Mohon tunggu...
niatyas
niatyas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sayang Anak

22 Juli 2016   09:31 Diperbarui: 22 Juli 2016   09:40 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin baru saja berburu sekolah untuk anak saya yang sudah menginjak sekolah menengah pertama. Deg degan pastinya karena anak saya bukan kategori anak jenius or sangat spesial. Bisa dibilang dia pintar di level middle up. Dengan kata lain, gak pintar pintar amat juga gak jelek jelek banget. Tapi anak saya punya kemampuan yang lain. Suaranya yang sangat jernih bila mengumandangkan azan atau saat melantunkan ayat ayat pendek,cukup bisa membuat saya sampai tertidur (sedikit lebay).

Singkat kata dimulailah perburuan mencari sekolahan terbaik untuk anak saya. Dari awal suami dan keluarganya sudah menetapkan standar sekolah yang tinggi untuk anak saya, karena sepupu sepupunya juga bersekolah di smp negeri favorit yang di tuju, sehingga bagaimanapun caranya anak saya juga harus masuk kesana. Maksudnya si baik, tapi apakah caranya juga baik?, kita lihat saja nanti...

Jujur ni ya, saya tidak pernah punya ambisi anak saya harus masuk kesekolah negeri favorit idaman keluarga suami ,saya tidak pernah memasang target yang tinggi untuk anak saya dalam hal sekolahan favorit, bahkan saya cenderung ingin memasukkan anak saya ke sekolah islam yang berbasis boarding school alias sekolah berasrama.

Saya maunya anak saya pintar di pelajaran agamanya bukan hanya pintar di pelajaran dunianya saja. Bahkan bagi saya dia pintar di pelajaran agama itu wajib, dan pintar di pelajaran umum itu sunnah. Mungkin pikiran saya memang antimainstream, karena saya merasa bahwa seringkali orangtua hanya mempersiapkan anak anaknya seakan akan dia hanya hidup di dunia saja, trus bagaimana persiapan untuk akhiratnya kelak...?

Akhirnya dengan memaksakan diri, suami dan keluarganya mencoba memasukkan anak saya ke sekolah favorit idaman keluarga suami, padahal nilai anak saya bisa dibilang pas pasan untuk memasuki sekolah favorit tersebut.Tiap hari saya berdebat agar tidak memaksakan kehendak suami dan keluarganya, saya tidak pernah digubris, dan okelah saya menyerah, karena suami menjamin anak saya pasti masuk dengan bantuan kakak ipar saya, yang anaknya sudah masuk duluan di sekolah tersebut, tapinya dengan melewati orang dalam. What ?? saya hanya bisa pasrah, gimana anak saya mau jadi orang jujur bila masuk kesekolah negeri saja harus ada sajennya dulu.

Saya cuman bisa diam dan berdoa. Saya sama sekali gak berdoa biar anak saya bisa diterima di smp favorit itu, saya hanya meminta yang terbaik dari Allah SWT. Akhirnya saat saat kritis dimana kakak ipar saya yg menjanjikan anak saya bisa masuk ke sekolah tersebut ,menemui jalan bengkok. Kakak ipar saya mengatakan bahwa guru yang membantu anak anaknya dulu untuk masuk kesana sudah tidak jadi panitia. Nah lo... Tapi kakak ipar saya juga menambahkan bahwa ada oknum polisi yg masih sodara dekat bisa mengusahakannya yang entah dengan sajen berapa. Saya terdiam, dalam hati berkata "ternyata mereka belum menyerah juga", saya bilang sama suami, sudahlah mending swasta islam saja, tapi suami dengan nada tinggi menggertak saya, "siapa yang mau bayar swasta, mahal kalik".

Saya cuma bisa terdiam, karena saya tahu tidak semahal itu ,sekolah di swasta dibandingkan dengan pungli di smp favorit pilihan suami dan keluarganya. Kenapa uangnya gak untuk masuk sekolah swasta saja ? Saya benar benar heran, dengan segala drama masuk kesekolah negeri idaman suami dan keluarganya itu, sampe akhirnya anak saya tidak diterima disekolah tersbut. Suami saya merajuk berat dengan keluarganya, yg dia rasa menjebak dia, dan suami sudah terlanjur malu sama saya. Selidik punya selidik ternyata si oknum polisi tersebut tidak pernah sama sekali menghubungi kepala sekolah smp itu. Dengan kata lain dia hanya test the water saja. Dia tidak pernah kenal dengan siapapun disekolahan itu , dan   katanya anak saya kalah dengan memo memo lain yang  kabarnya berterbangan di smp favorit itu.

Alhasil suami hanya bisa marah marah, dan bingung mau menyalahkan siapa, saya cuman bisa senyum senyum, dia tambah kesal.Jadi senjata terakhir, saya hanya bilang," ya sudahlah gak usah memaksakan diri, sesuai aja dengan kemampuan kita, toh anaknya juga masih smp. Untuk apa anak pintar tapi gak saleh.Untuk apa bisa masuk smp favorit dengan cara cara kurang jujur. Ambil hikmahnya aja deh. Sekarang yang terpenting anak bisa sekolah ditempat lain yang terbaik buat dia. Ingatlah segala kegagalan itu, mungkin kita ingin diselamatkan dari cara cara yang tidak jujur".  

Satu hal yang saya bingung, kenapa sih mereka terlalu mempersoalkan pendidikan dunia si anak dengan menghalalkan segala cara. Apakah itu bentuk sayang pada anak ? Kenapa sih anak tidak dikondisikan memikirkan pendidikan agamanya. Bagaimana kalau dia pintar tapi nol dalam segi pendidikan agama. Jarang orang tua yang gelisah dengan hal ini. Sementara diluar sana dunia sudah semakin kacau. Anak adalah masa depan, saya berharap mereka istiqamah memegang agamanya tumbuh menjadi generasi muda jujur dan shaleh. Dan semoga saja, pandangan saya tentang pendidikan agama untuk anak anak bisa dikategorikan sebagai seorang ibu yang  sayang anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun