POLIGAMI NABI IBRAHIM
Poligami bukan tentang persaingan memperebutkan kasih sayang, tetapi tentang keadilan, kesabaran dan keikhlasan. Berkaca dari sejarah Nabi Ibrahim dengan kedua isterinya Siti Sarah dan Siti Hajar. Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar atas saran isterinya Siti Sarah. Sekalipun Siti Sarah cemburu terhadap Siti Hajar yang telah lebih dulu memiliki anak bernama Ismail, namun karena ketaqwaannya ia tetap bersabar dan ikhlas. Kesabaran dan keikhlasan juga ditunjukkan Ismail dan ibunya siti Hajar ketika Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah SWT untuk membawa keduanya tinggal di padang tandus yang kita kenal sebagai Kota suci mekkah hari ini. Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah Prototipe keluarga harmonis yang diridhai Allah SWT, keluarga orang-orang bertaqwa. Nabi Ibrahim digelar bapak para nabi, dari garis keturunannya lahir para nabi baik dari isterinya Siti Sarah maupun Siti Hajar. Nabi Ibrahim mampu melaksanakan tugasnya sebagai Nabi dan Rasul, sekaligus suami dan ayah yang mengabdikan dirinya untuk Allah SWT.
Monogami dan poligami adalah syariat, sebagaimana dapat kita pelajari dari kisah para nabi. Suami sepatutnya mengedukasi dan meminta pengertian isteri jika hendak berpoligami, bukan melakukannya dengan diam-diam dan menunggu bom waktu berakhir. Belajar dari kisah Nabi Ibrahim, isteri beliaulah yang memintanya berpoligami. Poligami dilakukan dengan penuh rasa keadilan sebagai bagian dari ibadah bukan sekedar memperturutkan hawa nafsu. Tidak ada keadilan dalam poligami diam-diam yang merenggut semua ketenangan sebuah mahligai rumah tangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H