Mohon tunggu...
Nicha Muslimawati
Nicha Muslimawati Mohon Tunggu... -

Agronomy and Horticulture IPB 2009

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"iQuit"

12 Desember 2010   16:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:47 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin malam gw baru nonton film “Magnolia”. Yeah, a bit too late, but still.. scenes film-nya masih nempel di kepala gw sampai sekarang. Sebel banget ngeliat karakter peran Tom Cruise yang gayanya super tengil, stress ngeliat tokoh-tokohnya yang mostly orang depresi, belum lagi hujan kodok yang gw harap nggak akan pernah terjadi di dalam kehidupan gw :-p Back to ‘tokoh-tokohnya yang mostly orang depresi’, mereka memang orang-orang stress yang seumur hidupnya cuma bisa memendam rasa marah atau rasa kesel, sampai akhirnya numpuk, and finally they wanted to quit it. Kayaknya ‘gampang’ banget untuk mereka nelen pil, ngambil pistol, atau lompat dari gedung bertingkat, in the name of ‘quitting’. Yah namanya hidup, pasti ada momen di mana kita pengen quit. Capek sama kuliah, capek karena rutinitas, capek karena banyak pertanyaan-pertanyaan yang nggak terjawab, capek sama urusan relationships, capek harus dealing sama orang-orang yang kerjaannya cuma bikin beban, dan masih banyak jenis-jenis rasa capek yang lainnya. Gw nggak naif, gw juga tau kalau ada jenis-jenis rasa ‘capek’ ekstrim yang mungkin bisa bikin orang pengen ‘quit’ dari kehidupannya. I understand. Dua hari yang lalu I felt like quitting from this one thing I’ve been entrusted to do. Kalau mau cari short cut, it would be easy for me to say, “I quit, I give up”. Tapi untuk seseorang yang terlalu banyak belajar soal proses ‘letting go that is not mine’, gw tau betul bedanya ‘quitting’ sama ‘letting go’. The former one is very much self-centered, while the latter is not. ‘Letting go’ is when you know that the season is over, you know that what you have right now is better off being done by someone else, and you just know that there is something better in store. While ‘quitting’ is simply wanting to stop doing something just because you don’t want to bear the burdens any longer (or you can’t live with the consequences). wikipedia.com Kayaknya gw nggak perlu point it out ya, yang mana yang winner’s attitude, yang mana yang.. umm, loser’s. If you think I’m being judgmental here, wait until you finish reading this posting. Give me another minute, would you?  Try to say, “I quit” in front of those ladies who don’t know how it feels to just hang out for fun, due to taking care of their mother who’s facing death. Try to say, “I quit” setelah nonton “Laskar Pelangi”. Try to say, “I quit” di depan seorang ayah penjual barang bekas yang lagi narik gerobak di bawah terik panas matahari Jakarta. Oh yah, di dalam gerobak itu ada anaknya yang berseragam SD, baru pulang sekolah. Try to say, “I quit” kepada orang tua lo yang lepas dari segala kekurangan mereka, sudah ngerawat lo dengan keringat. Paling enggak elo masih bisa bernafas, masih bisa punya uang untuk main internet, ngerti yang namanya blog, dan bisa baca posting ini. Try to say, “I quit” ketika jam 3 subuh elo ngeliat bapak-ibu yang dengan sekuat tenaga mendorong gerobak sayur, siap-siap untuk berjualan di pasar, sementara elo lagi nyetir di mobil lo yang bagus, baru aja pulang clubbing atas nama pelampiasan patah hati, putus cinta. Try that. If you find it hard to do so, then you know that quitting costs too much. But if you find it easy, at least you know who you are 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun