Mohon tunggu...
Nicolas Dammen
Nicolas Dammen Mohon Tunggu... Pengacara - Mahasiswa Magister Filsafat STF Driyarkara, Advokat, Certified Legal Auditor, Certified Mediator, Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Advokat Indonesia

sedang memelihara minat menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan dalam Persfektif Pemikiran Utilitarian Jeremy Bentham

3 Februari 2024   06:00 Diperbarui: 3 Februari 2024   06:59 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Para pemilik tidak seharusnya kuatir dengan perubahan ini. Orang yang memiliki tanah dengan sendirinya berkuasa atas orang yang hanya hidup dengan mengandalkan tenaga. Kekuatiran bahwa orang-orang bebas dapat dengan bebas pergi kemana suka, meninggalkan tanah airnya, dan membiarkan tanah tidak digarap, merupakan kekuatiran yang tidak realistis, terutama saat gerakan pembebasan terus berlanjut secara bertahap. Karena diketahui budak akan melarikan manakala dia bisa, maka disimpulkan seandainya dia bebas, tetap saja ia akan melarikan diri. Kesimpulan yang sebaliknya akan jauh lebih adil. Motif untuk melarikan diri tidak ada lagi, sedangkan motif-motif untuk tetap tinggal menjadi kuat.

Beberapa pemilik budak di Polandia yang kepentingan mereka  sebenarnya mendapat pencerahan atau digerakkan oleh cinta akan kejayaan, selama masa kekuasaan sebagai tuan tanah melaksanakan gerakan pembebasan secara menyeluruh dan seketika. Apakah kederwananan itu menghancurkan mereka? Justru sebaliknya: petani yang berkepentingan atas tenaganya sendiri, segera melibatkan diri agar diupah lebih besar daripada seorang budak. Tanah-tanah milik yang ditanami oleh tangan-tangan orang bebas semakin bertambah nilainya setiap tahun." (Jeremy Bentham, 2006:242-243)

Kebebasan itu datang dengan sendirinya pada saatnya nanti. Di sini tampak jelas adanya hubungan kausal di masa lalu dalam masa perbudakan tersebut.  Dalam arti bahwa kebebasan merupakan tindakan untuk menarik sebuah garis yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Masa depan dapat saja merupakan jalur yang bercabang, namun cabang tersebut berasal dari satu garis masa kini yang telah kita gariskan. Jika masa lalu adalah sebuah titik-titik atau serpihan-serpihan, maka kebebasan kita menjadi bermakna ketika kita menghubungkan titik tersebut dengan cara kita sendiri seperti; berefleksi sehingga menghasilkan nilai-nilai tertentu atau menelusuri nilai apa yang terkandung pada masa lalu sehingga membuat sebuah koneksi dengan masa kini dan dapat menentukan terhadap masa depan. Namun, perlu disadari bahwa argumen ini tidak meniadakan atau menyangkali peran hukum alam terhadap determinasi manusia, hanya saja deterministik kausal tidak semata-mata meniadakan kebebasan manusia sepenuhnya, artinya kebebasan manusia dapat mempengaruhi perubahan determinasi hukum alam hanya saja tidak melibatkan perubahan yang luas dan besar. Kembali pada argumen Bentham di atas, dengan menaruh tekanan pada budak yang kemudian menyadari di masa kini, maka ia mendapati dirinya dalam kebebasan.

Pemikiran Bentham yang utilitarian bagaimanapun saat itu memang ditujukan untuk pembuatan undang-undang, berisi panduan praktis dalam rangka mengatur dan membatasi kebebasan untuk kemanfaatan masyarakat banyak. Jadi dalam memberikan pertimbangan, Bentham akan memakai parameter seberapa banyak masyarakat yang mendapat akses terhadap kesenangan yang diakibatkan dari suatu pembatasan kebebasan. Parameter ini banyak dikecam sebagai semata-mata bentuk hedonis, maka utilitarianisme Bentham masih dianggap sebagai bentuk yang klasik dan mudah diselewengkan penguasa dengan dalih mengakomodir kehendak mayoritas masyarakat.

Akhirnya, kita sampai pada kesimpulan dalam persfektif pemikiran Bentham bahwa kebebasan itu senantiasa terdeterminasi untuk tujuan manfaat. Namun yang menarik adalah pada sisi lain, Bentham tampaknya di masa itu memiliki visi yang cukup progresif tentang masa depan kebebasan misalnya dalam memperkirakan berakhirnya era perbudakan dengan sendirinya. Kehendak bebas manusia menurut Bentham dideterminasi oleh aturan hukum. Tujuan aturan hukum itu adalah untuk menghadirkan kesenangan kepada banyak masyarakat dengan cara melakukan pembatasan kepada kebebasan-kebebasan yang mungkin akan mendatangkan penderitaan. Bagi Bentham, kesenangan adalah hal yang ingin selalu dicapai manusia dan penderitaan adalah hal yang selalu ingin dihindari, maka meletakan tekanan pada manfaat telah mengakibatkan determinasi pada kehendak bebas. Kehendak bebas hanya dapat diekspresikan sejauh mendatangkan manfaat yang syaratnya harus dirasakan oleh lebih banyak oleh ketimbang penderitaannya.

Daftar Pustaka

Bentham, Jeremy. 2006. Teori Perundang-undangan: Prinsip-prinsip Legislasi, Hukum Perdata Dan Hukum Pidana (Theory of Legislation and Introduction to the Principles of Morals and Legislation). Bandung: Nusamedia.

Fischer, John Martin., Robert Kane, Derk Pereboom, Manuel Vargas. 2007. Four Views on Free Will. Malden: Blackwell Publising Ltd.

Magnis-Suseno, Franz. 1987. Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun