Mohon tunggu...
Nicholas Andhika Lucas
Nicholas Andhika Lucas Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi di Indonesia, Fakta dan Solusinya

25 September 2022   12:24 Diperbarui: 25 September 2022   12:25 4296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu Korupsi?

Definisi korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara itu, menurut hukum di Indonesia, pengertian korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain, baik perorangan maupun korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara/perekonomian negara. Dalam arti yang luas, pengertian korupsi secara umum adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Korupsi didasari oleh faktor internal dan eksternal, seperti keserakahan dan lemahnya penegakkan hukum, yang mendorong seseorang untuk menguntungkan kepentingan individual. Tingkat beratnya korupsi dan sanksinya berbeda-beda dilihat dari praktiknya, mulai dari kecurangan berskala kecil untuk mendapatkan suara saat pemilu hingga penerimaan suap besar-besaran dalam skala pemerintahan negara yang merugikan rakyat negara. Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang menyangkut korupsi terdapat pada Undang-Undang 31 Tahun 1999 yang dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengutip dari kppu.go.id, jenis-jenis bentuk korupsi dirumuskan ke dalam 30 delik tindak pidana korupsi yang dapat dikategorikan menjadi 7 kelompok besar. Ketujuh kelompok ini terdiri dari kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, dan gratifikasi.

Kenyataan Korupsi di Indonesia

Sayangnya, di Indonesia, prosesi hukum para koruptor di Indonesia masih kurang tegas, sehingga mereka dapat meloloskan diri dari sengketa dan tuduhan proses hukum dengan mudahnya. Para koruptor ini berlindung di balik tameng institusi, pengacara-pengacara, dan sistem pengadilan yang mendukung para koruptor. Andaikan tertangkap pun, konsekuensi atas tindakannya hanya sebatas 1-2 tahun, lalu mereka mampu kembali menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Sebagai solusi langsung dari masalah berakar ini, muncullah ide akan hukuman mati sebagai sanksi dari tindakan korupsi. Berdasarkan Bayu Dardias, Ketua Klaster Penelitian Governance dan Korupsi, hukuman mati sudah menjadi hukuman absolut di mana tidak akan ada keuntungan yang muncul, ketimbang misalnya, rela dipenjara 1-2 tahun tapi mampu meraup keuntungan miliaran rupiah. Dengan demikian, tidak ada alasan lagi bagi koruptor untuk mencari keuntungan dalam kesempatan apabila taruhannya adalah nyawa. Rancangan hukuman mati ini mampu menjadi solusi dari korupsi yang merajarela di Indonesia, baik secara jangka waktu pendek maupun panjang.

Indonesia memiliki nilai indeks persepsi korupsi yang tinggi, di mana perkara korupsi yang ditangani KPK mencapai jumlah 618 kasus. Statistik ini sendiri menjadi tamparan keras bagi Indonesia untuk segera menghentikan krisis korupsi yang dihadapinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya pencegahan korupsi yang dapat dilakukan secara konkret. Diambil dari artikel "Upaya Pencegahan Korupsi" yang ditulis oleh Monica Ayu Caesar, seorang content writer Kompas, solusi tersebut terdiri dari strategi preventif, detektif, dan represif. Strategi preventif ditujukan untuk meminimalisir peluang terjadinya korupsi. Strategi ini dapat dilaksanakan dengan memperkuat tatanan hukum negara dan peningkatan kualitas penerapan sistem manajemen. Sedangkan, strategi detektif ditujukan untuk mendeteksi kasus korupsi secepat mungkin. Peningkatan kinerja Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dan pengawasan laporan keuangan akan mendukung keberlangsungan dari strategi ini. Terakhir, strategi represif ditujukan untuk memproses kasus korupsi dengan cepat dan memberikan sanksi semestinya, yang dapat dijalankan dengan penguatan lembaga anti korupsi.

Merajarelanya koruptor di Indonesia layak dianalogikan dengan singa, sang penguasa dari hutan. Sebagai penguasa, singa mengambil hidangan utama pada pandangan kosong. Perangkap atau jebakan apapun tidak cukup, karena seperti singa, mereka akan tetap menduduki posisi tertinggi di hutan dan terus mengambil hidangan untuk kepuasan mereka sendiri. Hal ini relevan dikaitkan dengan koruptor di Indonesia yang seringkali lolos dari deteksi, atau sekedar mendapatkan hukuman ringan atas tindakan korupsinya yang merugikan negara. Keberadaan singa ini mengganggu ketenteraman hutan, terutama karnivora lain karena hidangannya yang diambil demi kepuasan singa sendiri. Koruptor di Indonesia tidak dapat dianalogikan lagi sebagai tikus, sebagaimana yang sebelumnya mungkin kita kenal. Koruptor tidak mirip dengan personifikasi seorang tikus yang mencuri sisa-sisa makanan dan dapat dimusnahkan oleh jebakan.

Seiring berjalannya waktu, maka korupsi akan menjadi masalah yang semakin besar. Tanpa adanya upaya pencegahan yang konkret, maka negara tidak mampu berkembang. Melihat perkembangan dari penanganan kasus korupsi akhir-akhir ini, tidak mengejutkan apabila 20 tahun ke depan korupsi di Indonesia masih menjadi masalah yang mengakar. Seperti yang disebutkan sebelumnya, korupsi bukanlah parasit seperti benalu yang dapat ditumpas dengan dilepas dari tanaman yang ditumpanginya. Korupsi merupakan masalah yang mengakar, dan tidak cukup apabila kita memotong ranting atau mencabuti daunnya saja. Mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, maka kesempatan untuk melakukan kecurangan akan semakin besar. Metode tradisional dari korupsi akan berpotensi berkembang pula untuk menutupi kemungkinan praktik tersebut terbongkar.

Solusi Korupsi di Indonesia

Agar cita-cita akan terberantasnya negara dari korupsi tercapai, Indonesia harus segera melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang konkret. Korupsi bukanlah masalah hukum, melainkan masalah perilaku dari individu. Oleh karena itu, diperlukan budaya integritas yang harus diajarkan sedini bangku sekolah dasar. Upaya untuk memperkuat budaya ini adalah untuk mengurangi ketidakjujuran akademik yang terjadi antara kalangan siswa dan mahasiswa. Sebagian besar penyebab terjadinya tindakan menyontek di bangku sekolah disebabkan oleh ketakutan siswa untuk salah, atau nilai akademik tidak maksimal yang mampu menimbulkan konsekuensi dalam jangka panjang. Untuk mengubah pola pikir ini, keluarga, sekolah, maupun masyarakat harus ikut berperan untuk menanamkan nilai integritas dan mencegah tindakan korupsi. Kemudian, upaya selanjutnya yang lebih langsung adalah untuk mengambil langkah melawan koruptor tersebut. Upaya tersebut dijelaskan pada alinea sebelumnya yang terdiri dari strategi preventif, detektif, dan represif. Kartu terakhir yang dapat dimanfaatkan penegakkan hukum adalah pemberlakuan pidana hukuman mati bagi tindakan korupsi. Walaupun hukuman ini akan secara langsung merenggut nyawa seseorang, tetapi ini merupakan solusi preventif yang terkuat.

Korupsi, sebagai akar masalah dari pembangunan bangsa dan negara di aspek sosial-ekonomi harus diberantaskan dari setiap negara. Korupsi di Indonesia merupakan permasalahan yang tidak begitu mudah diselesaikan. Kita tidak bisa hanya mencabut daun-daun dan rantainya saja, tetapi kita harus membersihkannya dari akar-akarnya. Korupsi di Indonesia sudah tercatat dari awal terbentuknya negara Indonesia dan semakin tajam di masa-masa kini. Oleh karena itu, sistem pemberantasan korupsi dan segala subsistemnya harus semakin diasah dan diperkuat untuk mendukung penyelidikan dan pencegahan korupsi. Diikutsertai dengan partisipasi dari masyarakat untuk membangun budaya integritas, maka cita-cita akan penegakkan dan pencegahan korupsi yang merugikan negara dapat akhirnya direalisasikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun