Bagian 2 Perjalanan". Namun, banyak orang yang tidak memahami simbolisme dialektika yang tersirat dalam film tersebut, terutama bagi mereka yang kurang familiar dengan konsep tersebut.

Berikutnya, terdapat evaluasi terhadap dua adegan penting dalam film yang menarik perhatian, yakni adegan tarian tradisional pada menit ke 9.20 dan adegan tarian macan pada menit ke 19.36. Kritik muncul karena kurangnya narasi yang dapat menjelaskan lebih lanjut mengenai kedua adegan tersebut. Penonton hanya benar-benar memahami makna dari kedua adegan tersebut setelah sutradara, Panca, memberikan penjelasan mengenai dialektika yang terkandung di dalamnya. Ditambah lagi, kedua adegan ini diatur di tengah-tengah adegan masa kini, yang semakin membingungkan alur cerita bagi penonton.

Film Aum! hadir sebagai suatu terobosan yang menyegarkan dalam industri perfilman Indonesia, menyuguhkan kepada penonton kesempatan yang langka untuk mengamati tidak hanya hasil akhir sebuah film, tetapi juga seluruh proses kreatif yang terlibat dalam pembuatannya. 

Melalui pendekatan inovatif ini, penonton dibawa masuk ke dalam realitas yang menggambarkan kompleksitas serta tantangan yang terkait dengan proses produksi film, yang membutuhkan dedikasi, kerja keras, dan ketekunan yang tinggi. Harapannya adalah dengan paparan langsung ini, penonton akan mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dan menghargai upaya serta karya dari para pembuat film dan sineas di Indonesia. Meskipun tema politik menjadi titik fokus utama dalam film ini, namun alur ceritanya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berat dan masih mampu dinikmati oleh penonton yang mungkin tidak begitu tertarik pada film-film sejarah yang penuh dengan semangat patriotisme.

Sumber: Sejati, S. (2019, Juni). Implikasi Egosentris dan Spiritual Remaja dalam Mencapai Perkembangan Identitas Diri. Jurnal Ilmiah Syi'Ar, 19, 103-126. DOI:10.29300/syr.v19i1.2269

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun