Mohon tunggu...
Nicho Kosip
Nicho Kosip Mohon Tunggu... Penulis - Nulis kalo mood-nya ngumpul :)

Lulusan Ilmu Komunikasi angkatan 2018 Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menyinggung Kesenjangan Sosial di Masyarakat Lewat Film "Stip & Pencil"

25 November 2020   22:58 Diperbarui: 2 Desember 2020   02:30 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menengok kilas balik film Stip & Pensil yang telah tayang perdana di bioskop sejak 19 April 2017 lalu, ternyata masih cukup menarik dan membuat saya tak hilang kagum atas film ini. Sejarah dan jalan cerita yang luar biasa membuat saya seolah turut merasakan mirisnya keadaan dalam film tersebut. 

Sayangnya, saya bukanlah penonton film ini dalam penayangan perdananya di layar lebar kala itu. Alasannya cukup klise karena saya bukanlah tipe seseorang yang gemar menonton film. Namun pada kesempatan lain ketika saya menonton film ini seolah cukup menyisakan bekas yang luar biasa di memori saya.

Awal mula saya saya menonton film ini yaitu pada saat film tersebut telah tayang pada layar kaca yang mana disiarkan oleh salah satu stasiun televisi. Kalau saya tidak salah ingat, waktunya itu pada akhir Desember 2019 lalu. Film yang berdurasi 98 menit ini berhasil menangkap atensi saya karena mampu menyajikan hal kompleks dengan cara sederhana, sehingga saya mampu merasakannya secara ringan dan tidak berpikir terlalu berat.

Alasan lain kesukaan saya dalam film ini adalah tingkat kebosanan yang hampir tidak pernah saya rasakan sepanjang menonton film ini. Film bergenre drama yang dikemas dalam balutan komedi membuat saya berhasil fokus dengan berbagai adegan yang disuguhkan. 

Cerdas dan menariknya film ini adalah mampu menyelipkan unsur komedi namun tidak menenggelamkan masalah utama yang diangkat. Semua elemen yang ada seolah mendukung isu atau permasalahan yang diangkat supaya tetap menjadi fokus utamanya. 

bookmyshow.com
bookmyshow.com

Menurut saya, ini adalah salah satu film terbaik yang mampu menyentil isu sosial dan bahkan menampilkannya lewat kelas sosial yang ada di masyarakat. Jelas bukan hal yang mampu dielakkan lagi, kelas sosial yang ada di masyarakat hingga saat ini masih bertumbuh dan mampu ditangkap oleh mata telanjang. Tak heran, sejak beberapa menit kita menonton film ini sudah mampu mengimajinasikan ke mana arah film ini selanjutnya.

Berawal dari adegan pertemuan dengan salah satu tokoh yang merupakan anak jalanan adalah titik mula film ini berlangsung. Ucok yang kala itu sedang mengamen di jalanan tidak sengaja menemui Tony dan teman-temannya yang kala itu mengalami masalah teknis terkait mobil yang mereka tumpangi. 

Dari awal perjumpaan ini juga sudah tampak bagaimana strukturasi yang ada. Di sini digambarkan bagaimana Tony, Aghi, Bubu dan Saras adalah geng atau kelompok dari seseorang yang berasal dari kelas atas.

Hal tersebut dapat dilihat dari mobil mahal yang ditumpanginya. Selain itu, gaya berpakaian serta tatanan rambut yang ada seolah menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang-orang dari kalangan biasa. 

Apalagi adegan film yang memperlihatkan mereka bersekolah di SMA favorit. Beda halnya dengan Ucok yang beralaskan sandal biasa, berpakaian lusuh, rambut tidak tertata, serta kulit dan wajah yang kusam. Semua penggambaran bahwa Ucok adalah masyarakat dari kelas bawah dapat terlihat begitu saja. 

Semua makin tergambar jelas ketika adegan pemberian sejumlah uang pada Ucok yang terkesan sangat mudah dilakukan oleh Tony dan kawan-kawannya. 

Selain itu, Ucok yang kemudian mengatakan bahwa tempat tinggalnya berada di bawah jalan tol seolah mengungkap keberadaan kelas sosial yang ada di masyarakat. 

Apalagi adegan membuang ingus dalam mobil dan memakan spageti dengan tangan kotor yang dilakukan Ucok, seolah menjelaskan bagaimana tabiat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat bawah. Tindakan yang dilakukan seolah terjadi karena ketidaktahuan akan hal-hal yang seharusnya atau semestinya dilakukan.

Semua hal itu merupakan titik awal terungkapnya kelas sosial bawah secara detail dalam masyarakat. Mulai dari masyarakat terutama anak-anak yang tidak bersekolah, sehingga tidak mampu membaca dan menulis. Ditambah pekerjaan dari anak-anak yang dominan adalah pengamen atau pedagang asongan di jalanan. 

Selain itu, juga dijelaskan bagaimana sosok orang tuanya yang juga bekerja sebagai pemulung. Satu per satu penggambaran akan kelas bawah di masyarakat mulai terlihat ketika setiap tokoh masyarakat bawah kemudian menunjukkan sosoknya.

Strukturasi lain yang terlihat dalam film ini juga digambarkan dari permukiman tempat tinggal Ucok dan teman-temannya. Mereka tinggal bersama orang tua mereka di bawah jalan tol dengan kondisi seadanya. Pakaian yang digunakan masyarakat permukiman tersebut seolah menjelaskan bagaimana pahit getir yang memang biasa mereka jalani dalam hidup. 

Selain itu, film ini cukup detail dengan penggambaran akan beberapa adegan. Mulai dari adegan gelas minum yang hanya seadanya dan barang-barang hasil memulung yang diperlihatkan. Semua adegan tergambar jelas. Ditambah ketika 'uang' juga sangat di Tuhan kan untuk mempertahankan hidup mereka. 

Hal menarik yang seolah tidak luput tergambar dalam film ini adalah menyangkut heterogenitas dalam masyarakat kelas bawah. Semua kesederhanaan tidak hanya menyangkut atau tergambar dari ciri fisik maupun dari mana suku atau latar belakang mereka. Mulai dari anak-anak, usia paruh baya, bahkan hingga manusia lanjut usia juga bisa berada dalam kelas bawah. Selain itu, juga digambarkan bagaimana Ucok dan keluarganya yang merupakan orang Batak, Koh Salim yang berasal dari Etnis China, dan masyarakat asli yang juga dominan di sana.

Apabila kelas sosial bawah juga digambarkan dengan kondisi badan yang kurus kering, hal tersebut tergambar berbeda di film ini. Mak Rambe yang merupakan Ibunda Ucok justru digambarkan dengan seseorang yang memiliki postur badan yang gemuk. Hampir tidak ada penggambaran yang janggal dalam strukturasi yang memperlihatkan kelas sosial maupun kesenjangan yang ada. Semua digarap dengan sangat baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun