Mohon tunggu...
Agnia Melianasari
Agnia Melianasari Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia pembelajar

-Writer -Speaker -Voice Over -MC, Moderator -Young Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kadang Agamis Kadang Atheis, Jangan-jangan Kamu Termasuk Salah Satunya?

14 Maret 2021   20:27 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:45 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia hanyalah sementara yang akan berakhir fana. Sadar ataupun tidak sadar, saat ini kita hidup di jaman yang semakin menggila. Manusia tak ada habisnya mengejar kegemilangan dunia hingga lupa akan arti kehidupan yang sesungguhnya. Meski kita yakin, masih ada (banyak) muslim yang menjalankan syari'at agama Islam sesuai dengan pedoman Al-qur'an dan Hadits, namun masih banyak pula orang-orang yang 'Islam'-nya hanya melekat pada kartu tanda penduduk.

Tak bisa dipungkiri, tak sedikit orang yang mengaku percaya kepada Tuhan, namun perilakunya tak mencerminkan orang yang ber-Tuhan. 

Mengaku Islam, tapi berani berbuat kriminal, tak segan mencuri, membunuh, sampai mengasusila, tak malu berbuat dosa. Kadang berperilaku layaknya seorang muslim yang sangat agamis, kadang pula berperilaku seperti orang yang 'atheis'.

Memangnya, seperti apa dan bagaimana orang yang 'kadang-kadang' menjadi "atheis" itu?

Pada coretan kali ini, saya tidak bermaksud untuk 'sok' mengajari atau merasa lebih baik dari sahabat semua. Namun iniliah fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita saat ini. Degan ini, semoga dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk dapat menjadi muslim yang lebih baik. Aamiin. Insyaa Allah.

Berbicara mengenai "agamis", terlebih dalam agama Islam tentu tak lepas dari yang namanya INTAQ (Iman dan Taqwa). Kedua hal ini haruslah selalu berjalan berdampingan. Iman sendiri mempunyai arti percaya. Sebagai seorang muslim kita harus percaya kepada Sang Khaliq; Allah Sang Maha Pencipta, percaya kepada malaikat-malaikatNya, percaya pada kitab-kitab Allah, percaya kepada para utusan Allah, percaya kepada hari akhir, juga harus percaya akan qodo dan qodarNya Allah SWT. Sedangkan mukmin adalah sebutan bagi orang yang beriman. 

Lantas, sudahkan pantas dan betul adanya kita dilabeli sebagai seorang mukmin? Sahabat fillah, Iman sendiri terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu Iman Taqlid, Iman Khawash, dan Iman Khawas Al-Khawas.

Iman taqlid adalah imannya orang-orang awam, disebut juga iman yang hanya 'ikut-ikutan'. Dalam artian, orang yang memiliki iman pada tingkatan ini percaya kepada Allah hanya karena mengikuti perkataan orang lain seperti orang tua atau ulama. 

Ketika ditanya apakah Ia percaya atau tidak bahwa Allah itu, Ia akan menjawab percaya. Namun ketika ditanyakan argumen/dalilnya, ia tidak bisa memberikan penjelasan karena ia hanya tahu dan ikut-ikutan perkataan orang lain yang menyebutkan bahwa Allah itu ada.

Tingkatan yang kedua yaitu Imannya para ulama atau orang yang berilmu. Pada level ini, seseorang mampu mengemukakan argumen dalam persoalan aqidah. Dan tingkatan yang paling tinggi adalah imannya orang yang super khusus, yaitu para sufi. Mereka meyakini adanya Tuhan karena menyaksikan sendiri secara langsung akan wujud Tuhan dengan mata hatinya. Penyaksian ini disebut dengan musyahadah qalbiyah. Iman para sufi ini didasarkan pada ma'rifah, yaitu pengetahuan yang dicapai melalui intuisi.

Selanjutnya adalah taqwa, yaitu melaksanan segala perintah Allah dan menjauhi serta meninggalkan segala larangan Allah SWT. Pertanyaannya, sudahkah kita menjadi muslim yang bertaqwa? Sudahkah kita taat kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintahNya serta menjauhi segala laranganNya? Untuk dikatakan sebagai orang yang beragama (Islam), apakah cukup dengan mengaku beriman tanpa dengan menjalankan kewajibannya sebagai hamba?

Pada kenyataannya, dewasa ini tak sedikit orang yang lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba untuk beribadah kepada Allah SWT. Tak sedikit orang yang menjadi 'atheis' saat bahagia, kemudian menjadi 'agamis' saat sengsara. Ketika sedang diberikan kesehatan, kelancaran rezeki, terkadang manusia lupa bersyukur. Padahal, Allah SWT telah mengingatkan dalam kitab suciNya, al-qur'an surat Ibrahim ayat 7 yang artinya: "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Banyak ditemukan orang-orang yang gila penghormatan, menuhankan atasan; berpaling dari Tuhan. Kemudian, ketika sedang naik jabatan, lebih memilih mementingkan pekerjaan ketimbang perintah Tuhan. Kewajiban sholat pun tertinggal dan terlupakan. Saat berada diatas, seseorang bisa sampai melalaikan dan melupakan kewajiban. Tapi anehnya, saat sedang berada dibawah, seseorang yang tadinya berperilaku (seperti) orang 'atheis', tetiba saja mendadak super "agamis". Rajin ke Masjid, gelang tasbih dibawanya kemana-mana, lisannya selalu mengucap dan mengagungkan asma Allah, ibadah sunnah dilakukannya; puasa senin-kamis bahkan puasa daud, sholat sunah rowatib sampai sholat sunah hajat. 

Subhanallah... begitu kira-kira cara seorang hamba merayu Sang Maha Raja. Seperti seorang pujangga yang sedang mendekati wanita karena hawa nafsunya. Setelah mendapatkan apa yang menjadi obsesinya, terlihatlah semua perilaku buruknya. Manusia, yang merayu Allah hanya untuk mendapatkan surga dunia, yang setelah berhasil mendapatkannya, kemudian Ia lupa kepada yang telah memberikan segala karunia terhadap seluruh makhluk di alam semesta. Naudzubillah tsumma naudzubillah... semoga kita bukan termasuk orang yang seperti itu.

Kemudian, fenomena lainnya yang sering saya temukan (terlebih di lingkungan sekitar saya), masih banyak dari golongan kaum adam yang menjadi agamis hanya dalam waktu sehari dari tujuh hari yang ada tiap minggunya. Di enam hari lainnya mereka menjalani aktifitas seperti orang tak beragama. Masih ada, mereka (laki-laki) yang hanya menunaikan kewajiban sholat pada hari Jum'at saja. Ya, hanya dua rakaat itu. Sedangkan 5 waktu di hari-hari lainnya? Mungkinkah mereka menganggap sunah atau bahkan tak wajib? Panggilan Allah dijawab "nanti", sedangkan manusia?? "dinanti-nanti". Inikah, wajah pemuda di jaman yang katanya semakin terkemuka?

Kita juga sering melihat atau bahkan melakukannya sendiri, ketika ada masalah, manusia lebih suka dan sering curhat di media sosial, bukan di masjid ataupun diatas sajadah. Memang, di media sosial kita mempunyai kebebasan berpendapat maupun berdialetika meskipun tak ada yang menanggapi. Namun kita harus tahu batasan-batasannya. Daripada berkoar-koar tidak jelas, mengeluh, apalagi sampai berkata tidak pantas karena kesal akan sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, alangkah baiknya kita mencurahkan itu semua langsung kepada Allah Yang Maha Bijaksana. Lebih baik langsung berdo'a diatas sajadah, berserah dirilah kepadaNya.

Terakhir, banyak pula orang yang pandai bertoleransi dengan agama lain, namun lupa untuk taat dan rukun dengan agama sendiri. Mereka yang dengan lantang melabeli orang lain 'kafir', padahal dirinya sendiri pun belum tentu sudah menjalankan kewajibannya dengan baik. Sahabat... mari sama-sama kita berbenah, menyiapkan diri menuju kehidupan yang abadi. Tingkatkan iman dan imun kita di situasi yang genting seperti sekarang ini. Tetaplah dan selalu bersyukur kepada Allah atas apa yang telah dianugerahkannya kepada kita semua. Roda kehidupan 'kan terus berputar. Dan yang harus kita ingat, bagaimanpun keadaannya kita tidak boleh lalai dan meninggalkan kewajiban kita sebagai hamba untuk senantiasa beribadah kepadaNya. Wallahu a'lam Bisshowaab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun